"Al, kita harus bantu Faris," kata Stefani memohon. "Bukannya dulu kamu hampir menyerah untuk ngejar aku karena ngira aku deket dengan Kak Andrean?"
"Aku nggak akan lupa itu," kata Alva sambil membenarkan kacamata.
"Jangan sampai ada kesalahpahaman juga di antara mereka."
Dari sana pun Alva sadar bahwa sejauh ini Faris telah membantunya banyak terutama soal asmara dalam mendapatkan Stefani. Maka kali ini ia membuat janji untuk membuang sedikit egonya dan akan membantu Faris menyelesaikan masalahnya dengan Seila.
***
University Day hanya berlangsung satu hari saja. Besoknya di hari Sabtu ketika siswa sekolah hanya melaksanakan KBM setengah hari, Faris kembali datang ke kebun kecil belakang sekolah jam 1 siang di mana suasana mulai sepi. Ia mengenakan kemeja polos kasual dengan perpaduan celana chino yang senada. Sementara itu lawan bicaranya saat ini, mengenakan pakaian santai dengan rambut pendek sebahunya.
Kalau bukan karena Alva yang menyuruhnya, mungkin dia sama sekali tak ingin membuang waktu percuma bersama perempuan ini.
"Aku nggak punya waktu banyak. To the point aja sebenarnya apa yang mau kamu bahas," kata Faris tanpa basa-basi.
"Maaf. Cuma itu yang mau aku bilang," jawab Seila tanpa ragu. "Aku sadar dulu pernah jadi orang jahat."
"Sadar kan kalau kamu telat dua tahun untuk bilang itu? Terus selama ini ke mana aja?"
Nostalgia itu pelan-pelan datang mengisi pikiran keduanya. Tentang Faris yang dulu pernah mengungkapkan cinta pada Seila, namun mengalami penolakan yang berbekas sampai sekarang. Bukan soal penolakannya, namun sikap Seila setelahnya yang justru keterlaluan. Perempuan ini dengan entengnya memutuskan komunikasi dan memblokir semua sosial media milik Faris, padahal Faris sama sekali tak merasa punya kesalahan fatal.