"Apakah kau boleh membunuhku ?" seru doni dengan suara lantang.
Ayahnya tampak semakin kesal dan mulai menyerang.
"Aku juga tidak berharap punya anak sepertimu." teriak ayahnya.
***
"Tidak," wanita itu berteriak.
Ia terbangun dari tidurnya. Tampak keringat bercucur deras. Ia mimpi buruk lagi hari ini. Sudah beberapa hari ini wanita itu selalu bermimpi buruk. Itu pula yang membuatnya untuk tidak berjualan beberapa hari ini. Badannya terasa tidak enak dan kurang sehat.
Wanita itu mengambil sebuah bungkusan di dalam lemari. Lalu pergi berjalan ke belakang rumah mereka. Dilihatnya batu itu. Nisan yang beberapa bulan lalu ia layati. Saat itu ia bingung harus menangis ataukah merasa lega. Apakah dengan itu penderitaannya berakhir.
Wanita itu mencoba mengingat kembali, bagaimana ia pertama kali jatuh cinta pada lelaki itu. Tidak, bagaimana ia bisa menikah dengannya. Tetapi, lelaki itu yang memaksanya menikah. Jika tidak, ia akan dibunuh. Wanita itu terlalu lembut hatinya, ia berharap suatu hari lelaki itu dapat berubah secara perlahan.
Padahal mertua perempuannya telah mengingatkan, lelaki itu sangat kasar. "Ia bersikap tidak baik dengan semua saudaranya, pun kami orangtuanya. Aku tidak ingin kau menikahinya nanti kamu tersiksa," pintanya.
Namun wanita itu tetap percaya pria itu dapat berubah. Bukan semata-mata takut karena diancam. Hanya saja hatinya terlalu tulus.
***
Masih jelas di ingatannya, ketika ia beserta anaknya merujuk lelaki itu ke rumah sakit. Â Saat itu ia berusaha tetap tenang. Suaminya dibawa oleh tim dokter ke ruang icu. Ia mengalami pendarahan hebat di bagian kepala, akibat tertimpa buah durian. Sebuah durian sebesar buah kelapa jatuh tepat di atas kepalas suaminya, ketika berada di kebun belakang rumah. Suaminya dinyatakan mengalami cidera yang sangat fatal dibagian kepala. Pecahnya pembuluh darah di bagian otak membuat nyawa suaminya tidak dapat tertolong.