Mohon tunggu...
Rachmad Gempol
Rachmad Gempol Mohon Tunggu... -

RACHMAD YULIADI NASIR, Jurnalis Independent. Mesjid Deah Bitay Aceh Turkiye Jl.Teungku Di Bitay No.1\r\nBitay Jaya Baru Banda Aceh 23235. SMS: 088260020123\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Persiapan e-Voting dalam Wacana Pemilu Elektronik di Indonesia

3 Juli 2012   08:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:19 1379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JAKARTA-GEMPOL, Pemilu tahun 2014 sudah di ambang pintu, sejumlah cara sedang di perhitungkan oleh pemerintah untuk melaksanakanya. Diantaranya adalah dengan penggunaaan e-Voting. Kalangan yang punya hajat yaitu, BPPT, Kemendagri, KPU, Bawaslu merasa perlu untuk duduk bersama membahas hal ini dalam wacana Menuju Pemilu Elektronik di Indonesia.

Apakah ini bisa menjadi peluang dan tantangan penerapan pemilu Elektronik di Indonesia? Apakah Indonesia sudah siap melaksanakan pemilu elektronik dipandang dari aspek hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi serta sumber daya manusianya?

Ada 3 hal penting terkait pertanyaan ini sebagai berikut:

1. Apakah ada kebijakan dan kesiapan daerah dalam penerapan pemilu elektronik?

2. Apakah ada kesiapan dan partisipasi industri nasional dalam menyongsong penerapan pemilu elektronik di Indonesia?

3. Apakah ada teknologi dan industri pemilu elektronik internasional?

Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK) dalam pemilihan umum (pemilu), pemilihan kepala daerah ataupun pemilihan legislatif menjanjikan pemilu yang transparan dan akuntabel, cepat dan efisien sesuai dengan karakteristik utama TIK yang mampu menghilangkan jarak dan waktu serta menjamin transparansi. Pemilihan secara elektronik (e-Voting) sendiri diharapkan mampu mengatasi permasalahan dalam penyelenggaraan pemilihan umum beberapa tahun sebelumnya.

Oleh karena itu sudah saatnya melakukan perubahan-perubahan dalam sistem pemilu dengan tetap menggunakan enam azas pemilu Indonesia yaitu langsung, umum, bebas, rahasia (luber), serta jujur dan adil (jurdil).

Di beberapa negara maju maupun berkembang di berbagai belahan dunia, teknologi e-Voting telah banyak digunakan. Hal ini karena e-Voting dapat membantu mempercepat waktu proses pemungutan dan  penghitungan suara, serta mengurangi resiko kesalahan dalam prosesnya. Dengan kata lain, penggunaan e-Voting diharapkan dapat mengurangi kemungkinan kesalahan dalam proses pemungutan dan penghitungan suara yang berarti mengurangi waktu dan biaya terutama dalam hal ini adalah “biaya sosial” yang harus dibayar oleh masyarakat.

Sebagai upaya mewujudkan pelaksanaan e-Voting di Indonesia, maka BPPT dalam e-Voting adalah sebagai lembaga  intermediasi antara industri pemasok teknologi e-Voting, dengan penyelenggara pemilihan yang menggunakan e-Voting. BPPT dalam hal ini sangat berkompeten dan ikut bertanggung jawab di sisi teknologi agar penerapannya secara nasional  dapat berjalan lebih efisien, transparan dan akuntabel.

Oleh karena itu diharapkan pemilu elektronik dapat menggairahkan industri nasional, menumbuhkan inovasi serta meningkatkan kemandirian produksi dalam negeri baik dalam bentuk barang maupun  jasa.

Terkait perangkat e-Voting maka BPPT sedang mengkaji dan mengembangkan beberapa jenis prototipe perangkat e-Voting berbasis Direct Electronic Recording (DRE), baik yang menggunakan layar sentuh ataupun yang berbasis sistem embedded. Silakan industri di Indonesia memproduksi dan seharusnya kita bangga melaksanakan pemilu elektronik dengan menggunakan produksi dalam negeri.

PTIK saat ini tengah melakukan pengkajian dan penerapan teknologi e-Voting nasional, sekaligus melaksanakan  berbagai kegiatan sosialisasi dan simulasi e-Voting seperti di Pandeglang, Banda Aceh, Tegal, Gorontalo dan Pasuruan yang hasilnya adalah rekomendasi  bagi penerapan teknologi e-voting Nasional.

BPPT sedang mempersiapkan pengembangan sistem perangkat lunak pemilihan umum elektronik (e-Voting) yang tertanam (embedded) pada perangkat keras khusus e-Voting. Perangkat ini bisa digunakan pada Pemilu nasional, juga bisa dipakai untuk berbagai pemilihan seperti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hingga Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).

Sebelum merancang perangkat ini harus mengkaji berbagai pengalaman kegagalan e-Voting yang pernah terjadi di beberapa negara seperti di Irlandia atau India yang perangkatnya tak dilengkapi oleh sistem verifikasi. Contoh kegagalan lainnya adalah ketika dilakukan eksperimen pertama "online voting" di AS pada Oktober 2010, dimana para pejabat di Washington, DC, mendirikan sebuah sistem berbasis internet untuk pemilih luar negeri yang akan memberikan suara mereka.

Para hacker tidak hanya mampu menembus sistem, tetapi juga sedang memantau apa yang terjadi di dalam sistem itu sendiri. Para siswa bisa melihat tanda tangan elektronik dari hacker yang berbasis di China dan Iran.

Indonesia sebaiknya belum menggunakan sistem online dalam menerapkan e-Voting karena selain keamanannya tak bisa dijamin, infrastruktur internet belum merata, ditambah lagi banyak masyarakat yang gagap teknologi. E-Voting juga hanya akan diterapkan bagi daerah yang memang benar-benar telah siap, baik dari sisi teknologi, pembiayaan, perangkat lunaknya, serta kesiapan masyarakat. Mereka yang belum siap tetap menerapkan pemilu konvensional.

Teknologi pemilihan umum elektronik (e-Voting) berkembang sangat cepat di dunia, bahkan di Estonia pemilu elektronik sudah menerapkan sistem "mobile voting" melalui ponsel. Negara Estonia di Eropa yang penduduknya kebetulan hanya lebih dari 1 Juta jiwa disebutkannya, sudah berhasil menyelenggarakan e-Voting dengan sistem internet (online) secara bertahap pada 2005, 2007, dan 2009. Lalu kemudian pada 2011 menerapkan pemilu melalui ponsel.

Negara bagian di AS yakni Oregon, sudah memungkinkan penyandang cacat untuk memilih dengan iPad selama pemilihan khusus pada bulan November 2011.

Long Beach, California, AS, diuji coba tracking kotak suara dengan menempatkan identifikasi frekuensi radio (RFID), chip di kotak suara untuk melacak gerakannya setelah pemungutan suara ditutup. Sedangkan negara-negara bagian lainnya baru meng-install scanner berkecepatan tinggi untuk membantu menghitung surat suara (kertas bukti) lebih cepat.

Di Indonesia sendiri sejak diperkenalkan tahun 2009, penerapan sistem pemungutan suara elektronik alias e-Voting masih sebatas untuk pemilihan kepala dusun. Di peringkat lebih tinggi, aplikasinya didesain ulang antara lain terkait standar keamanan, basis lokasi pemungutan suara, metode koleksi, dan perhitungan suara.

Sistem e-Voting pertama kali diterapkan pada pemilihan kepala dusun (pilkadus) di Kabupaten Jembrana, Bali, Juli 2009. Hingga kini, e-Voting telah terselenggara untuk 96 pilkadus di kabupaten itu.

Penerapan e-Voting diawali dengan pembangunan jejaring teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di lingkup Kabupaten Jembrana tahun 2001. Pembangunan jejaring TIK yang disebut Jimbarwana Network (JembranaNet), melibatkan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (TIK-BPPT).

Selain infrastruktur jaringan TIK, agar e-voting dapat terselenggara diperlukan penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dan satu nomor identitas penduduk. Di kabupaten ini telah diberlakukan satu nomor identitas untuk satu orang penduduk seumur hidup, untuk berbagai urusan administrasi.

Negara lain yang telah melaksanakan pemilihan umum dengan menggunakan e-Voting diantaranya adalah negara-negara: Amerika Serikat, Rusia, Kanada, Prancis, Brazil, India, Jepang, Peru, Venezuela, Kazakhstan, dan Uni Emirat Arab.

Sedangkan di ASEAN sendiri negara Filipina adalah negara pertama yang menerapkan e-Voting pada Pemilu 10 Mei 2010 sedangkan yang sedang melakukan ujicoba pelaksanaan e-Voting yakni Argentina, Cile, Ceko, Finlandia, Yunani, Itali, Latvia, Meksiko, Nigeria, Norwegia, Polandia, Portugal, Rumania, Slovakia, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, dan Swedia.

Menurut data terkait pilkada di 31 provinsi pada tahun 2010 telah menelan dana sebesar Rp 3,5 Trilyun, sebuah angka yang sangat fantastis untuk sebuah demokrasi di Indonesia. Dengan e-Voting di harapkan dana pemilu, pilkada dan pilpres bisa di tekan hingga 50 persen penghematan daripada tidak menggunakan e-Voting.

Di kota Jakarta, di mana sudah ada beberapa daerah di lakukan sosialisasi e-Voting, akan tetapi persoalannya belum selesai e-KTP, maka kita ketahui bersama pada pilkada DKI Jakarta, Rabu, 11 Juli 2012, hal ini belum bisa di terapkan, jadi hanya mimpi belaka. E-Voting harus bisa menghemat biaya, lebih cepat pada penghitungan suara, aman dari manipulasi, serta mudah dalam proses pemungutan suara dan audit prosesnya.

Karena ditengah pesatnya kemajuan teknologi Informasi dan komunikasi maka sangat dimungkinkan untuk dilakukan perubahan-perubahan yang bermanfaat bagi kemandirian bangsa, malakukan Inovasi pada setiap produk dan proses serta kebijakan yang dihasilkan di setiap badan publik, industri dan swasta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun