Bayi Ajaib, Malaikat baik hati dan Si-Misterius
Angin segar tak melulu berhembus pada landai lembah dan perbukitan. Tak pula dari kipas angin yang selalu saja tolah-toleh pada dinding-dinding beton diudara panas perkotaan. Angin segar bisa datang dari apa saja. Dari mana saja. Hembusnya adalah kesejukan. Sejuknya adalah kedamaian. Damainya membawakan jalan keluar bagia persoalan-persoalan. Maka tak ada yang salah, kalau semua menginginkan sepoinya membelai kening yang terasa berat.
Dari hal-hal sederhana yang sering tak dianggap begitu penting oleh banyak orang. Dia berhembus dari arah yang tak disangka-sangka. Misalkan saja, dari sebuah pesan singkat seseorang pada kekasihnya. Saat jarak menjadi bentang panjang yang menjadikan mereka pasak pada setiap ujung, Â membuat cinta bernak sebuah rindu menggebu. Apalah indah puisi. maka setaralah kekasihnya dengan Kahlil gibran ataupun Chairil anwar. Betapa puitis dan indahnya sepotong kalimat dari kekasihnya. Padahal, bagi satrawan manapun, apalah makna yang lebih dari sebaris kata "besok aku pulang,sayang". Orang kasmaran memang beda. Selalu saja memiliki ruang kecil yang tak terjamah oleh siapapun. Disanalah hal-hal kecil yang membahagiakan tersimpan.
Cinta mengalir pada hari yang cerah. Menghanyutakan harapan pada setiap hati yang mempercayainya. Cinta adalah kekuatan untuk tidak meragukan. Darinya hanya akan ada kepercayaan. Harapan dan keinginan kuat. Maka jangan tanyakan seberapa kuat orang yang benar-benar sedang jatuh cinta. Dia adalah orang yang paling berani atas apa-apa yang akan dihadapi karena rasa cintanya. Mencintai berarti mempertahankan.
Maka bolehlah orang menyebutku telah jatuh cinta pada kedai kopi milikku. Coffernus. Kedai yang hari ini tengah tak tahu mau hidup atau mati. Kedai yang tengah duduk pada sebidang bangku dan termangu. Ada ragu,ada jiwa dengan emosi yang meletup-letup bercampur aduk di lamunannya. Dan aku tak berfikir sedikitpun untuk mundur setelah sejauh ini. perlu hari yang keras untuk berarti. Meski berat menindih rasa ini begitu padih.
Coffernus lahir dari rahim cita-citaku. Diasuh oleh tekad membara dari kedua orang tuaku. Aku telah jatuh cinta padanya. Dan aku ambil segala resiko dari rasa cinta ini. apapuin akan aku tempuh. Dan aku,...hah, Aku tak akan gagal.
Sebelum hari ini, Coffernus adalah bayi ajaib yang tumbuh besar tanpa perlu waktu lama seperti seharusnya. Ini sudah seperti sulapan saja, aku menyukai sulap ini sebagai hal yang real. Sebulan pertama Coffernus hanya seumpama biji yang baru berkecambah. Tak begitu namapak dari permukaan. Datar. Sepi pengunjung. Mungkin bukan suatu hal yang baik untuk sebuah bisnis. Tapi untuk sebuah awal bisnis, itu adalah hal biasa. Bulan kedua, mulailah datang orang-orang yang mengaku penggila kopi itu. Sebenarnya tidak juga, lebih seringnya mereka hanya mencari tempat yang pas buat nongkrong dan wifi gratis dengan kecepatan kelas A. Dan kebanyakan yang datang di bulan kedua  mengatakan hal yang sama, "ada kedai kopi ya, kok aku baru tahu". Aku sampai hafal dengan kalimat itu. Bulan ketiga mulailah orang-orang datang dengan wajah yang klise. wajah yang itu-itu saja. Secara keseluruhan hingga bulan ketiga sudah bisa dikategorikan baik untuk awal sebuah usaha. Coffernus sudah bisa menutup operasional dan angsuran kredit banknya. Coffernus sudah jalan, walau belum berbuah. Setidaknya tidak merugi. Cuma aku harus menahan sebentar keinginanku menjajakan laba. Belum seberapa.
Bulan ketiga adalah awal dari pertemuanku dengan Maul. Seorang pengunjung kedai yang akhirnya menjadi salah satu kawanku. Terlalu dini memang untuk mendiskripsikan dia di awal-awal kami berteman. Namun dapat aku simpulkan dia sebagai seorang yang asyik, berani dan ambisius. Gaya bicaranya begitu komunikatif. Dia bisa menempatkan posisi sebagai lawan bicara yang baik. Karena itulah dia menjadi begitu cepat akrab denganku, dengan para punggawa Coffernus, dan juga beberapa pelanggan yang sering terlibat perbincangan dengannya. Beberapa dari pelanggan bahkan mengira kalau pria itu adalah bagian dari crew Coffernus.,
      Maul menjadi sosok baru yang mewarnai hari-hariku. Hampir setiap hari dia datang ke kedai. Entah motifnya apa, bagiku dia hanya orang yang butuh teman ngobrol dan wifi gratis. Dan Coffernus menyediakan itu semua untuknya. Dari ketidak mengertian lebih jauh tentangnya, membuatku mencoba menyimpulkan. Dan itu adalah caraku, cara setiap manusia pada orang-orang terdekat mereka.
Aku mulai curiga padanya. Aku curiga dia bukan manusia, tapi sosok lain dari alam yang tidak kita mengerti. Caranya akrab pada orang lain, gaya bicara dan tingkah-polahnya adalah yang paling sempurna dari manusia pada umumnya yang pernah ketemui. Dia begitu beda. Motor klasik yang dikendarai setiap datang ke kedai itupun pasti Cuma kamuflase. Pasti ditengah jalan, saat tak seorangpun melihatnya motor itu menjadi sebuah kendaraan aneh yang bisa terbang yang tak pernah manusia lihat sebelumnya. Kendaraan itu menjadi sebuah kendaraan bersayap, warnanya putih dengan ujung berupa kepala naga,kuda ataupun angsa. Tanpa perlu roda, dan bahan bakar. Dia tak akan pusing dengan naik turunnya bahan bakar.
Mungkin dia malaikat yang diturunkan langit sebagai jawaban atas doa-doaku. Karena setiap kali kedatangannya ke kedai, menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Banyak yang akhirnya datang dan menanyakan dia sebelum memesan secangkir kopi lampung dan pia bakar yang nikmat andalan kedai kami. Malaikat itu memang primadona baru untuk Coffernus.