"Kalian, periksa lagi lukisan ini. Lihat dengan teliti apakah titik hitam di pipi lukisan permaisuriku ini sengaja dilukis atau hanya kotoran yang menempel!" titah Tuan Horen.
Kedua anggota dewan juri pun segera menghadap lukisan. Bergantian keduanya meraba lukisan.
"PIPINYA KATAKU‼!" Tuan Horen murka. Karena yang diraba dewan juri terlalu ke bawah dan bukan lagi bagian wajah di lukisan.
Yang dibentak nyaris terlompat. Gemetar saking takutnya. Tadi tak terasa hanyut terbawa gairah alaminya.
"In.. in... ini sengaja dilukis, Yang Mulia. Karena menyatu dengan warna lukisan, partikelnya juga sejenis dengan cat yang digunakan…."
"PANITIA‼ Tanyakan pelukisnya, apa maksudnya menggambar noda di pipi permaisuriku?! TANYAKAN!" Saking marahnya, Tuan Horen tak lagi memikirkan prosedur hukum kenegaraan sehingga si panitia hanya diperintah untuk menanyakan. Tapi si panitia sudah langsung melaksanakan meski secara lintang-pukang.
***
Ternyata para peserta lomba belum pulang ke rumah masing-masing, masih berada di asrama mewah full fasilitas yang disediakan panitia secara gratisan. Jatahnya memang sampai pengumuman pemenang sehingga sayang kalau cepat-cepat ditinggalkan. Saat itu mereka sedang berada di lobi asrama, berpesta makanan dan minuman bergizi. Tak ada minuman keras yang memabukkan di situ, yang paling keras hanya es batu.
Sebagian besar tenggelam dalam pesta pora sehingga kehadiran panitia di tengah mereka tidak begitu kentara, hingga terdengar teriakan,
"Mohon tenang. Ada panitia mau memberikan pengumuman!"
Sontak hening. Semua fokus pada ketua panitia yang berdiri di atas mimbar yang entah kapan disiapkan. Panitia itu hanya terlihat mengangkat tangan kanan, lalu berkata," Siapa yang membawa tanda seperti ini?"