"Waktu itu aku punya pacar yang nggak banyak orang tahu."
Faris terdiam tanpa merespons apapun. Ia pun benar-benar baru tahu bahwa ternyata dulu Seila punya pacar. Mungkin akan lebih baik jika waktu itu ia tak mengungkapkan perasaannya.
"He's toxic. Kalau tahu ada orang yang juga suka sama aku, semua akan jadi berantakan. Aku cuma... mau melindungi kamu dari hal buruk yang akan terjadi."
"Biar aku tebak. Kamu udah putus?"
"Ya, benar. Maka aku mau menebus semua rasa bersalah yang selama ini selalu menganggu aku."
Apa yang dikatakan Alva kemarin ada benarnya juga bahwa alasan apapun yang Seila katakan sebenarnya tak akan berpengaruh apa-apa.Â
Faris tak lagi punya perasaan, dan kebenaran tadi tidak serta merta membuatnya menyukai perempuan itu kembali. Tapi setidaknya ada hal penting yang bisa diambil hari ini.
Seperti apa kata Stefani, bahwa Seila telah berusaha keras meluruskan salah paham ini. Maka ia pun harus menghargai perempuan itu yang dalam beberapa waktu ke belakang selalu ingin menemuinya.
"Makasih atas kejujuran kamu, La. Â Aku juga minta maaf terlalu emosional sampai nyaris nggak kasih kamu kesempatan untuk bicara."
"So... kita masih temenan, kan?" tanya Seila pelan.
Faris tidak menjawab. Ia hanya melangkah lebih dekat ke perempuan itu, lalu mengulurkan tangannya untuk mengajak Seila berjabat tangan.