"Don't move!"Â paksanya sekali lagi.
Aku mencoba berdiri dengan mengenakan sandal khusus yang tersedia di permukaan lantai sembari membawa selang infus yang tersambung ke lengan kiriku.
"Kalau kamu mau kondisi jantungku membaik, tetaplah di sini. Jangan kemana-mana. Aku hanya sebentar."
***
Sudah malam. DF pun pergi setengah jam yang lalu. Ada urusan pekerjaan yang sama sekali tak bisa ditinggalnya untuk hari esok. Maka dari itu dia pamit. Aku sangat berterimakasih padanya, juga meminta maaf. Benar katanya, jika tidak ada dia, aku tidak tahu akan seperti apa aku sekarang.
Besok pagi mungkin teman-temanku di kampus akan menjengukku di sini. Dengan begitu, aku tidak perlu khawatir lagi dengan kesendirian.
Aku sedang menikmati istirahat ini di atas kasur yang empuk dan selimut hangat, bahkan nyaris memejamkan mata. Tapi, semua itu terusik ketika seseorang tiba-tiba membuka pintu, lalu membuka juga tirai yang menghalangi tempat tidurku.
Dia perempuan muda berambut pendek yang sempat kutemui siang tadi di koridor rumah sakit.
"Apa yang-"
Sebelum aku menyelesaikan pertanyaanku, dia malah menangis.
***