Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Trilogi 18 | More Than Friends, With Benefit

23 Mei 2022   17:11 Diperbarui: 23 Mei 2022   19:07 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Koreaboo.com

Pagi itu matahari mulai mengintip dari balik awan. Cahayanya yang hangat masuk melalui celah jendela besar lantai tujuh hotel berbintang. Ada Keyla di sana, berdiri memandang jalanan ibu kota dengan mengenakan kaos tipis dan celana pendek warna putih.

Damar, laki-laki berusia tiga tahun lebih muda darinya memilih bermalasan di tempat tidur sembari menatap layar ponsel tanpa mengenakan atasan. Sesekali tatapan mereka bertemu, tapi masih membisu karena ingin lawan bicaranyalah yang memulai lebih dulu.

Keyla jadi teringat awal pertemuan mereka di salah satu restoran mewah rekomendasi temannya. Damar datang mengenakan kemeja putih dengan dua kancing atas yang terbuka, memamerkan dada bidangnya yang terlatih di tempat gym. Saat itu, Keyla tahu telah terpikat pada pandangan pertama.

"Saya cari partner FWB," kata Damar tanpa basa-basi ketika makanan belum tersaji di hadapan keduanya.

Keyla tak kaget. Di aplikasi kencan daring dan memulai percakapaan dua minggu lalu, memang disebutkan bahwa Damar mencari rekan untuk melampiaskan nafsu seksualnya. Tidak menjadi pacar, karena sama sekali tak melibatkan perasaan.

Setelah mengenal satu sama lain selama beberapa hari, barulah Keyla yakin terhadap Damar. Apalagi ia juga bukan tipe yang suka main dengan banyak perempuan. Tes kesehatannya dua bulan lalu pun menjadi bukti bahwa ia selalu bermain aman.

"Kalau ini memang jadi kali terakhir kita berhubungan, saya nggak masalah," kata Damar masih di tempat tidur memecahkan keheningan di antara mereka. 

Keyla mendekat, masih dalam posisi berdirinya.

"Aku nggak mau dijodohkan, Mar."

Kini giliran laki-laki itu yang bangkit, menatap Keyla dengan sedikit menunduk karena perbedaan tinggi keduanya.

"Usia kamu udah kepala tiga, Key. Udah waktunya berumah tangga. Calonmu itu juga jauh lebih mapan dari saya. Apalagi yang kamu ragukan? Apa kamu khawatir permainan dia nggak akan sehebat saya?"

Sejujurnya apa yang Damar lakukan terhadap Keyla memanglah membuat candu, terutama bagaimana ia memberikan ciuman hangat yang membasahi bibir, kemudian turun ke leher hingga ke seluruh tubuh lawannya. Keyla mengakui bahwa ia selalu memiliki klimaks terbaik pada setiap permainan.

Tapi yang jadi masalah utama ternyata tak sesederhana itu. Entah ini bisa disebut sebuah kesalahan atau bukan, tapi Damar tidak hanya bisa merebut tubuhnya saja, namun juga hatinya.

Ia telah jatuh cinta, pada seseorang yang di luar dugaannya.

***

Acara lamaran akan disenggelarakan satu minggu lagi di kediamannya sendiri. Keyla tak repot menyiapkan ini itu karena semua sudah diatur oleh WO yang dipercayakan calonnya.

Namanya Satria, laki-laki usia 32 yang menjabat sebagai kepala cabang salah satu bank swasta. Dialah laki-laki yang dipercayakan keluarga Keyla untuk menjadi pasangan hidup gadis itu.

"You okay?" tanya Satria hati-hati yang melihat Keyla lebih sering melamun belakangan ini. "Kalau kamu masih ragu soal pertunangan kita, aku bisa mendiskusikan ulang jadwal lamarannya."

"Itu nggak perlu. Aku udah bisa menerima semuanya."

Ucapannya tadi adalah kebohongan kecil. Sebenarnya, ia belum bisa menerima ini. Sebulan berlalu sejak pertemuan terakhir dengan Damar di hotel kala itu masih meninggalkan banyak pertanyaan di pikiran Keyla, terutama tentang kenapa Damar tak bisa menerima perasaannya.

"Ada batas yang seharusnya nggak kita lewati." Pikiran Keyla melayang mengingat kembali apa yang dikatakan Damar. "Kita cukup jadi FWB, Key! Kenapa kamu minta lebih?"

"Karena aku memang benar-benar sayang sama kamu."

Damar jadi teringat dalam permainan terakhirnya itu, ketika keduanya sama-sama tak mengenakan busana, Keyla selalu mengatakan kata sayang, I love you, dan sejenisnya. Dia pikir itu hanya sebuah refleks, tapi ternyata memang tulus dari hati.

"Aku nggak bisa," jawab Damar tegas masih tanpa mengenakan baju.

"Kenapa?"

"Karena untuk jadi istri, aku akan cari perempuan yang benar-benar bersih."

Kata-kata tadi meninggalkan satu tamparan keras yang mendarat di pipi Damar. Ia sadar bahwa apa yang diucapkannya memang keterlaluan. Ia menerima dan pantas mendapatkan itu.

Dan itulah kali terakhir mereka bertemu. Tak ada lagi kontak telepon atau chat, apalagi sampai tidur dalam satu kasur yang sama. Yang tersisa hanyalah pertanyaan dalam benak Keyla, benarkah itu alasan Damar menolaknya?

***

Acara lamaran disenggelarakan secara sederhana namun tetap elegan sesuai kesepakatan awal. Busana batik Keyla dengan riasan yang tak berlebih menjadikannya ratu dalam sehari di rumahnya sendiri.

Tamu undangan yang datang rata-rata berasal dari keluarga dan kerabat dekat. Keyla sudah memberi tahu Damar perihal acara hari ini. Namun pesannya tersebut hanya dibaca tanpa ada konfirmasi apakah ia akan datang atau tidak. Maka ketika detik-detik acara penting tersebut mulai, matanya terus berkelana mencari batang hidung pria yang sering menidurinya itu selama setengah tahun terakhir.

Sampai pertukaran cincin dan acara ramah tamah berlangsung, Damar sama sekali tak ada. Keyla mulai bisa mengikhlaskan bahwa laki-laki itu cukup jadi masa lalunya saja.

Tak ada lagi sentuhan manis pada setiap lekuk tubunya. Tak ada lagi pagi hangat di kamar hotel ketika keduanya berpelukan tanpa busana menanti matahari terbit. Semua akan terganti pada sosok Satria dalam ikatan yang lebih sakral, yaitu pernikahan yang direncanakan tiga bulan lagi.

Di sudut sana yang jauh dari posisi Keyla dan Satria, seorang laki-laki bertubuh tinggi memperhatikan diam-diam sembari meneguk jus jambu dari gelas kecil. Ia mengambil ponsel, lalu menghubungi seseorang.

"Damar, ini Rendra. Acara di sini berjalan lancar. Laporan selesai."

***

Di  kamar hotel yang sama saat ia dan Keyla terakhir menginap, Damar menerima telepon dari Rendra, salah satu teman dekatnya yang juga merupakan saudara jauh Satria. Mungkin ia bisa sengaja menghindar dan tak menghadiri acara itu. Tapi Damar juga perlu memastikan bahwa acara di sana telah berjalan dengan baik.

Sambil berbincang mengenai acara lamaran di sana, Damar melihat ke sekeliling sudut kamar hotel yang biasa jadi langganannya bersama Keyla. Ia pasti akan merindukan gadis itu yang akan bersikap manja jika sedang lelah karena urusan pekerjaan.

"Padahal kamu masih bisa berjuang, Mar."

"Kamu tahu prinsip saya kan bahwa pernikahan bukan target utama? Dan apa yang dibutuhkan Keyla adalah pendamping hidup di usia yang sudah matang, belum lagi soal tekanan keluarga yang memaksanya untuk berumah tangga. Sulit Ndra kalau dia terus-terusan menunggu saya di sini."

"You love her too, don't you?"

"To be honest, dia perempuan terbaik dari FWB yang pernah saya tiduri. Tapi masalahnya, saya sudah nggak percaya urusan cinta-cintaan sejak Mama meninggal karena KDRT."

Ingatan bertahun-tahun silam ketika dirinya masih duduk di bangku sekolah sempat mengganti pikirannya soal Keyla. Tentang ayahnya yang kasar, dan menjadi penyebab utama ibunya meninggal dunia.

Dan itulah yang menjadi alasan Damar untuk tak bisa melangkah lebih jauh dari sebuah hubungan. Cukup pada batas yang ditetapkan tanpa melibatkan perasaan.

"Bukannya kamu bisa jujur ke dia soal semuanya?" tanya Rendra sekali lagi.

"Kalau saya jujur, cerita kami berdua akan semakin panjang dan nggak selesai. Menyakiti dia adalah cara terbaik untuk membuatnya sadar bahwa saya memang nggak akan pernah pantas dijadikan seorang suami."

Di lokasi lamaran itu, Rendra hendak pamit karena akan ada sesi foto bersama keluarga besar. Tapi sebelum telepon benar-benar ditutup, ada satu pertanyaan yang diajukan Damar.

"Jangan lupa untuk datang ke psikolog minggu ini."

***

More Than Friends, With Benefit - Selesai 

Rendra will return in the next story

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun