Aku berdiri dekat pintu masuk, meilhat ke arah luar dengan pikiran yang tidak terarah. Rena sempat mengajakku bicara, tapi aku sama sekali tidak berminat.
"Gandi, ke ruang saya dulu bentar. Katanya minggu depan kamu mau libur panjang kan karena ada ujian? Biar kita disukusi untuk masalah waktu."
Aku sampai tidak sadar kalau bos ternyata sudah datang ke kafe. Padahal katanya dia tidak akan datang malam ini.
Kuiikuti langkahnya hingga masuk ke ruangan sederhana miliknya. Pintu ditutup hanya menyisakan kami berdua.
"Ya gitu deh, Bos, mau tidak mau saya harus izin seperti semester kemarin."
Bosku seorang perempuan berusia 38 tahun, tapi wajah dan bentuk tubuhnya masih seperti usia 20 tahunan. Sepertinya bos memang banyak melakukan perawatan kecantikan.
"Itu bukan masalah, Gan. Yang jadi masalah adalah... tanda lahir merah di punggung kamu itu."
Wait, What? Apa masalahnya dengan tanda lahirku ini? Lagipula, dari mana bos tahu bahwa aku memiliki tanda lahir di punggung? Aku kan tidak pernah bertelanjang dada di depannya.
"Saya sudah janji untuk menemui kamu di usia 19. Selamat ulang tahun, ya."
Semua kata-kata itu menjawab semua pertanyaanku. Tapi kini aku jauh lebih tegang dan tidak bisa berkonsentrasi penuh.
"Don't say you are my mom."