Mohon tunggu...
Gilang Ramadhan
Gilang Ramadhan Mohon Tunggu... Penulis - Bachelor of Education in Indonesian Language and Literature, Indraprasta University, Jakarta

Kadang menulis prosa, tapi lebih sering puisi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Cinta Menurut Seekor Kepik

24 November 2024   12:54 Diperbarui: 24 November 2024   12:58 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1

Di taman belakang, kau tunjukkan seekor kepik,

"ini namanya keindahan," katamu,

dengan jari yang ragu menyentuh sayapnya.

Aku tertawa, "Kenapa tidak saja kau bilang merah itu cinta?"

Tapi, di bawah matahari yang remang, aku mulai paham:

cinta selalu punya bintik, dan merah kadang

lebih berarti karena pecahannya.

2

Di sungai kecil itu, kita bicara tentang arus.

Kau bilang air tahu kapan harus menyerah,

kapan harus melawan. Aku tak yakin

tapi mengangguk. Hutan di sekitarnya jadi saksi

dua orang yang hanya bisa diam,

berdiri lebih dekat satu sama lain

daripada apa pun kepada yang lain.

3

"Mana bintik hitammu yang paling indah?" tanyaku.

Kau tertawa, tapi aku melihat air matamu.

"Kita selalu menyukai kekurangan orang lain," katamu,

"seolah itu alasan mereka jadi nyata."

Aku menahan napas, mengingat setiap luka

yang kau pamerkan padaku tanpa kata-kata.

4

Malam itu, kau mengalir di kulitku seperti sungai,

mencari jalan menuju retakan-retakanku.

Hutan jari-jarimu menemukan tempat bersembunyi,

dan aku berpikir, mungkin cinta adalah hal kecil

yang terus menyentuh, meskipun tahu akan terus hilang.

5

Besoknya, aku menemukan seekor kepik

di antara daun basah. Aku memandanginya lama,

mencoba mengerti apa yang membuatnya indah,

seperti aku mencoba mengerti kau.

Mungkin, aku pikir, cinta adalah bintik kecil itu

yang tak pernah sempurna, tapi selalu cukup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun