Sesampai di rumah ia menyiapkan piring. Karena belum sarapan ia cukup tertarik dengan isi kantong keresek hitam yang dipegang. Selain makan nasi, ia juga akan makan kenanganan. Ia berharap semoga kenyang.
Benar saja meski tergolang lebih murah dari jajanannya sekarang, ia sangat menikmati. Sendok demi sendok berjalan mulus. Satu bungkus ludes sudah.
"Kenyang ya? Terus aku buat siapa kau beli?" tanya nasi bungkus yang masih utuh.
"Hah?"
"Seharusnya kau beli satu. Karena kau memang sendiri. Agar tidak di bilang rakus."
"Oh, ya. Kapan-kapan akan kubeli satu." Tiba-tiba ia melayani.
"Tidak. Seharusnya kau memang beli dua. Satu untukmu satu untuk pasanga..."
"Kurang ajar!" teriaknya sambil membanting nasi bungkus malang itu.
Kemudian ia lari ke dalam kamar, hendak membenamkan kegundahannya ke dalam tidur.
"Seharusnya kau tidak sendirian di sini. Terlalu buram tanpa hiasan," seloroh kamar lusuhnya.
"Hah? Lagi..." pekiknya keras.