Semua sudah siap, makanan sudah tertata rapi di meja makan. Dhera pun sudah menyiapkan bekal untuk kedua anaknya. Sekarang tinggal memanggil mereka untuk sarapan.
Belum sempat memanggil keduanya, Dhera dikejutkan dengan Darren yang susah payah mengendong Lintang, sementara gadis cilik itu tengan menangis merasakan nyeri pada lututnya.
"Sayang, kenapa?" tanyanya, lalu mengambil alih Lintang dari gendongan Darren. Dengan lembut, Dhera mengusap air mata Lintang.
"Tadi pas aku habis mandi, Lintang udah jatuh, Bun." Darren mengatakan apa yang diketahuinya.
"Jatuh? Kok, bisa?"
"Nggak tahu."
"Yaudah, sekarang kita sarapan, ya!" kata Dhera seraya mengusap air mata putrinya. "Udah, dong, nangisnya."
"Sakit," balas Lintang pelan.
"Luka kecil, kok. Nanti Bunda obatin, deh. Katanya mau sekolah, harus kuat, dong! Masa gitu aja nangis, sayangnya Bunda."
"Lintang udah nggak nangis lagi, kok, Bun. Sekolah yuk!" Seketika Lintang kembali antusias mendengar kata sekolah.
"Makan dulu sama Kakak, kalo nggak makan nggak boleh seko-lah," balas Dhera seraya memplaster lutut Lintang yang terluka.