Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Menyakiti Patah Hati

9 Oktober 2019   16:30 Diperbarui: 9 Oktober 2019   16:46 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by cewekbanget.grid.id

Pertama kali aku hadir dari dalam diri seseorang adalah ketika dia berusia 16 tahun. Namanya Ralin, perempuan polos dengan pesona yang tiada duanya. Suatu hari, seorang laki-laki datang dan menyatakan cinta.

Butuh waktu beberapa hari hingga Ralin akhirnya bisa menerima perasaan laki-laki itu. Lagipula Mario adalah laki-laki tampan yang aktif dalam ekskul basket. Ya meskipun secara akademik kemampuannya tidak sehebat Ralin.

Tiga bulan menjalin hubungan adalah masa terindah bagi Ralin. Setidaknya, itu yang pernah diceritakan Cinta padaku. Namun, semua berubah seketika saat Mario selingkuh. Pertama kali mengenal cinta, saat itu juga Ralin mengenalku.

Kenalkan, namaku Patah Hati. Aku hidup bersarang pada diri perempuan ini. Aku pernah hadir di hidupnya dalam beberapa waktu. Selain ketika ia berusia 16 tahun, aku pun ada saat ia baru lulus SMA. Kasusnya kali ini terdengar lebih sederhana. Ralin bosan, memutuskan hubungan sepihak, namun di satu sisi ia merasa sepi. Aku pun hanya hadir untuk beberapa saat saja, tidak terlalu lama seperti kejadian dua tahun lalu.

Beranjak mahasiswa, Ralin mengenal seorang laki-laki yang menurutnya tidak biasa. Namanya Vadi, mahasiswa Fakultas Teknik yang memiliki ciri khas dengan rambut gondrongnya. Mereka pertama kali mengenal satu sama lain ketika kegiatan ospek kampus berlangsung. Berawal dari satu kelompok yang sama, ternyata menjadikan pertemanan mereka terus berlanjut untuk beberapa bulan ke depan.

Aku dan Cinta yang saat itu masih terperangkap dalam diri Ralin berdiskusi sejenak.

"Ralin sudah lama tidak merasakan kehadiranku. Ini saatnya aku kembali pada hidupnya," kata Cinta cukup semangat.

"Jangan terburu-buru. Beri dia waktu sebentar lagi," jawabku.

"Semakin cepat harusnya semakin baik, bukan?"

"Tidak, Cinta. Aku ingin istirahat panjang dalam tubuhnya ini. Aku belum siap untuk kembali."

"Percaya padaku. Kali ini Ralin akan baik-baik saja."

Aku memilih untuk tidak menjawab apapun.

***

Meski aku tidak bisa dilihat, juga sedang tidak dirasakan oleh Ralin, tapi aku bisa mendengar percakapan dia bersama teman-temannya siang itu di kantin Fakultas Hukum. Ada Lisa, mahasiswi Fakultas Ekonomi yang juga teman Ralin di SMA, serta Dion, laki-laki yang sedikit kemayu yang kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

"Sepertinya Vadi sudah mulai serius sama kamu," kata Lisa yang disetujui oleh anggukan Dion.

"Aku hanya masih bingung, guys."

Beberapa minggu setelah itu, akhirnya Vadi menyatakan perasaannya. Ralin menerimanya beberapa hari kemudian hingga keduanya resmi berpacaran. Lisa dan Dion menjadi yang paling gembira mendengar kabar ini.

"Apa aku bilang, semua akan baik-baik saja, kan?" tanya Cinta yang pada akhirnya berhasil keluar dari tempat istirahatnya, sementara aku masih memilih diam di sini.

"Semoga."

Hubungan bersama Vadi adalah hubungan yang paling awet sepanjang perjalanan cinta Ralin. Kali ini, di bulan ke-6 hubungan keduanya yang juga hampir bersamaan dengan ulang tahunnya ke-19, Vadi memberikan kejutan yang sangat manis.

Di sebuah kamar hotel bintang 4 yang sengaja dipesan sejak dua hari lalu, laki-laki itu menaburkan banyak kelopak bunga mawar di permukaan kasur berwarna putih itu. Tidak lupa, hiasan lainnya yang sederhana namun penuh makna juga ditempel pada beberapa bagian dinding kamar.

Satu kamar yang hanya diisi oleh sepasang kekasih itu membuat Vadi melakukan sesuatu yang di luar batas. Wajahnya sengaja didekatkan pada Ralin, yang kemudian membuat dua bibir masing-masing bertemu. Keduanya saling memejamkan mata, menikmati setiap detik yang sangat indah itu.

Tapi, seharusnya tidak begini. Cinta sudah memegang kendali terlalu jauh atas diri Ralin. Bukan ini cara kerjanya.

"Apa yang telah kamu lakukan? Ini sudah kelewatan!" kataku pada Cinta. "Hentikan sebelum semua terlambat."

"Untuk apa? Patah Hati tidak perlu ikut campur. Ini hanya urusanku dengan Ralin."

Untungnya aku sempat mengenal Realitas. Aku memanggilnya untuk mengambil alih tubuh Ralin paling tidak sebentar saja. Maka, ketika kedua tangan kanan laki-laki itu sudah semakin liar memegang tubuh Ralin, perempuan itu bisa sadar. Ia melepaskan semuanya dengan sedikit panik.

"Maaf Di, aku nggak bisa."

***

"He just wants your body. Wake up, Raling sayang," kata Dion saat mereka berdua sengaja nongkrong di salah satu warung surabi dekat kampus. "Meski aku bukan laki-laki macho, aku bisa lihat niat jahat dia selama ini."

Aku setuju dengan laki-laki kemayu itu. Paling tidak, ia mengedepankan realitas dibanding urusan cinta yang membutakan.

"Dia sudah bilang bahwa kemarin itu khilaf."

"Lantas kamu langsung percaya begitu saja?"

Sejak itu pun aku sedikit muak dengan cinta. Dengan seenaknya dia terus mengontrol hati dan pikiran Ralin hingga Realitas pun tidak bisa berbuat banyak. Sementara aku tidak mungkin hadir di saat seperti ini.

Hingga beberapa bulan setelah peristiwa di hotel itu, lagi-lagi Vadi melakukan hal nekad. Di kamar indekos Ralin yang kebetulan hanya ada mereka berdua di sana, Vadi mendekatkan dirinya pada perempuan itu. Tangannya pun menahan kedua tangan Ralin agar tidak memberontak.

Realitas mulai mengambil alih. Ralin sama sekali tidak ingin melakukannya. Ia mencoba menahan, namun tubuh besar kekasihnya itu sulit untuk dilawan.

"Ayolah Ralin, kali ini aja."

"Enggak, Di. Aku mohon."

PLAK!! Laki-laki itu melakukan hal yang selama ini tidak pernah dilakukannya. Ia menampar Ralin dengan kekuatan yang sangat kuat. Ralin menangis dengan tetap melakukan perlawanan.

Saat itu juga, aku bisa keluar dari perangkap ini, kemudian segera hadir mengontrol kendali atas diri Ralin. Maaf, Cinta, giliranmu selesai. Sudah cukup setahun lebih ini aku tidak datang pada kehidupan Ralin. Maka, Cinta pun tidak bisa berbuat banyak. Ia segera mundur dan terperangkap di tempat yang dulu aku tempati.

Pintu kamar yang semula dikunci itu didobrak secara paksa. Ada Dion di sana berdiri seorang diri.

"Hei, Bangsat! Lepaskan Ralin!"

Vadi yang tahu hal itu segera melepas Ralin dan mendekat ke arah laki-laki kemayu itu. Keduanya saling menatap tajam.

"Banci seperti kamu tidak perlu mencampuri urusan orang dewasa."

"Stop Vadi!" seru Ralin sambil menggenggam ponselnya dengan kondisi masih shock. "Aku sedang melakukan siaran live di Instagram. Dan mereka akan tahu bahwa kamu adalah laki-laki brengsek. Pergi dari sini sekarang juga!"

"Lihat sekeliling kamu sekarang. Penghuni kosan mulai keluar melihat apa yang sedang terjadi di sini. Masih punya muka, hah?" kata Dion menambahkan.

Tidak lama setelah itu, akhirnya Vadi pergi dengan terburu-buru, meninggalkan Ralin yang belum berhenti menangis. Dion segera memeluknya untuk memberi ketenangan dan mengatakan bahwa sebentar lagi Lisa pun akan segera datang.

"Kita akan laporkan masalah ini ke pihak kampus, oke? Ada aku di sini sekarang. Kamu nggak perlu takut lagi."

***

Dua tahun berlalu. Cinta sama sekali tidak pernah kembali pada kehidupan Ralin. Kehadiranku waktu itu benar-benar menutup pintu hati Ralin untuk semua laki-laki. Cinta hanya bisa diam di dalam perangkap tanpa tahu kapan akan kembali lagi.

"Hei, aku punya kabar baik," kataku.

"Apa itu?"

"Lihat saja sendiri."

Aku dan Cinta menjadi saksi ketika seorang laki-laki mengajak Ralin untuk mendaki gunung. Di puncak itu saat matahari terbit, ia memegang kedua tangan Ralin dan mulai mengatakan soal perasaannya.

"Aku sayang kamu, Lin."

"Dion, jangan bercanda, deh."

"Aku tahu aku berbeda dari kebanyakan laki-laki. Tapi aku juga manusia biasa. Rasa ini perlahan datang tanpa pernah aku duga. Aku yakin kamu menganggap ini sebagai hal yang aneh."

Kali itu aku, Cinta, dan Ralin, sama-sama melihat sosok Dion yang begitu jantan. Ia benar-benar menunjukkan sikap lelaki sesungguhnya yang selama ini disembunyikan.

"Selama ini memang aku selalu ingin hadir ketika laki-laki itu ada di dekat Ralin," kata Cinta.

"Maka, aku percayakan cerita ini padamu. Aku ingin beristirahat panjang kali ini. Sudah saatnya Ralin memiliki sosok yang bisa melindunginya tanpa perlu saling melukai."

Fajar menjadi saksi bagi cerita Ralin yang baru. Ternyata ia sadar bahwa selama ini orang yang ia cari berada sangat dekat dengannya. Ya, sahabatnya sendiri.

"Kasih aku waktu beberapa hari, ya. Aku akan menjawab semuanya."

Menyakiti Patah Hati - Selesai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun