"Ah, bisa aja kamu. Tapi kira-kira bunga apa yang cocok, ya?"
Aku berpikir beberapa saat hingga menemukan satu ide sederhana.Â
"Ini cocok untuk Bapak," kataku sambil memberi sebuah pot kecil yang diambil dari kebun belakang.
Bu Ane sempat memandang tak mengerti melihat aku yang tidak membawa buket bunga seperti biasanya. Sebelum ia bertanya, aku duluan menjelaskan apa maskud dari tanaman kecil ini.
"Ini bibit bunga mawar. Biar Bapak yang rawat ini di sela waktu pensiunnya. Spesial, kan?"
Ada senyuman tulus yang kulihat dari sudut bibir perempuan itu.
"Kamu selalu tahu apa yang terbaik untuk pelanggan."
Tak lama setelah itu, Bu Ane pamit. Kami berpelukan sekali lagi sebagai tanda perpisahan. Aku berkata jangan pernah bosan untuk datang ataupun sekadar mampir ke sini. Karena setiap melihatnya, aku selalu teringat Mama, sosok yang sudah tak bisa lagi aku temui di dunia ini.
***
Kabar di hari Kamis sore itu membuat aku tidak berpikir lama untuk pergi. Sebuket bunga lili putih yang sudah ditambahkan beberapa hiasan daun ini sebenarnya dibuat khusus untuk pajangan toko. Tapi, aku membawanya sebagai bentuk ucapan bela sungkawa atas dipanggilnya insan pada sang Maha Kuasa.
Toko aku titipkan pada Danar karena kebetulan Riska sedang libur. Dengan pakaian kemeja dan celana yang serba hitam, aku memesan taksi online lewat aplikasi untuk menuju daerah Cihampelas, Bandung. Sempat kulirik cuaca yang cukup mendung itu. Semoga tidak hujan dan aku bisa sampai di pemakaman sebelum senja tiba.