"Bhanu..." kata Amaranggana lirih seraya meraih tangan kanan Bhanu. Digenggamnya telapak tangan kanan Bhanu dengan kedua telapak tangan Amaranggana. Disentuhkannya tangan Bhanu ke pipinya, kemudian Amaranggana menciumi punggung telapak tangan Bhanu. Ada air mata yang jatuh ke tangan kekar itu.
Tubuh Bhanu bergetar, tetapi ia membiarkannya.
"Malam ini Bhanu. Malam ini, ambilah kesucianku, aku bersedia menyerahkannya padamu, Bhanu," kemudian tangis Amaranggana pecah dan menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Bhanu, mendekapnya erat.
"Amaranggana..." bisik lembut Bhanu di telinga Amaranggana, sambil melepaskan pelukannya dan dengan lembut perlahan mendorong tubuh Amaranggana. Tangan kiri Bhanu meraih bahu kanan Amaranggana, tangan kanannya dibiarkan kembali digenggam gadis itu.
"Amaranggana, tatap aku," pinta Bhanu lembut.
Amaranggana menggeleng pelan, ia tak mampu menatap wajah Bhanu, tangisnya menderas. Bahunya naik turun. Matanya terpejam.
"Amaranggana, buka matamu. Tatap mataku, sejenak saja," Bhanu kembali meminta. "Benarkah ucapmu tadi? Bersediakah? Relakah? Tak salahkah pendengaranku?"
Amaranggana membuka matanya, melihat wajah Bhanu, menatap matanya, kemudian mengangguk pelan, "Iya Bhanu. Tak apa. Aku bersedia, Bhanu."
Bhanu melepaskan tangan kirinya dari bahu Amaranggana, menarik tangan kanannya, menjauh beberapa langkah dari Amaranggana. Bhanu memutar tubuh membelakangi Amaranggana, sambil kedua tangannya menarik rambutnya sendiri ke belakang. Wajahnya mendongak, menatap langit. Tak ada bintang!
Amaranggana diam terpaku, hanya mampu menatap punggung Bhanu. Ia sadar kalau ia salah. Bhanu marah, dan ia tahu, jika marah, Bhanu tak akan langsung marah di hadapannya.
Bhanu menarik napas, matanya tetap menatap langit.