Mohon tunggu...
Ghania Zhafira
Ghania Zhafira Mohon Tunggu... Lainnya - XI MIPA 4 (14)

SMAN 28 Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Cerpen: The God of Love

23 November 2020   16:00 Diperbarui: 23 November 2020   19:12 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jangan menimbulkan suara saat menggunakan peralatan makan, angkat dagumu setiap kali berbicara, duduk dan jalan dengan anggun, jangan permalukan Ibu.”

Psyche hanya menganggukkan kepala asal tanpa peduli saat mendengar petuah ibunya. Tepat hari ini, seorang bangsawan terpandang yang entah siapa namanya melamar dirinya, dan mereka akan melangsungkan pertemuan keluarga di taman depan rumahnya. Psyche tidak pernah mengenal orang tersebut, tapi berdasarkan desas-desus pelayan di rumahnya, orang yang melamarnya itu sudah berumur kepala empat dan memiliki 2 istri lainnya.

Yah, tapi bukankah bagi orangtuanya, yang penting adalah seberapa banyak harta dan seberapa terpandang statusnya?

“Setelah bertahun-tahun hanya terkurung di dalam rumah, kamu harusnya bersyukur akhirnya menikahi seorang grand duke. Di mana senyummu, Psyche?” Ibunya mengangkat dagu Psyche untuk melihat raut wajah gadis itu. Dengan terpaksa, Psyche menarik kedua ujung bibirnya tanpa minat.

“Jangan bersikap seperti ini di pertemuan nanti. Kamu harus bersikap manis agar calon suamimu tidak membatalkan lamarannya. Tidak ada laki-laki yang ingin menikahi perempuan pembangkang.”

Aku juga tidak mau menikahi orang itu, batin Psyche kesal.

Ibunya akhirnya pergi keluar dari kamar Psyche dan mengunci pintunya. Psyche bertopang dagu di depan jendela kamarnya yang besar. Matanya menerawang pada pertemuan terakhirnya dengan Eros. 

Sudah sebulan lamanya, Psyche benar-benar tidak pernah bertemu lagi dengan Eros dan tidak ada kabar apapun darinya. Kalau boleh jujur, Psyche merasa amat kesepian karena Eros adalah satu-satunya teman yang dia miliki sejak lahir, mengingat orangtuanya tidak pernah membiarkannya keluar dari rumah barang selangkah pun.

Mata Psyche mengedip saat dia melihat sesuatu di antara bayangan matahari. Sebuah bayangan besar yang terbang, dan entah kenapa bergerak mendekat ke arahnya. Psyche refleks mundur beberapa langkah. Tak lama, bayangan itu sudah berdiri di depan jendelanya.

PRANGG!!

Psyche hampir menjerit ketika jendela kamarnya itu hancur berkeping-keping hanya dengan sebuah kepalan tangan. Bayangan seorang manusia dengan sayap itu kini berjalan ke arahnya, dan hanya dengan postur tubuhnya, Psyche dapat langsung mengenali orang tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun