Hilirisasi Nikel
Indonesia memiliki cadangan nikel yang sangat besar sehingga Indonesia merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia. Melalui tren global untuk menuju energi terbaharukan dan produksi mobil listrik besar-besaran, nikel menjadi komponen penting. Dengan potensi besar ini, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan hilirisasi nikel. Hilirisasi adalah cara untuk menciptakan nilai tambahan dari kekayaan alam.Â
Indonesia dengan potensi nikelnya yang sangat besasr, menyadari hal ini dan melakukan hilirisasi nikel untuk memperoleh keuntungan.Â
Dengan hilirisasi nikel, pemerintah Indonesia melakukan pengolahan bahan mentah nikel dalam negeri menjadi produk jadi atau setengah jadi dengan nilai jual yang lebih tinggi. Sebagai contoh, nikel mentah dari Indonesia diproses terlebih dahulu hingga menjadi komponen-komponen baterai ataupun stainless steel baru kemudian produk jadi ini dijual ke pasar global. Â
Selain itu, pemerintah Indonesia juga meningkatkan nilai nikel adalah dengan metode smelter yang meningkatkan kandungan nikel agar memenuhi standar sebagai sebagai bahan baku produk terakhir. Kemudian, pemerintah Indonesia juga mulai menetapkan kebijakan larangan ekspor biji nikel untuk mendorong daya produksi Indonesia.Â
Hilirisasi nikel memiliki tujuan utama untuk memperkuat industri nasional dengan memanfaatkan potensi nikel Indonesia secara maksimal. Dengan ini, Indonesia dapat menciptakan produk dengan nilai juga yang lebih tinggi dan menambah devisa negara. Â Melalui berbagai projek-projek pertambangan nikel, hilirisasi nikel juga bertujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan perekonomian Indonesia melalui industrialisasi.Â
Terlebih, kebijakan ini juga ditujukan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap ekspor bahan mendah yang cenderung fluktuatif dan nilai ekonominya rendah dibandingkan produk olahan. Dengan ini, hilirisasi nikel berpotensi untuk meningkatkan devisa negera, membuka lapangan kerja, dan memperkuat posisi Indonesia dalam pasar global.
Hilirisasi Nikel, Kebijakan dengan Berbagai Kontroversi
Hilirisasi nikel telah mendorong adanya industrialisasi besar-besaran di Indonesia. Hal ini semakin didukung dengan masuknya investasi dari pihak internasional. Industrialisasi tidak hanya berdampak positif bagi Indonesia, tetapi juga memiliki banyak dampak negatif baik bagi lingkungan dan juga masyarakat.
Dampak negatif yang pertama adalah merampasan lahan-lahan milik penduduk setempat. Dengan berkembangnya industri, pemerintah Indonesia banyak melakukan perluasan lahan untuk memenuhi kebutuhan industrinya. Dalam konteks nikel, terjadi banyak kasus perampasan wilayah warga setempat untuk keperluan pertambangan nikel.Â
Di Halmahera Tengah, laporan AEER menunjukkan bahwa pembebasan lahan berskala besar sejak dimulainya pembangunan Kawasan Industri Teluk Weda pada tahun 2018 telah menyebabkan sengketa lahan dan hilangnya tempat tinggal bagi warga, terutama di tiga desa: Lelilef Woebulen, Lelilef Sawai dan Gema.Â
Dengan ini banyak masyarakat desa-desa yang kehilangan tempat mata pencaharian mereka dan juga tempat tinggal mereka. Selain itu, tenaga pekerja Indonesia yang belum sepenuhnya siap dalam menjalani mesin-mesin pertambangan dan pengolahan bahan baku juga menyebabkan banyak kecelakaan kerja.Â
Kecelakaan kerja ini meliputi meledaknya smelter yang bisa menyebabkan banyak korban jiwa. Akibatnya pertambangan nikel memiliki dampak negatif yang signifikan dalam merguikan kehidupan masyarakat lokal dan juga para pekerja.Â
Kedua pertambangan nikel memicu terjadinya deforestasi. Deforestasi memicu terjadinya krisis iklim dan keanekaragaman hayati yang sangat merugikan.Â
Dengan menggunakan analisis geografis, Climate Rights International (CRI) dan AI Climate Initiative di University of California, Berkeley, ditemukann bahwa setidaknya 5.331 hektar hutan tropis telah ditebangi di dalam konsesi pertambangan nikel di Halmahera, yang berarti hilangnya sekitar 2,04 juta ton gas rumah kaca (CO2) yang sebelumnya tersimpan dalam bentuk karbon di dalam hutan-hutan tersebut.Â
Dengan ini, pertambangan juga memicu berbagai kerusakan lingkungan seperti pemanasan global dari polusi udara dan juga kehilangan keanekaragaman hayati.Â
Kesaksian dan Tanggapan Masyarakat
Pertambangan nikel memiliki banyak sekali dampak negatif yang sangat merguikan baik bagi masyarakat dan juga lingkungan. Dengan ini terdapat banyak kritik dari masyarakat lokal terkait pertambangan nikel.Â
Masyarakat lokal telah mengalami ekploitasi dan menerima dampak langsung dari eksploitasi ini dan kerusakan lingkungan, seperti menurunnya kualitas air, hilangnya lahan produktif, serta polusi udara yang mengancam kesehatan.Â
Masyarakat lokal merasa bahwa industri nikel lebih menguntungkan bagi segelintir pihak, terutama pemilik modal dan oligarki, dibandingkan mereka yang telah merasakan dampak negatifnya.Â
Hal ini dikarenakan sistem kapitalisasi di Indonesia yang masih kuat, sehingga keuntungan dapat dikuasai oleh pemilik modal dan oligarki, sedangkan masyarakat lokal tidak mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, mereka mengkritik bahwa masalah utama ada di ketidak merataan distributi uang yang merugikan masyarakat lokal.
Selain itu, masyarakat lokal juga mengeluh bahwa hutan-hutan yang ditebang adalah hutan adat yang sudah menjadi bagian dari adat kebudayaan mereka. Hutan ini merupakan warisan leluhur mereka dan jika mereka menjualnya, artinya mereka menjual adat dan kebudayaan mereka sendiri. Dengan ini, mereka mengkritik bahwa industri nikel juga telah merusak kebudayaan mereka yang sudah diwariskan bertahun-tahun.
Peran Pemerintah Indonesia
Dibalik segala masalah terkait nikel, pemerintah memiliki peran penting dalam meminimalisir dampak negatif dari nikel. Masyarakat mengkritik bahwa seharusnya pemerintah lebih memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan.Â
Dengan ini segala tindakan eksploitasi dapat diawasi dan dihentikan. Seperti dalam konteks nikel, pemerintah harus bisa melindungi tanah dan hak masyarakat lokal dan menghindari adanya ekploitasi sumber daya alam dan praktik deforestasi. Dengan ini, segala kerusakan lingkungan dan perubahan iklim dapat dimitigasi. Â
Sayangnya, pemerintah belum sepenuhnya berperan aktif dalam membatasi eksploitasi ini. Dalam hal energi terbarukan, nyatanya persediaan energi fosil masih cukup banyak dan transisi kepada energi terbarukan tidak terlalu mendesak.Â
Namun, karena baiaya yang dibutuhkan untuk mengakses persediaan energi fosil ini sangat besar. Akibatnya energi terbarukan menjadi pilihan yang lebih menarik untuk masa depan. Meskipun demikian, proses instalasi dan pembangunan infrastruktur untuk energi terbaharukan memiliki biaya yang cukup tinggi.
 Oleh karena itu, pemerintah menggunakan cara-cara yang dianggap paling efisien dan ekonomis tanpa mempertimbangkan segala dampak negatifnya. Maka dari itu, sering terjadi eksploitasi terhadap masyarakat lokal untuk memproduksi energi terbaharukan ini. Hal ini ditunjukan dengan adanya pematok-pematok tanah milik masyarakat daerah yang kemudian dijual ke pihak pemerintah untuk pembangunan tambang nikel.Â
Namun, masyarakat daerah dipaksa menjual tanah mereka dan hanya dibayar dengan jumlah yang sangat kecil. Dengan ini, di pemerintah Indonesia yang berperan dalam membuat segala kebijakan untuk membatasi eksploitasi alam, kini hanya memedulikan tentang keuntungan yang diperoleh dan tidak memedulikan dampak negatifnya.Â
Hilirisasi Nikel, Kebijakan yang Perlu ditindaklanjuti
Dari berbagai kontroversi yang terjadi, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan dari pihak pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk mengurangi dampak negatif dari industri nikel. Pertama perlu diketahui bahwa persedian energi fosil masih cukup banyak. Pemerintah tidak perlu khawatir akan kehabisan pasokan bahan bakar fosil.Â
Oleh karena itu, transisi ke energi terbaharukan tidak perlu terlalu terburu-buru. Tidak perlu ditetapkan tengat waktu dari transiri ke energi terbaharukan secara keseluruhan pada waktu yang dekat. Sebaliknya, pemerintah perlu lebih mengambil langkah-langkah yang penuh pertimbangan. Sebagai contoh, pemerintah harus lebih memperhatikan dampak negatif yang bisa diberikan dari industrialisasi masal, seperti yang terjadi pada kasus pertambangan nikel.Â
Sebagai agen transisi kepada energi terbarukan, perusahaan-perusahaan nikel juga perlu lebih berhati-hati. Perusahaan nikel perlu meningkatkan kualitas dari mesin dan alat-alat yang diguunakan. Selain itu, perusahaan nikel juga perlu meningkatkan kualitas tenaga kerja dengan cara penyediaan pelatihan tenaga kerja yang lebih intensif dan berkualitas.Â
Terlebih, bukan perusahaan nikel juga jangan hanya berfokus kepada energi terbaharukan, tetapi juga penanganan polusi. Hal ini harus dilakukan dengan pembuatan pabrik dan tambang yang bersifat besih dengan tidak ada limbah yang dibuang sebelum diolah. Dengan ini, perusahaan energi terbarukan tidak akan merugikan masyarakat sekitar dan juga potensi kecelakaannya dapat berkurang.Â
Tidak hanya pemerintah dan perusahaan, tetapi masyarakat juga memiliki peran dalam kasus ini. Masyarakat harus menjadi bagian dari check and balance, yaitu masyarakat harus bisa mengawasi kinerja dari pemerintah dan perusahaan yang bersangkutan. Dengan ini, dapat dipastikan bahwa kebijakan dan aturan-aturan dapat dijalani dan tidak dilanggar.Â
Selain itu, masyarakat juga tidak boleh bersikap konsumtif dan panic buying untuk memperoleh teknologi ramah lingkungan seperti mobil listrik. Melainkan, masyarakat perlu memastikan terlebih dahulu apakah seluruh proses pembuatan mobil listrik ini benar-benar ramah lingkungan dan tidak merugikan berbagai pihak. Dengan ini, baru bisa dipastikan apakah mobil listrik dapat bermanfaat bagi Indonesia dan lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H