Mohon tunggu...
Riva Renoza
Riva Renoza Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Cuma sekadar ingin menulis - melepas kata-kata, karena hidup tidak selalu baik-baik saja, pun berbagi pemikiran yang mungkin tidak penting.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Pada Temaram Malam

5 September 2022   07:09 Diperbarui: 17 September 2022   00:40 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bhanu..." kata Amaranggana lirih seraya meraih tangan kanan Bhanu. Digenggamnya telapak tangan kanan Bhanu dengan kedua telapak tangan Amaranggana. Disentuhkannya tangan Bhanu ke pipinya, kemudian Amaranggana menciumi punggung telapak tangan Bhanu. Ada air mata yang jatuh ke tangan kekar itu.

Tubuh Bhanu bergetar, tetapi ia membiarkannya.

"Malam ini Bhanu. Malam ini, ambilah kesucianku, aku bersedia menyerahkannya padamu, Bhanu," kemudian tangis Amaranggana pecah dan menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Bhanu, mendekapnya erat.

"Amaranggana..." bisik lembut Bhanu di telinga Amaranggana, sambil melepaskan pelukannya dan dengan lembut perlahan mendorong tubuh Amaranggana. Tangan kiri Bhanu meraih bahu kanan Amaranggana, tangan kanannya dibiarkan kembali digenggam gadis itu.

"Amaranggana, tatap aku," pinta Bhanu lembut.

Amaranggana menggeleng pelan, ia tak mampu menatap wajah Bhanu, tangisnya menderas. Bahunya naik turun. Matanya terpejam.

"Amaranggana, buka matamu. Tatap mataku, sejenak saja," Bhanu kembali meminta. "Benarkah ucapmu tadi? Bersediakah? Relakah? Tak salahkah pendengaranku?"

Amaranggana membuka matanya, melihat wajah Bhanu, menatap matanya, kemudian mengangguk pelan, "Iya Bhanu. Tak apa. Aku bersedia, Bhanu."

Bhanu melepaskan tangan kirinya dari bahu Amaranggana, menarik tangan kanannya, menjauh beberapa langkah dari Amaranggana. Bhanu memutar tubuh membelakangi Amaranggana, sambil kedua tangannya menarik rambutnya sendiri ke belakang. Wajahnya mendongak, menatap langit. Tak ada bintang!

Amaranggana diam terpaku, hanya mampu menatap punggung Bhanu. Ia sadar kalau ia salah. Bhanu marah, dan ia tahu, jika marah, Bhanu tak akan langsung marah di hadapannya.

Bhanu menarik napas, matanya tetap menatap langit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun