Mohon tunggu...
Getha Dianari
Getha Dianari Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Tunggu sesaat lagi, saya akan menulis lagi.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Di Balik Pesona Lembang

6 Januari 2019   08:55 Diperbarui: 18 Januari 2019   21:11 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena sejuk dan strategis, Lembang dalam ingatan sejarah ayah adalah tempat bertengger villa-villa orang Belanda. Mereka mendirikan kebun-kebun teh, pertanian sayur-mayur, dan peternakan sapi. Setelah Indonesia merdeka, mereka menaturalisasi diri menjadi orang Indonesia agar bisa menetap. Peninggalan villa, kebun, pertanian, serta peternakan itu sampai sekarang tidak ada yang berubah, yang ada semakin berkembang.

Petani-petani tergusur modernisasi

Suatu hari saya bersama teman-teman komunitas sewaktu kuliah menyusuri sepanjang Jalan Tangkuban Perahu hingga Ciater. Kiri kanan jalan adalah hutan pohon pinus, lalu perlahan pemandangan berganti menjadi kebun-kebun teh punyaan PTPN, berhektar-hektar luasnya. Kami pikir, kami bisa bertemu ibu-ibu pemetik yang biasanya mengenakan caping dan keranjang gendong pucuk daun teh. Tapi rupanya, kami tidak sempat. Sebab mereka hanya bekerja dari subuh hingga maksimal jam delapan pagi.

Kemudian tergerak hati kami untuk mengunjungi perkampungan di seberang kebun, Kampung Dawuan namanya. Sejauh mata memandang, yang ada hanya rumah-rumah kecil berbilik bambu, orang kota biasa menyebutnya gubuk. Meski begitu, saya terkesima karena rumah-rumah tersebut berjajar rapi menyisakan jalan-jalan kecil di setiap samping sisi-sisinya. 

Saat memasuki gerbang kampung, di sisi kanan tidak ada satupun rumah berdiri, hanya nampak kebun-kebun sayur seperti kembang kol, kubis, dan selada. Ukuran petaknya kecil-kecil, satu petak ke petak lain dihalangi pagar-pagar bambu. Melihat ukuran dan teknologi kelolanya saja sudah jelas, ini adalah kebun milik warga.

Kami mewawancarai tiga keluarga di sana, termasuk keluarga RW setempat. Saya jadi tidak heran mengapa rumah-rumah di kampung ini seperti punya konsep bangunan serupa dan penataan yang rapi, karena ternyata kampung ini sengaja dibuat PTPN sebagai tempat tinggal para pekerja atau petani pemetik daun teh. Namun sayang, hampir semua pekerja sudah mengalami PHK, jadi lebih tepat menyebut mereka sebagai mantan pekerja.

Saat ini PTPN sudah mendatangkan mesin-mesin pemetik teh sehingga tidak membutuhkan lagi tenaga manusia. Daun teh bisa dipetik lebih praktis dan cepat. Konon PTPN malah mendatangkan ahli-ahli mesin, jumlahnya satu dua orang saja, dan diberi fasilitas tempat tinggal bagus di atas bukit. Tidak sebanding dengan populasi Kampung Dawuan yang tak kurang dari tujuh puluh keluarga.

Dari kacamata bisnis PTPN, jelas modernisasi lebih efisien dan profitable. Tapi akhirnya ada banyak petani tereliminasi, menjadi korban modernisasi. Sebagian beralih profesi jadi petani kecil-kecilan di kebun sendiri yang kami lihat keberadaannya di sebelah kanan gerbang kampung tadi. Sebagian besar lagi, ya menganggur! Begitu kurang lebih terang Pak RW.

Anak-anak miskin tak berani bermimpi

Sudah sejak SMP saya tinggal di Lembang. Sampai tamat SMA, tak ada sepercik keinginan pun untuk bersekolah di Bandung. Meski saya tahu bergengsi sekali orang Lembang kalau bisa sekolah di Bandung. Saya senang menjadi murid sekolah negeri di Lembang. Bukan hanya diajarkan pandai Matematika atau Biologi, ilmu itu masih cetek ketimbang ilmu moral yang saya dapati dari pengalaman bergaul serta saya terapkan prinsip-prinsip itu hingga hari ini. Salah satunya soal tenggang rasa.

Seorang kawan di SMA kelas satu dahulu berkata,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun