Mohon tunggu...
Geugeut Nyarikawanti Surahmat
Geugeut Nyarikawanti Surahmat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sains Data Telkom University Purwokerto

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sikap Bijak Audiens Dalam Menanggapi Kasus Bullying: Studi Kasus Audrey

11 Desember 2024   18:54 Diperbarui: 11 Desember 2024   18:54 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

1. Pendahuluan

  1. Latar belakang

Kasus bullying yang dialami oleh Audrey, seorang siswi SMP asal Pontianak, pada tahun 2019 menarik perhatian publik secara luas di Indonesia. Kasus ini menjadi sorotan nasional karena tidak hanya mengungkap realitas kekerasan fisik dan verbal yang terjadi di kalangan remaja, tetapi juga menunjukkan bagaimana media sosial dapat menjadi ruang amplifikasi untuk membahas isu ini.

Kasus Audrey menunjukkan betapa cepatnya opini publik terbentuk di era internet saat ini. Kemajuan teknologi informasi memungkinkan setiap kejadian menjadi viral dan menarik perhatian banyak orang dalam waktu singkat. Kasus Audrey, yang awalnya hanya diketahui oleh sebagian orang, dengan cepat menjadi perhatian publik. Kecepatan penyebaran informasi ini menggambarkan bagaimana pendapat yang dibagikan di internet, baik positif maupun negatif, dapat membentuk pandangan masyarakat.

Fenomena ini juga menghadirkan tantangan baru dalam mengelola informasi, masalah etika dalam penyebaran berita, serta dampaknya terhadap individu atau kelompok yang terlibat. Opini publik di era digital kini terbentuk dengan cepat dan dapat langsung mempengaruhi respons serta pandangan sosial secara luas.

  1. Pernyataan Masalah

Opini penghakiman yang dilontarkan oleh publik tanpa pertimbangan yang matang dan pengecekan fakta yang mendalam dapat berujung pada kasus perundungan. Di era digital, penyebaran informasi yang cepat sering kali membuat publik terburu-buru dalam memberikan penilaian terhadap suatu peristiwa atau individu. Kurangnya verifikasi terhadap fakta dan informasi yang beredar menyebabkan kesalahan dalam penilaian yang dapat merugikan pihak-pihak yang terlibat. Fenomena ini semakin diperburuk dengan kecenderungan orang untuk lebih mudah menilai dan menghakimi tanpa memahami konteks secara menyeluruh, yang pada akhirnya berpotensi menciptakan perundungan atau dampak psikologis yang serius bagi korban.

  1. Tujuan Artikel

Dibuatnya artikel ini bertujuan memberikan gambaran tentang sikap bijak audiens dalam menanggapi kasus bullying melalui analisis kasus Audrey, serta memberikan solusi preventif dan represif.

2. Isi

Bully atau bullying adalah sebuah bentuk kekerasan. Dalam hal ini, seseorang yang berperilaku bully bertujuan untuk melukai dan merendahkan orang lain secara fisik, verbal, ataupun emosional. Tindakan ini harus dilarang sebab dapat mengakibatkan efek psikologis yang berat, menurunkan harga diri, dan menimbulkan trauma. Terdapat beberapa bentuk perbuatan yang dapat disebut bullying seperti Sn bullying, menjelek-jelekkan, melecehkan dan menganjing, atau menghina seseorang, pin bullying, memukul, menendang dan menghajar seorang atau beberapa yan lain, dan bullying sosial, yaitu pengucilan dan peredaran berita kotor mengenai orang tertentu. Salah satu contoh kasus bullying yang cukup besar di Indonesia yakni Kasus Audrey, seorang remaja yang mengalami perundungan baik secara virtual maupun di kehidupan nyata. Di dalam kasus ini Audrey mendapat banyak serangan fisik dan psikologis oleh teman-temannya sehingga menimbulkan banyak trauma dan efek negatif mengenai bully, banyak orang perhatian mengenai hal ini. Hal ini menggambarkan pentingnya kesadaran tentang bahaya perilaku bullying dan upaya pencegahan supaya hal tersebut tidak terulang.

  • Kronologi Viral Kasus Audrey

Pada berita yang sedang viral,  Audrey adalah seorang remaja yang terlihat dalam video berdurasi dua menit, yang diupload di Youtube pada Oktober 2019 dan menjadi berita hangat. Di dalam video tersebut, Audrey dilihat sedang diejek oleh teman-temannya, perhatian dari masyarakat semakin meledak saat banyak berargumen dan mulai mempublikasikan dukungan bagi pihak Audrey. Hal ini mendapatkan perhatian luas dari masyarakat, media, dan juga pihak berwenang yang menuntut keadilan bagi Audrey. 

  • Kronologi Asli Kasus Audrey

Namun, setelah penyelidikan lebih lanjut, kronologi asli dari kasus ini akhirnya terungkap. Ternyata, kejadian yang viral itu berawal dari konflik pribadi antara Audrey dan beberapa teman kelasnya, yang kemudian menjadi aksi bullying. Dalam beberapa versi cerita, konflik tersebut dipicu oleh masalah kecil yang diperburuk dengan tindakan provokasi dan perundungan, baik secara langsung maupun lewat media sosial. Audrey mengaku mengalami kekerasan fisik dan psikologis, namun pihak-pihak yang terlibat juga memberikan penjelasan yang berbeda mengenai insiden tersebut. Kejadian tersebut akhirnya diselesaikan secara hukum, dengan pihak-pihak yang terlibat diberi sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku, meskipun proses hukum sempat terjadi perdebatan di masyarakat mengenai keadilan dan penyelesaian yang tepat.

  • Solidaritas Besar melalui Tagar #JusticeForAudrey dan Petisi

Melalui penggunaan tagar #JusticeForAudrey di media sosial, banyak masyarakat yang menunjukkan solidaritas dengan kasus Audrey. Hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat peduli dan menginginkan agar para pelaku bully dan hate speech diberikan sanksi yang setimpal. Dari sini, masyarakat juga mendukung moral kepada Audrey beserta keluarga dan mengajak masyarakat untuk lebih waspada terhadap perundungan di kalangan remaja. 

  • Reaksi Terlalu Cepat yang Justru Balik Merundung Terduga Pelaku 

Namun, reaksi dari audiens terlalu cepat dalam menghakimi terduga pelaku, tanpa memeriksa fakta terlebih dahulu secara mendalam. Beberapa pihak justru membalikkan perundungan kepada pelaku dengan menyerang mereka di media sosial, yang semakin memperburuk situasi. Reaksi seperti ini menunjukkan bahwa respon emosional yang berlebihan dapat memperburuk keadaan dan menambah ketegangan sosial, tanpa melalui proses hukum yang seharusnya.

  • Solusi Alternatif

  1. Keadilan Restoratif

Dalam kasus Audrey ini, keadilan restoratif dapat diimplementasikan melalui proses diversi, yaitu pengalihan penanganan kasus dari proses hukum formal ke penyelesaian secara musyawarah. Ini juga mencakup pertimbangan hak-hak anak dan dampak sosial dari tindakan mereka.Restorative justice mengutamakan dialog dan mediasi antara korban dan pelaku, dengan melibatkan keluarga dan masyarakat sekitar, untuk mencari solusi yang dapat memperbaiki situasi dan memberikan kesempatan bagi pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.

  1. Pencegahan Lingkungan Negatif

Sangat penting dalam mencegah perilaku bullying. Lingkungan yang dipenuhi dengan kekerasan, narkoba, itu dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya bullying. Oleh karena itu, keluarga maupun lingkungan itu sangat berperan aktif dalam menciptakan lingkungan positif bagi anak-anak.Dengan menciptakan lingkungan yang positif, mendukung perkembangan emosi dan sosial siswa, serta melibatkan berbagai pihak (sekolah, orang tua, masyarakat) yang dapat mengurangi risiko terjadinya perundungan dan menciptakan komunitas yang lebih inklusif dan saling menghargai. Pencegahan yang tepat akan meminimalkan dampak negatif bullying dan membantu korban seperti Audrey untuk pulih dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan mendukung.

  1.   Komunikasi terbuka

Pentingnya komunikasi antara orang tua dan anak. Dengan saling menjaga komunikasi satu sama lain, anak-anak akan lebih nyaman untuk berbagi masalah yang mereka alami.Komunikasi terbuka adalah solusi alternatif yang sangat berpotensi efektif dalam menangani kasus bullying, termasuk kasus yang dialami Audrey. Dengan menciptakan ruang aman untuk berbicara, mendengarkan secara empatik, dan melibatkan berbagai pihak, seperti keluarga, guru, dan teman sebaya, kita dapat membantu korban untuk pulih dan pelaku untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka. 

  1. Sanksi yang Mendidik

memberikan sanksi kepada pelaku bullying yang sesuai, misalnya kerja sosial, permintamaafan terbuka, atau konseling wajib. Jika ada puhak yang salah dituduh, penting untuk memulihkan  nama baik mereka secara adil.

  1. Revisi kebijakan

Memperkuat regulasi tentang bullying dan perundungan di dunia nyata, termasuk mempercepat penanganan hukum yang melibatkan anak-anak. Mendorong platform media sosial untuk lebih proaktif dalam menangani pnyebaran konten yang berpotensi memprovokasi atau menimbulkan dampak negatif.

  • Upaya Preventif

Mencegah bullying di lingkungan universitas memerlukan pendekatan yang komprehensif, dengan menitikberatkan pada kematangan emosional, kesadaran sosial, serta penerapan kebijakan yang tegas dan berkelanjutan. Beberapa langkah preventif yang dapat dilakukan antara lain:

  1. Sosialisasi Nilai-nilai Anti-Bullying

Mengadakan sosialisasi secara berkala melalui seminar, diskusi, atau media kampus untuk menanamkan nilai-nilai anti-bullying, seperti rasa hormat, toleransi, dan empati, di kalangan mahasiswa, dosen, dan staf.

  1. Kebijakan Anti-Bullying yang Tegas

Universitas perlu menetapkan kebijakan tertulis yang jelas terkait larangan bullying, termasuk definisi, contoh perilaku yang termasuk bullying, dan sanksi yang akan diberikan. Kebijakan ini harus disosialisasikan kepada seluruh civitas akademika.

  1. Membentuk Komite atau Satgas Anti-Bullying

Membentuk komite atau satgas khusus yang bertugas menangani laporan kasus bullying, memberikan edukasi, serta memastikan tindak lanjut atas setiap laporan yang diterima.

  1. Pelatihan Keterampilan Sosial dan Emosional

Memberikan pelatihan kepada mahasiswa terkait pengelolaan emosi, pengembangan empati, keterampilan komunikasi yang asertif, serta cara menyelesaikan konflik secara konstruktif.

  1. Dukungan Psikologis dan Konseling

Menyediakan layanan konseling yang mudah diakses oleh mahasiswa untuk mendukung kesehatan mental mereka, terutama bagi korban, pelaku, maupun saksi bullying.

  1. Membangun lingkungan yang positif

Menciptakan lingkungan yang inklusif dan suportif melalui kegiatan yang mendorong interaksi positif, seperti kerja sama dalam proyek akademik maupun non-akademik.

  1. Menyediakan saluran pelaporan bagi yang mengalami atau menyaksikan bullying

Menyediakan saluran pelaporan yang aman, rahasia, dan mudah diakses oleh korban atau saksi bullying, sehingga mereka dapat melapor tanpa takut akan konsekuensi negatif.

  1. Membuat kegiatan yang mendorong kebersamaan

Universitas dapat mengadakan kegiatan yang bersifat inklusif, seperti program sosial, olahraga bersama, atau kompetisi antarmahasiswa, untuk mempererat hubungan dan mengurangi potensi konflik.

  1. Program bimbingan dan Mentorship

Mengembangkan program bimbingan antara mahasiswa senior dan junior sebagai sarana membangun solidaritas serta memberikan dukungan kepada mahasiswa baru dalam proses adaptasi mereka di lingkungan kampus.

  • Upaya Represif

  1. Proses Hukum  

Penindakan hukum terhadap pelaku yang diberi sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku, meskipun ada pertimbangan usia pelaku yang sebagian besar masih di bawah umur. Proses hukum terhadap pelaku di bawah umur biasanya dilakukan dengan pendekatan yang berbeda sesuai dengan prinsip perlindungan anak. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak dan sistem peradilan anak yang mengutamakan rehabilitasi dan pembinaan dibandingkan hukuman retributif.

  1. Pendampingan Psikologis terhadap Korban

Korban perlu mendapatkan pendampingan psikologis untuk membantu pemulihan traumanya. Pendampingan psikologis membantu korban mengatasi trauma dengan memberikan dukungan emosional dan membangun kembali rasa aman. Pendampingan psikologis membantu korban mengatasi trauma dengan memberikan dukungan emosional dan membangun kembali rasa aman. Proses ini juga bertujuan memulihkan kepercayaan diri dan mendorong korban untuk melanjutkan hidup dengan lebih baik. Dukungan dari psikolog atau komunitas dapat mempercepat pemulihan dan meringankan beban emosional yang dirasakan.

  1. Peningkatan Kerja Sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

KPAI dan lembaga perlindungan anak lainnya dapat aktif memantau kasus bullying dan memberikan rekomendasi terkait penanganan kasus serta pendampingan psikososial bagi korban dan keluarganya. Peningkatan kerja sama dengan KPAI juga dapat memperkuat kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak. Dengan adanya kolaborasi antara KPAI dan lembaga lainnya, diharapkan penanganan kasus bullying menjadi lebih cepat dan tepat, serta dapat mencegah terjadinya kekerasan serupa di masa depan. Selain itu, dukungan psikososial bagi korban akan membantu mereka pulih dan kembali merasa aman, sementara keluarga juga mendapatkan bimbingan untuk mendampingi anak mereka dengan lebih baik. Kerja sama ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih peduli dan ramah bagi anak-anak.

  1. Peran Pemerintah

Pemerintah melakukan sosialisasi terkait aturan hukum anti-bullying, meninjau ulang undang-undang yang relevan, serta memperketat pengawasan di media sosial dan lingkungan sekolah. Pemerintah juga berperan dalam memberikan dukungan bagi korban bullying melalui layanan konseling dan rehabilitasi. Selain itu, pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti sekolah, lembaga sosial, dan komunitas, untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung pencegahan bullying. Upaya ini juga mencakup peningkatan kesadaran masyarakat akan dampak negatif bullying serta pentingnya saling menghormati dan menghargai perbedaan di berbagai aspek kehidupan.

  1. Konseling wajib bagi pelaku

Pelaku diharuskan mengikuti program konseling untuk memahami dampak tindakan mereka terhadap korban. Pelaku diharuskan mengikuti program anti-bullying atau pelatihan empati di bawah pengawasan pemerintah atau lembaga terkait. Program ini harus diawasi oleh lembaga resmi untuk memastikan bahwa pelaku tidak mengulangi kesalahan serupa.

  1. Sanksi sosial

Pelaku diwajibkan meminta maaf secara terbuka kepada korban dan keluarganya, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Jika pelaku juga menyebarkan video atau konten provokatif di media sosial, konten tersebut harus dihapus secara permanen, dengan pengawasan hukum.

  1. Pengawasan media sosial

Jika kasus ini melibatkan perundungan di media sosial, pelaku dapat dikenai pasal dalam UU ITE. Akun media sosial yang digunakan untuk menyebarkan konten neatif dapat diblokir permanen oleh pihak berwenang.

  1. Pemantauan jangka panjang

Setelah pelaku menjalani sanksi, perlu ada monitoring untuk memastikan mereka tidak kembali melakukan kegiatan serupa. Melibatkan polisi, psikolog, sekolah, dan masyarakat dalam memastikan efek jera yang efektif.

3. Penutup

  • Kesimpulan

Kasus bullying Audrey menunjukkan betapa pentingnya sikap bijak audiens dalam menanggapi peristiwa tersebut. Audiens harus mendukung korban, menghargai proses hukum, dan tidak memperkeruh keadaan dengan komentar yang tidak membangun. Di sisi lain, upaya preventif dan represif juga sangat penting untuk mengatasi masalah bullying di masyarakat. Dengan edukasi yang tepat, dukungan kepada korban, serta penegakan hukum yang tegas, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan bebas dari bullying.

  • Saran cara bersikap yang seharusnya

-Mengambil Tindakan yang Tepat

Jika merasa terancam atau tertekan, korban harus tahu kapan dan bagaimana melaporkan bullying tersebut, baik kepada pihak sekolah, orang tua, atau pihak berwenang lainnya. Ini bisa membantu mencegah bullying yang lebih lanjut.

-Mengakui Kesalahan

 Pelaku harus menyadari bahwa tindakan mereka salah dan berdampak buruk bagi korban. Kesadaran ini penting untuk mencegah terulangnya perbuatan tersebut.

-Bertindak Secara Proaktif

Jika orang tua mengetahui bahwa anak mereka menjadi korban bullying, mereka harus segera mengambil tindakan dengan melibatkan pihak sekolah, konselor, atau bahkan pihak berwenang jika diperlukan.

-Menerapkan Kebijakan Anti-Bullying

Sekolah harus memastikan bahwa ada kebijakan yang jelas mengenai bullying dan sanksi yang berlaku. Kebijakan ini harus disosialisasikan dengan baik kepada seluruh siswa dan staf sekolah.

-Memberikan Dukungan

Teman-teman bisa memberikan dukungan emosional kepada Audrey dan membantu korban merasa tidak sendirian. Mereka bisa memberikan rasa aman dan menunjukkan bahwa mereka mendukung Audrey.

-Mendorong untuk Melapor

Teman-teman juga bisa mendorong Audrey untuk melapor jika dia merasa tertekan, dan membantu menghubungkan korban dengan pihak yang bisa memberikan bantuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun