"Lo yakin ini ide bagus?" tanya Alva saat mereka sudah berada di parkiran. Untungnya suasana belum terlalu ramai.
"Percaya sama gue. Stefani pasti akan langsung jatuh hati," jawab Faris penuh percaya diri.
Maka, rencana mereka mulai berjalan. Alva diam-diam telah menaruh coklat yang dibelinya tadi di motor matic milik Stefani. Sementara itu Faris tetap menunggu di parkiran sambil mengawasi perempuan itu. Ya hanya sekadar berjaga agar coklat itu bisa diterima langsung ke yang bersangkutan.
Berselang beberapa menit, Stefani datang dan menyadari ada sesuatu di motornya. Ia sadar bahwa ini adalah hari valentine dan seseorang telah memberinya coklat. Sekilas ia melihat ke dalam bungkusannya, berharap ada petunjuk siapa yang mengirimkannya. Tapi, ia tak menemukan apa-apa.
Di waktu bersamaan, Faris yang masih mengawasi Stefani mendapat chat dari Alva.
Sial, kartu ucapannya ketinggalan.
Lagi-lagi, sobatnya itu melakukan kecerobahan fatal.
***
Seminggu setelah rencana yang gagal itu, Alva sedikit kehilangan semangatnya. Ia tak berani mengontak Stefani untuk mengonfirmasi soal coklat valentine yang ada di motornya. Alva juga jadi jarang ke perpustakaan karena pasti akan terus melihat Stefani di sana. Ia lebih memilih nongkrong di kantin sekolah bersama siswa lain yang bergerombol.Â
Faris mencoba memberinya pengertian bahwa perjalanan masih panjang dan kesempatan mendapatkan Stefani pun belum hilang. Tapi Alva hanya tersenyum, seakan mengatakan bahwa perjuangan sudah selesai.
Puncaknya ketika pulang sekolah di hari Selasa, ia melihat Stefani dijemput seseorang di gerbang sekolah. Diam-diam Alva memperhatikan keduanya dari kejauhan. Itu Andrean, anak kelas 12 yang juga kakak kelasnya di sini. Alva sama sekali tak tahu bahwa keduanya punya kedekatan sampai Stefani harus dijemput segala.