Mohon tunggu...
Riva Renoza
Riva Renoza Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Cuma sekadar ingin menulis - melepas kata-kata, karena hidup tidak selalu baik-baik saja, pun berbagi pemikiran yang mungkin tidak penting.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Pada Temaram Malam

5 September 2022   07:09 Diperbarui: 17 September 2022   00:40 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya, karena sesungguhnya setiap napasmu menitipkan jejak, dan jiwa ini lelah karenanya. Di setiap ingatanku, Amaranggana, kisah denganmu adalah kebahagiaan, ia membekas, sekarang bekasnya meninggalkan ruang-ruang pedih di sini," kata Bhanu sambil meletakkan tangan kanannya di dada sebelah kirinya. "Saat ini, semua telah tergantikan hanya oleh satu keinginan, menjauh darimu, itu saja.”

"Apakah nanti setelah kau di sana, dalam kesunyian itu, masih hendak ingatkah kau tentangku, Bhanu?" untaian tanya dari Amaranggana itu memecah kesenyapan. Sebab sedari tadi, Bhanu dan Amaranggana hanya saling pandang dalam diam.

Bhanu tersenyum sejuk sambil menatap teduh mata indah Amaranggana, gadis berparas ayu yang tidak lama lagi hendak ditinggalkannya. Berat memang, tapi harus tetap ia lakukan. Ini bukan soal jumpa yang selalu berkawan dengan pisah. Ini soal rasa yang terkoyak saat pujaan hati tak dapat ia rengkuh.

Sejenak kembali senyap, seolah meminta temaram malam menyiapkan waktu untuk perpisahan mereka.

"Kau tahu, Amaranggana? Andai saja ada sebuah tempat di bumi ini yang bisa aku singgahi untuk meniadakanmu dari ingatanku, aku pasti mendatanginya."

"Tapi kenapa, Bhanu?" tanya Amaranggana sedikit terhenyak, "kau ingin menghapus semuanya? Kisah kita?"

"Amaranggana, sesungguhnya setiap napasmu menitipkan jejak, dan jiwa ini lelah karenanya. Di setiap ingatanku, Amaranggana, kisah denganmu adalah kebahagiaan, ia membekas, sekarang bekasnya meninggalkan ruang-ruang pedih di sini," kata Bhanu sambil meletakkan tangan kanannya di dada sebelah kirinya, "saat ini, semua telah tergantikan hanya oleh satu keinginan, menjauh darimu, itu saja."

Amaranggana menghela napas, perlahan menundukkan kepala, jiwanya tersudut.

"Tahukah kau, Amaranggana?" Bhanu mengangkat dagu Amaranggana lembut, arah mata gadis itu menuju mata Bhanu, "Amaranggana adalah satu-satunya wajah yang tersimpan dalam setiap helaan napas Bhanu. Amaranggana adalah bidadari mata indah yang menemani hari-hari Bhanu selama 21 tahun ini. Sejak kecil, Amaranggana tak pernah bermain sendiri, bukan? Selalu ada Bhanu yang menemani Amaranggana."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun