"Lalu Ratna, ibu kamu itu, sering menitipkan kamu pada saya ketika dia bekerja. Saya menjaga dan sering mengajak kamu jalan-jalan di sela pekerjaan saya yang saat itu masih freelance.Â
Saya jelas tahu apa makanan kesukaan kamu, alergi, sampai hal-hal kecil yang orang lain nggak tahu. Dan saya nggak nyangka akan bertemu kamu, apalagi saat melihat nama kamu yang jelas-jelas tak asing bagi kehidupan saya."
Ternyata itu semua jawaban dari semua pertanyaanku selama ini. Sekilas aku memang bisa mengingat kenangan dari peristiwa yang diceritakan, terutama saat aku menangis di sebuah acara pasar malam.Â
Kemudian seorang laki-laki menenangkanku dan memberiku permen gulali warna-warni. Tak kusangka ternyata laki-laki yang dulu itu, yang juga ternyata pernah merawatku meski sesaat, adalah Surya.
"Hei! Udah sampe nih. Nggak perlu shock gitu." Surya mengguncang bahuku.
"Mas, nggak mau mampir dulu?" Tanyaku pelan-pelan.
"Lain kali, deh. Salam ya buat Ibu kamu."
Aku turun, melihat mobilnya kemudian melaju menjauhi tempat aku berdiri.
***
Mark mengantarku pagi itu ke kantor sebelum ia menuju tempat magangnya. Di parkiran, aku bertemu kembali dengan Ralin bersama kekasihnya.Â
Kami bertiga menuju lantai 4 gedung ini sambil sesekali membicarakan soal Mark yang dua tahun ini menemaniku dalam hubungan yang spesial.Â