Mohon tunggu...
Ghofiruddin
Ghofiruddin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis/Blogger

Seorang pecinta sastra, menulis puisi dan juga fiksi, sesakali menulis esai nonfiksi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Catatan Seorang Mbambung (Edisi Januari 2015-Bagian Tiga)

15 November 2021   09:00 Diperbarui: 15 November 2021   09:14 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Abdullah Al Masud RAJA dari Pixabay

Nafas Bergidik

berisik!

mereka sedang asyik.

tenangku jadi tercabik.

asap rokok kian teracik,

nafasku bergidik.

makanan.

minuman.

wajah-wajah ancik terekam.

suara-suara menghitam.

senja kian meremang.

gemericik,

tapi bukan hujan.

aku diam dengan kejam,

tertunduk.

(Trenggalek, 16 Januari 2015)

Huza dan Wafa

dua orang pemuda desa,

huza dan wafa.

yang satu potongan bagai tentara,

yang lain kurus tinggi

menjulang kelihatan iganya.

mereka berlari mengikuti seorang pria.

menikmati pagi yang berkabut manja.

sepuluh kilo pun tiada berasa.

lelah disemayamkan oleh indahnya suasana,

pemandangan hijau sawah sungguh mempesona,

baru ditanam oleh petani yang perkasa.

luar biasa.

penat tak terlihat di wajah mereka.

jalanan sungguh ramai,

berseliweran manusia dengan deru motornya.

banyak gadis cantik jelita,

sedap dipandang mata yang membara.

entah kalau untuk dicinta.

keindahannya mungkin berdusta

lagi menyiksa.

(Trenggalek, 21 Januari 2015)

Ingin Mengembara

 

di sini-sini saja

dan tidak ada asyiknya.

aku ingin mengembara,

menjelajahi wilayah asing

di seberang samudra,

menapaki kota-kota

paling bersejarah di dunia,

menggali ilmu pengetahuan

yang berharga.

tak pernah 'ku beranjak dari pulau jawa,

pulau sejuta kenangan dan pesona.

tapi aku bosan,

karena hidupku begitu itu saja.

paling jauh hanyalah cirebon kota,

belum merangsek sampai ke ibukota,

ibukota negara yang penuh suka,

tapi berlapis derita tiada tara.

sungguh,

aku ingin menikmati madura,

menjejakkan kakiku di pulau sumatra,

mengikuti jejak kawanku di papua,

mengajar seperti temanku di pulau sumba.

aku rindu bumi nusantara,

walaupun aku belum pernah menjamahnya.

ingin dan sangat amat hasratku

menghirup udara di pulau yang berbeda.

alangkah luar biasanya

cerita yang pernah kubaca,

bertemu dengan manusia manca,

beda bahasa dan beda pula tabiatnya.

mencoba menyibak

mengapa kita begitu sengsara

hingga bangsa asing merajalela.

(Trenggalek, 21 Januari 2015)

Kontemplasi Rindu

 

eka,

aku rindu kamu.

bayanganmu membawaku ke dalam nirwana.

wajahmu beremanasi dalam nafsu yang gulita.

aku siap menyambut derita.

lewat sebuah ungkapan yang menyesakkan dada,

aku bertanya

apakah engkau 'kan menjawabnya?

aku membeku,

tapi dingin tak kau rasa.

aku mendidih,

walau panas tiada bernyawa.

jiwaku tersiksa.

mengapa mendadak engkau begitu berharga.

engkau ada

di dalam kehampaan yang meronta,

berderai disergap heningnya sukma,

digerayangi tangan-tangan yang nelangsa.

untuk apa aku bertanya?

aku rasa untuk tiada.

(Trenggalek, 21 Januari 2015)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun