Sosok Ibu adalah wanita yang paling berpengaruh dalam hidupku. Karena dirinyalah aku bisa lahir dan bertahan hingga saat ini dengan mengenakan toga di kampus yang sudah menemaniku selama 4 tahun ke belakang.
Maka ketika keluar dari auditorium kampus, aku langsung memeluk Ibu dengan air mata yang tidak bisa ditahan lagi. Hanya dengan cara ini ia tahu bahwa aku begitu tulus menyayanginya dan benar-benar berterimakasih karena sudah menjadi kepala keluarga ketika sosok Ayah hilang dari tanggung jawabnya bertahun-tahun lalu.
Selain ibu serta adik laki-lakiku, Janet juga hadir di acara wisuda ini dengan kebaya cantiknya yang membuat dia tampak lebih anggun. Ia memelukku sambil mengucapkan kata selamat karena telah berhasil meraih gelar sarjana.
"Thank you, sayang," kataku sambil mencium keningnya.
Aku tidak ingin menceritakan bagaimana detailnya. Tapi yang jelas, aku dan Janet memang sudah setahun setengah ini menjalin hubungan yang lebih dari sekadar bersahabat.
"Mulai bulan depan Bang Ethan kan pindah ke Bali, ya?" tanya adikku. "Kalian LDR-an dong?"
"Heh, anak kecil, nggak usah ikut campur urusan orang dewasa kayak gini," jawabku ketus mengacak-acak rambutnya.
"Bang, gue cuma tiga tahun beda umurnya sama lo. Jangan ngatain anak kecil segala, ah."
"Udah-udah, kalian ini dari kecil nggak pernah akur, deh." Ibu menjadi penengah, sementara Janet hanya tersenyum simpul setiap melihat tingkah kita yang seperti ini. "Pokoknya Ethan, kamu kejar karir kamu di sana, cepet-cepet lamar Janet."
"Eh, iya bu," jawabku sedikit salah tingkah.
***