Mohon tunggu...
ghonn zilla
ghonn zilla Mohon Tunggu... -

standar aja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Strategi Pemda Deli Serdang Sukses Mengusir Pedagang Kaki Lima Dari Pasar Delitua Tanpa Perlawanan. JANGAN DITIRU !!!

14 April 2015   11:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:07 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awalnya, sesuai dengan ide persoalan yang diangkat, tulisan ini diberi judul "Derita PKL Delitua", namun penulis mencoba memasuki wilayah berpikir para pemangku kebijakan yang dalam hal ini adalah Pemerintah Deli Serdang. Tujuannya adalah agar tidak terkesan menyudutkan Pemerintah. Namun semakin penulis berusaha memasuki pola berfikir Pemerintah, penulis semakin diarahkan pada keyakinan bahwa ada yang "salah" dalam peristiwa relokasi pasar Delitua.

Dalam membangun infrastruktur, tentu pemerintah selalu memperhatikan berbagai aspek, sehingga bangunan dapat berfungsi sesuai sebagaimana diharapkan pada awalnya. Dan dalam setiap perencanaan pembangunan tentulah pemerintah menggunakan konsultan yang kredibel pula. Dan seburuk-buruknya konsultan pastilah mengerti perbedaan bangunan untuk Pasar dan bangunan untuk Parkir.

Dengan membandingkan hal tersebut dengan fakta-fakta yang ada di lapangan, akhirnya penulis memutuskan mengganti judul seperti di atas.

Pasar Delitua yang selama ini menjadi lokasi paling macet di Delitua, kini telah bersih dari pedagang Pasar maupun pedagang kaki lima. Kemacetan pun mulai dapat diurai, walaupun masih sedikit semrawut.

[caption id="attachment_360542" align="aligncenter" width="300" caption="Penertiban Pasar Delitua lama"][/caption]

Semua ini berkat kerja keras para aparatur negara di wilayah Delitua dan Deli Serdang. Dengan selesainya gedung pasar yang baru dibangun dengan dana miliaran rupiah, yang berlokasi di jalan Pamah tepatnya disamping jembatan Pamah sekitar 200 meter dari Pasar lama, maka semua pedagang dipindahkan ke gedung tersebut. Pasar yang katanya mampu menampung 1000an pedagang ini memang kelihatan cukup megah dan terlihat cukup memadai sebagai pasar, walaupun terkesan sengaja "ditutupi" dengan ruko-ruko mahal. Di lokasi pasar tersebut juga telah disediakan terminal khusus baik untuk roda empat maupun roda tiga yang terpisah.

Pasar Delitua yang baru ini memilik konsep Menonjolkan Pasar Modern dengan tambahan Pasar Tradisional sebagai pelengkap, jadi jangan heran kalau cuma lewat sepintas Anda tidak akan mengira bahwa di dalam lokasi tersebut ada Pasar Tradisional.

[caption id="attachment_360544" align="aligncenter" width="300" caption="Komplek Pasar Delitua dilihat dari depan"]

1428911606865857795
1428911606865857795
[/caption]

Di lokasi pasar yang baru inilah para pedagang dari pasar lama, baik itu pemilik kios maupun pedagang kaki lima (PKL) (yang menjadi biang kemacetan - katanya) ditampung. Mereka diberi tempat berjualan secara GRATIS untuk selama-lamanya dan hanya membayar retribusi Rp.500/meter (sumber: media online).

Penentuan lokasi lapak bagi PKL maupun pemilik kios lama dilakukan dengan cara diundi, sampai semua pedagang mendapat masing-masing satu lapak.

[caption id="attachment_360545" align="aligncenter" width="300" caption="Pasar Tradisional Delitua dilihat dari depan"]

14289117971148196602
14289117971148196602
[/caption]

TANPA PERLAWANAN

Pembaca mungkin bertanya-tanya kenapa kata "tanpa perlawanan" ini ada di judul, padahal di media cetak maupun media televisi bertebaran berita tentang bentrok penolakan eksekusi penggusuran pasar Delitua, bahkan di media online dapat ditemukan puluhan berita tentang kericuhan ini.

Perlu dipahami yang melakukan perlawanan tersebut adalah pedagang pemilik kios yang selama ini menempati pasar Delitua, bukan pedagang kaki lima. Para pedagang kaki lima "mungkin" menyadari bahwa mereka hanya menempati trotoar jalan maupun teras-teras ruko di pinggir jalan, sama sekali tidak memiliki hak untuk melawan pengusiran oleh para penguasa negara ini.

Lalu kenapa penulis menggunakan kata "Mengusir" ?

Bukankah di atas telah diceritakan bahwa pedagang mendapat lapak jualan secara gratis ? Benar ! Penulis tidak bermaksud membuat para pembaca menjadi bingung, justru penulis ingin pembaca mengerti kenapa para PKL tidak melakukan perlawanan, ya, karena mereka dijanjikan mendapat lapak jualan secara gratis. Dan mereka sudah menerimanya setelah dilakukan pengundian, bahkan mereka sudah menempatinya sejak tanggal 1 April 2015 lalu. Selanjutnya yang diceritakan dalam tulisan ini adalah pedagang kaki lima (PKL) bukan pemilik kios lama.

Penempatan lokasi jualan oleh PKL hanya berjalan sekitar beberapa hari saja. Pada tanggal 7 April penulis meninjau lokasi, hanya tertinggal beberapa PKL yang bertahan dilokasi, sisanya dengan terpaksa harus "angkat kaki".

Kenapa ? Jawabnya sederhana saja, "Tidak ada pengunjung".

DUA LANTAI

Pasar Delitua berada di dua lantai pada bangunan yang sama.

Lantai 1 :

Diperuntukkan bagi pemilik kios/lapak lama, terdiri dari kios dan lapak.  Masing-masing lapak berukuran 2 x 2,5 meter tiap lapak, dilengkapi failitas: 1. Saluran Air (parit), 2. Meja Jualan Permanen (keramik), 3. Kran Air, 4. Tiang Gantungan (khusus penjual daging), 5. Pembatas Antar Lapak Permanen (beton). (Kios tidak dibahas)

[caption id="attachment_360546" align="aligncenter" width="300" caption="Lapak Pasar Delitua di Lantai 1"]

14289118881012471482
14289118881012471482
[/caption]

Lantai 2 :

Diperuntukkan bagi PKL dengan ukuran 1,5 x 1,5 meter tiap lapak, yaitu berupa lantai kosong dengan fasilitas : 1. Tanpa Saluran Air, 2. Meja (dibagikan secara gratis dan dipasang sendiri), 3. Tanpa Kran Air, 4. Pembatas berupa garis-garis kuning.

[caption id="attachment_360547" align="aligncenter" width="300" caption="Lapak Pasar Delitua di Lantai 2"]

142891197614760793
142891197614760793
[/caption]

Setelah berkeliling beberapa kali sambil mengamati di lokasi Pasar Delitua yang baru, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa :

1. Lantai 2 tidak pernah dimaksudkan untuk tempat berjualan, melainkan sebagai lokasi parkir.

2. Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Delitua lama tidak pernah direncanakan untuk direlokasi.

Dengan beberapa alasan, antara lain :

1. Pasar di lantai 1 (diberikan kepada pemilik lapak di pasar lama) ditempati oleh pedagang dengan berbagai macam jenis dagangan, mulai dari sayuran, rempah-rempah, buah, ikan, daging, pakaian, dan sebagainya. Sedangkan lantai 2 tidak diijinkan berjualan ikan dan daging.

Artinya, dari sisi ragam jenis barang dagangan, pasar di lantai 1 sudah sangat lengkap. Sehingga dapat dipastikan pembeli tidak perlu lagi mengunjungi lantai 2. Jadi bisa dikatakan, bila pembaca datang ke Pasar Delitua untuk membeli kebutuhan sehari-hari, pembaca tidak akan tertarik untuk mencarinya ke lantai 2.

Jadi wajar saja kalau pada hari ketiga sejak pasar ditempati, pedagang di lantai 2 tidak lagi dikunjungi oleh pembeli, karena lantai 1 sudah dipenuhi oleh pedagang.

Sulit bagi penulis untuk memahami cara berfikir pemerintah dalam hal ini, kecuali, mengatakan bahwa lantai 2 memang tidak pernah direncanakan untuk jadi pasar.

2. Pasar di lantai 2 hanya berupa lantai beton yang diberi batas-batas antar lapak dengan garis-garis kuning dan nomor-nomor. Selain meja model bongkar pasang, tidak ada fasilitas lain yang disediakan. Bahkan bila diperhatikan, di bagian pintu tangga pengunjung baik bagian barat mupun bagian timur, terdapat tulisan "PARKIR SEPEDA MOTOR", padahal tepat di bawah tulisan tersebut terdapat lapal-lapak yang bernomor (gambar 2). Kalaupun ada lokasi kosong itu adalah jalan, jadi apa maksud tulisan "PARKIR SEPEDA MOTOR" di atas tersebut ? Tulisan yang sama juga terdapat pada pintu masuk, baik pintu sebelah barat mupun pintu sebelah timur. Dari tulisan "PARKIR SEPEDA MOTOR" di kedua pintu ini, tentu pembaca bisa mengambil kesimpulan tentang fungsi lantai 2 tersebut.

[caption id="attachment_360550" align="aligncenter" width="300" caption="Tulisan "]

14289121541652245077
14289121541652245077
[/caption]

[caption id="attachment_360551" align="aligncenter" width="300" caption="Pintu masuk kendaraan menuju ke lantai 2."]

1428912233343041012
1428912233343041012
[/caption]

Ya..... bahwa lantai 2 sejak semula dimaksudkan untuk lapangan parkir bukan tempat berjualan.

3. Dari sisi kesehatan, lantai 2 sama sekali tidak memenuhi syarat sebagai tempat berjualan. Hari pertama saja, penulis menyaksikan keluhan beberapa pedagang. Debu yang memenuhi lokasi tersebut hanya berputar-putar di dalam gedung. Tidak ada perlengkapan atau fasilitas yang mendukung kebersihan ruangan tersebut agar bersih dari debu.

Bila memang dimaksudkan untuk Pasar, maka setidaknya saluran air dan kran air di beberapa lokasi menjadi salah satu hal yang tidak bisa diabaikan.  Dengan adanya saluran air dan kran air, pedagang bisa membersihkan lapak masing-masing, sehingga lokasi pasar yang berada di ruangan tertutup itu tidak dipenuhi debu yang beterbangan.

Namun karena memang lokasi ini tidak pernah dimaksudkan sebagai Pasar, maka tentu saja saluran air dan kran air tidaklah diperlukan.

Belum lagi asap kendaraan roda dua yang secara bebas berkeliaran sepanjang waktu, dan memang tidak ada larangan untuk itu. Walaupun roda empat hanya lewat pada pagi hari saat menghantarkan barang-barang dagangan saja, namun sudah cukup membuat udara di lokasi tersebut cukup rawan bagi kesehatan para pedagang dan pengunjung.

4. Tembok pembatas bagian dalam di lokasi "pasar" di lantai 2 dibuat cukup tinggi. Ketinggian tembok ini sangat baik bila lokasi tersebut dimaksudkan sebagai lokasi parkir roda empat maupun roda dua. Dengan tembok setinggi itu, memungkinkan asap kendaraan langsung naik ke atap yang diberi ventilasi di bagian ujungnya. Juga memberi kenyamanan bagi pedagang maupun pembeli di lantai 1 dari asap maupun kebisingan.

[caption id="attachment_360552" align="aligncenter" width="300" caption="Tembok pembatas di lantai 2."]

1428912317628332645
1428912317628332645
[/caption]

Bila dimaksudkan sebagai pasar kedua, tembok ini sama sekali tidak ada gunanya, justru seolah-olah menutupi keberadaan pasar di lantai 2 dari pengunjung di lantai 1. Bila  pada saat kunjungan pertama ke pasar Delitua pembaca mengunjungi pasar di lantai 1, pembaca tidak akan menyadari bahwa ada pasar di lantai 2, itu karena tembok yang di bangun di dalam gedung tersebut cukup tinggi.

Sewajarnya pasar-pasar atau plaza yang terdiri dari beberapa lantai, dimana pembuatan tembok bagian dalam biasanya memungkinkan pengunjung dari bawah dapat melihat aktifitas di lantai atas, dan sebaliknya pengunjung di lantai atas dapat melihat aktifitas di lantai bawah.

Jadi lokasi tersebut memang dimaksudkan untuk lokasi parkir, bukan pasar.

5. Idealnya, pasar yang terdiri dari 2 lantai harus diatur sedemikian rupa agar pengunjung "terpaksa" mengunjungi kedua lantai tersebut sesuai kebutuhannya.

Sebagai contoh : Lantai 1 dikhususkan untuk pedagang daging, ikan, dan barang-barang basah lainnya. Lantai 2 dikhususkan untuk pedagang kain, sayur, buah, dan semacamnya.

Dengan pembagian seperti contoh, maka kemungkinan pengunjung harus naik ke lantai 2 bila membutuhkan sayuran atau buah. Sehingga tidak ada diskriminasi bagi pedagang.

Penulis yakin pejabat dan para ahli yang ikut terlibat dalam pembangunan Pasar Delitua sangat memahami hal tersebut. Mereka yang terlibat pastilah melakukan perencanaan yang matang sebelum mulai melakukan pembangunan, agar bangunan bisa dikerjakan sesuai fungsi utamanya.

Namun karena tujuan pembuatan lantai 2 adalah sebagai tempat parkir, maka para ahli dan pekerja kontruksi membuat keadaan gedung seperti sekarang ini. Tapi belakangan lokasi inilah yang dijadikan tempat bagi penampungan para PKL. Siapa yang salah ? Entahlah !

6. Pedagang Kaki Lima tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan relokasi. Kalaupun ada yang mengaku wakil PKL yang ikut rapat-rapat koordinasi maupun rapat-rapat lain bersama para pejabat dan para ahli, dalam perencanaan pembangunan gedung tersebut, dapat diduga mereka bukanlah PKL dan sama sekali tidak mewakili PKL pasar Delitua.

7. Pendaftaran para PKL hanya dilakukan secara spontan, beberapa hari sebelum pembagian lapak. Keseriusan dalam pendaftaran para PKL tentu saja tidak dibutuhkan, karena memang tidak ada tempat yang benar-benar disediakan bagi mereka untuk mencari nafkah.

STRATEGI PENGUSIRAN PKL

Sejak awal, pemberian lapak jualan kepada PKL Delitua secara GRATIS merupakan strategi "tipu daya" untuk mengusir pedagang kaki lima dengan tidak menimbulkan perlawanan. Entah siapa yang "mendisain" namun strategi ini berjalan dengan baik dan cukup berhasil.

Namun perlu dipahami, persoalan tidaklah selesai, strategi ini akan menuai banyak persoalan baru. Korban strategi ini bukanlah kawanan gajah yang mengganggu lahan petani, bukan pula kumpulan geng motor yang membegal pengendara motor atau merampok toko-toko.

PKL adalah pedagang yang menyediakan kebutuhan orang-orang disekitarnya, sebagian besar menjual hasil lahannya, sebagian lagi mengepul dari pelosok-pelosok, untuk disediakan bagi penduduk kota Delitua maupun kota-kota di sekitarnya, agar orang-orang di kota itu tidak perlu bercocok tanam dalam memenuhi kebutuhannya. Semua itu dilakukan para PKL demi memenuhi kebutuhan hidupnya serta keluarganya. Mereka layak dihargai.

Pedagang Kaki Lima (PKL) pasar Delitua sejak awal memang dimaksudkan untuk diusir bukan direlokasi. Strategi pengusiran yang diterapkan oleh Pemda Deli Serdang terhadap PKL di pasar Delitua, memang berhasil menghindari aksi perlawanan dari para PKL, dan strategi ini layak diacungi jempol (jempol kaki biar besar), namun sebagai bangsa yang bermoral, strategi ini sangat tidak layak untuk ditiru.

PERSOALAN BARU

Beberapa persoalan baru yang timbul akibat dari "strategi pengusiran" ini, diantaranya :

1. Para PKL yang meninggalkan Pasar Lantai 2 memenuhi lorong pintu masuk yang paling strategis, sehingga mempersempit jalan masuk bagi pengunjung. Sebagian lagi berjualan di depan ruko-ruko yang belum buka. Hal ini menambah beban psikologis para petugas pasar, karena harus melakukan pengusiran setiap pagi.

[caption id="attachment_360555" align="aligncenter" width="300" caption="PKL dari Lantai 2 Pasar Delitua menempati lorong pintu pasar."]

14289126191576508318
14289126191576508318
[/caption]

[caption id="attachment_360556" align="aligncenter" width="300" caption="PKL dari lantai 2 Pasar Delitua menempati teras ruko."]

1428912737990750448
1428912737990750448
[/caption]

2. Bila lantai 2 memang akan dibuat pasar, maka idealnya lantai 1 dan lantai 2 harus diatur sedemikian rupa agar kedua pasar tersebut menyediakan jenis barang yang berbeda. Tapi hal ini akan menimbulkan ketidaksenangan para pemilik kios terhadap para PKL.

3. Bila lantai 2 tetap dilanjutkan sebagai pasar, fasilitas saluran air, kran air dan beberapa fasilitas lain sebagaimana layaknya sebuah pasar, harus dibangun kembali.

4. Strategi ini juga berpotensi "membenturkan" para pedagang dengan pengelola pasar di lokasi tersebut. Petugas-petugas di pasar Delitua, baik yang PNS maupun honorer sebagian besar berasal dari daerah sekitar Delitua, mereka rata-rata akrab dengan para pedagang termasuk terhadap PKL. Akan sangat mungkin terjadi kesalahpahaman di antara kedua pihak. Petugas pengelola pasar Delitua yang tidak tahu menahu asal-usul "strategi pengusiran" ini bisa menjadi sasaran ketidakpuasan para pedagang.

Saya masih berharap, tulisan ini benar-benar salah sepenuhnya. Namun faktanya dari sekitar 400-an pedagang di lantai 2 Pasar Delitua, sudah meninggalkan lokasi tersebut. Kalau pun ada beberapa orang yang masih berjualan di sana, entah apa motifasinya, mengingat tidak ada pengunjung yang datang.

Kenapa butuh lokasi parkir seluas itu ?

Kalau diperhatikan, Pasar Tradisional Delitua hanyalah sebagian kecil saja dari total bangunan yang dibangun di lokasi tersebut. Pasar ini dikelilingi oleh ratusan ruko-ruko untuk dijual ke masyarakat dengan harga 400-an juta sampai miliaran rupiah. Di bagian depan juga bakal ada swalayan, dan di bagian belakang sudah direncanakan pembangunan ratusan ruko lagi.

Lokasi ini lebih pantas disebut sebagai  Komplek Pertokoan daripada Pasar.

Lokasi parkir yang ada di pinggir jalan dipastikan tidak akan cukup menampung kendaraan yang beraktifitas di lokasi tersebut, jadi wajar saja dibangun lokasi parkir tersendiri, dan lokasi tersebut sudah tersedia tepat di atas Pasar Delitua.

BERILAH SOLUSI YANG BIJAK

Sampai tulisan ini diposting, belum ada keputusan dari pemerintah Deli Serdang akan nasib para PKL di Delitua. Kita berharap Pemerintah memberikan solusi terbaik dan bijaksana bagi seluruh pedagang di Pasar Delitua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun