“Memang tidak pernah,” jawab Psyche. “Makanya kubilang pertama kali. Omong-omong, memang nyaman diikat seperti itu? Kalau aku sepertinya sudah menangis.” Perkataan itu membuat Eros sadar kembali akan kondisinya.
“Aku bisa membebaskanmu,” sahut Psyche. “Tapi aku tidak percaya padamu. Pertama, aku tidak tahu kamu siapa dan makhluk apa. Kedua, tidak ada makhluk normal yang diam-diam datang ke rumah seseorang dengan membawa panah dan eh… seekor kambing?”
“Aku tidak punya tujuan jahat.”
“Seorang iblis pernah mengatakan hal yang sama padaku sebelum dia membakar gudang rumah kami.”
“Tapi aku bukan iblis,” kilah Eros. Otaknya berputar untuk mencari kebohongan yang tepat. “Dengar, aku memiliki tugas mulia yang dikirimkan oleh dewa terkuat, Zeus. Kamu tidak akan mau berurusan dengannya kalau menghalangiku.”
Eros menunjukkan sebuah petir kebiruan di tangannya, yang tentunya merupakan hasil curian dari ruang kerja Zeus yang sering dia masuki diam-diam. Ia tidak menyangka bahwa perbuatan nakalnya akan amat menguntungkan di situasi ini.
Psyche mengangkat sebelah alisnya sebelum akhirnya memencet sebuah tombol di dinding dekatnya. Saat itu juga, tali yang mengukung Eros langsung menghilang dan laki-laki itu pun terjatuh, mengakibatkan ringisan kecil keluar dari mulutnya.
“Jadi? Apa tugasmu?” tanya Psyche.
“Itu rahasia, manusia biasa tak berhak tahu.”
“Aku bukan manusia biasa, aku bisa melihat makhluk halus sepertimu dan aku sudah membebaskanmu. Di dunia ini ada yang namanya hutang budi.”
Eros menghela napas. Awalnya dia berpikir Psyche hanyalah seorang gadis bangsawan biasa yang kebetulan memiliki wajah sempurna. Namun harusnya dia tahu, dari saat di mana Psyche berkata bahwa dia bisa melihat makhluk tak kasat mata, gadis ini jelas berbeda dari pikiran awalnya.
◦◦◦◦◦