Saat si curut mencicit-cicit panik itu kugantungkan paralon di dinding pagar belakang. Besok rencananya akan kubuang ke tempat pembuangan sampah yang jauh. Tapi . . .
Hanya sebentar aku lega atas keberhasilan perangkapku karena segera terdengar cicit-cicit si curut yang ternyata sudah keluar dari perangkapku. Plastik bening yang semula memerangkap tubuhnya digigiti hingga berlobang dan melalui lobang itu ia meloloskan diri hanya dalam waktu beberapa detik saja pasca aku menjauh.
God damn shit rutuku dalam hati.
Aku senewen tak tahu harus berbuat apa lagi. Untuk sementara aku tak berminat lagi memperdayai si curut.
Esok malamnya, si curut datang lagi. Seperti biasa seolah tak terjadi apa-apa. Bahkan, kali ini sepertinya membawa teman. Karena kudengar cericitnya ada beberapa macam. Aku geregetan. Tapi untuk membuat perangkap lagi aku merasa sedang kehabisan alasan.Â
Maka, kalau kebetulan ketemu saja aku menghardiknya hingga lari ketakutan. Dan esoknya, aku terpaksa membersihkan sisa-sisa teror si curut dan kawan-kawan. Begitu terjadi berhari-hari. Hingga akhirnya kesabaranku mulai kelihatan batasnya.
Berawal dari aksi si curut membawa serta beberapa anaknya berbaris berkonvoi di antara lemari dan meja kursi dan akhirnya kudapati si curut sengaja meninggalkan 2 anaknya yang masih kecil sekelingking di belakang pintu ruang tidurku suatu pagi. Aku pikir itu ujian ketegasan.Â
Mungkin si curut berpikir kalau aku tak akan tega menyingkirkan bayi-bayinya itu dan memeliharanya di kamarku, mengasuhnya seperti anakku sendiri. Licik sekali, mirip manusia praktisi politik alias politikus.
Bagiku, siasat licik semacam ini sama halnya tantangan perang! NOWAY! Aku pikir mereka kelewatan menginjak-injak harga diri dan kehormatanku. Saatnya melakukan pembalasan!Â
Kuambil pengki dan sapu ijuk kecil, kuserok kedua makhluk mungil duta politik si curut, lalu kubawa ke pagar tembok belakang dan kulemparkan keluar. Masa bodoh! Kalian mau dimakan kucing, musang, atau tertancap duri kaktus padang pasir. . . eh yang terakhir ini jelas tak mungkin .... karena luar pagar hanya sesemakan. Ah terserah. Aku tidak peduli. Yang jelas, perang sudah dimulai.
Yang makin membuatku jengkel adalah ternyata si curut bukan satu-satunya jenis satwa menjijikkan yang kerap menyambangi bagian belakang rumahku. Ada tikus besar dan kecil yang kemudian ikut berpesta ria, bisa jadi atas informasi si curut.