"Ada apa, Dindaku?" tanyanya.
"Kanda, apakah ada kotoran di pipiku?"
"Tidak. Pipimu halus mulus, Dinda."
"Tapi kenapa di lukisan itu ada nodanya?"
Tuan Horen kembali terkejut. Diamatinya lagi lukisan itu lebih teliti lagi. Memang ada setitik hitam kecil di bagian pipi lukisan permaisuri. Tuan Horen menoleh ke arah si panitia dengan gusar. Yang ditoleh segera menunduk, komat-kamit berdoa agar tidak dihukum.
"Kamu tahu tentang lukisan?" tanya tuan Horen.
"Tidak, Yang Mulia,"jawabnya. Bohong sebenarnya. Ia tamatan Akademi Seni Rupa Internetan. Banyak tahu soal lukisan. Ia hanya ingin lepas dari jeratan kesalahan saja. Supaya tidak dimintai pertanggungjawaban.
"Panggil dewan juri, cepat!" tuan Horen memerintahkan.
Si panitia menoleh ke belakang, memberi kode asistennya untuk melaksanakan. Karena suara tuan Horen sangat lantang, asisten panitia yang agak jauh di belakang pasti ikut mendengar.
**
Tergopoh-gopoh kedua dewan juri masuk menghadap.