Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secangkir Teh

6 Oktober 2017   22:01 Diperbarui: 6 Oktober 2017   22:10 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi kau, suamiku, harus butuh dua ratus ribu tandan dari seribu pohon pisang melunasinya. Kukira kau akan menolak, sebab aku yakin tak ada manusia zaman ini mampu menyihir, juga diawal-awal kau mengutarakan maksud akan langsung membawaku pergi setelah menikah jadi pertimbanganku.

Aku tau maksud gelengan kakak, itu tanda kalau kakak sudah memprotes keras leluconku dan meminta segera mengakhiri. Tapi, aku menikmati.

"Apa kau yakin?" tanyamu tak percaya.

Aku mengangguk. Kakak memelototiku geram. Lalu kau memandangi kakak, meminta suara.

"Hahhh...." Kakak menghela napas. "Kalian berdua sudah dewasa. Saya hanya bisa mengamini keputusan kalian."

Aku tau kakak akan berkata demikian. Tapi kau?

"Baiklah. Saya menyanggupinya," tanggapmu mantab dengan wajah berseri, tapi seketika membuatku jijik.

Aku dan kakak berpandangan. Tidak percaya. Sama sekali tidak masuk akal. Kecuali kau memang benar-benar gila atau hanya ingin membuatku kaget. Jantungku seperti ditikam tombak tumpul, yang tidak hanya membuat luka tapi menghancurkan.

Aku tidak bisa lagi menolak. Sebenarnya, senjata yang menurutku mampu menjadikanmu abu hingga lenyap terbawa angin, dan mencuci semua bekas drama ini bermula malah menikamku lebih dalam. Terpaksa berjalan dengan waktu yang terasa setiap detiknya melolosi tulang-tulang. Senjata yang dirancang telah memakan tuannya. Siapa yang gila? Kau atau sebenarnya aku yang telah benar-benar gila?

Di Rumah tua ini, meski pada mulanya aku risih akan kehadiranmu, lamat-lamat bahagia menyuguhkan cinta. Kita sudah bertahun-tahun mengarung samudra. Membuat tubuh ringkihmu hancur dilumat waktu dengan perlahan penyesalan membara di dadaku. Iya, awalnya aku sengaja... menepismu kejam. Tapi kau melumpuhkannya dengan tulus dan perjuangan, sebelum akhirnya  aku terpesona.

Setelah menjalani hidup kelabu, aku pun rela melahirkan buah cinta kita. Kau tampak bahagia, menikmati manisnya teh yang dijanjikan Bapak. Juga tidak lama lagi kau akan membawaku terbang ke tempat tembunimu, sungkeman ke mertuaku lalu kita menetap di sana. Epilog yang tidak bisa dinalar penciptanya, aku.

Maaf yang sudah berkali-kali kuucapkan sedianya mampu membuat pemahaman---itu pengakuanmu. Kini, walau pun selalu bersama. Aku selalu merindumu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun