Hingga beberapa bulan setelah peristiwa di hotel itu, lagi-lagi Vadi melakukan hal nekad. Di kamar indekos Ralin yang kebetulan hanya ada mereka berdua di sana, Vadi mendekatkan dirinya pada perempuan itu. Tangannya pun menahan kedua tangan Ralin agar tidak memberontak.
Realitas mulai mengambil alih. Ralin sama sekali tidak ingin melakukannya. Ia mencoba menahan, namun tubuh besar kekasihnya itu sulit untuk dilawan.
"Ayolah Ralin, kali ini aja."
"Enggak, Di. Aku mohon."
PLAK!! Laki-laki itu melakukan hal yang selama ini tidak pernah dilakukannya. Ia menampar Ralin dengan kekuatan yang sangat kuat. Ralin menangis dengan tetap melakukan perlawanan.
Saat itu juga, aku bisa keluar dari perangkap ini, kemudian segera hadir mengontrol kendali atas diri Ralin. Maaf, Cinta, giliranmu selesai. Sudah cukup setahun lebih ini aku tidak datang pada kehidupan Ralin. Maka, Cinta pun tidak bisa berbuat banyak. Ia segera mundur dan terperangkap di tempat yang dulu aku tempati.
Pintu kamar yang semula dikunci itu didobrak secara paksa. Ada Dion di sana berdiri seorang diri.
"Hei, Bangsat! Lepaskan Ralin!"
Vadi yang tahu hal itu segera melepas Ralin dan mendekat ke arah laki-laki kemayu itu. Keduanya saling menatap tajam.
"Banci seperti kamu tidak perlu mencampuri urusan orang dewasa."
"Stop Vadi!" seru Ralin sambil menggenggam ponselnya dengan kondisi masih shock. "Aku sedang melakukan siaran live di Instagram. Dan mereka akan tahu bahwa kamu adalah laki-laki brengsek. Pergi dari sini sekarang juga!"