Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secangkir Teh

6 Oktober 2017   22:01 Diperbarui: 6 Oktober 2017   22:10 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau terperangah. Tidak percaya melihat sikapku. Menurutmu, aku seharusnya lebih baik menyikapinya. Sebenarnya waktu itu aku juga menyesal, sangat tidak tega atas kekagetanmu, malah mengutuk diri karena tidak berterima kasih. Maaf yang sudah berkali-kali kuucapkan sedianya mampu membuat pemahaman---itu pengakuanmu.

"Saya harus mencari Nasi," terangmu yang mulai gerah.

Antara pikiran kacau dan kekalapan yang konyol, perlu puluhan detik aku mencerna makna kata-katamu.

"Salam ke Pak Ahmad. Mari!" Lalu Kau berlangkah.

Karena aku tidak memberi tanggapan lain-lain, apalagi basa-basi---semisal mempersilakanmu masuk, atau yang lebih lazim "ngopi dulu"--- hanya berdiam diri, kau memilih pamit. Hanya ada bahaya dihadapan Induk Ayam yang baru menetas, pikirmu. Iya, kau begitu baik padaku, hanya mengumpamakan Ayam bukan Harimau apalagi Anjing atas kegaranganku.

"Hanya untuk mengantar ini?"

Mendengar perubahan intonasi suaraku, langkahmu tercekat. Kamu sudah tau, usaha itu mengembalikan citraku. Aku sangat malu mengingat momen itu. Lebih-lebih kau sering menggodaku saat cemberut, meminta mengulang suara yang katamu merdu itu.

Bukan karena bersimpati padaku kau berhenti. Tapi perjalanan jauhmu menepiskan rela sebelum merengkuh tujuan: menepati dan menagih janji, serta selingan Kitab yang tertinggal.

Menyangkut selingan kau sudah puas, sama saja walau hanya menyerahkan Kitab itu padaku. Tapi untuk menepati dan menagih janji, kau rasa masih hampa sebelum bertemu Bapak.

"Bapak sudah meninggal sebulan lalu." Terpaksa aku buka sumber kesedihan yang sejatinya ingin kuredam. Menurutku kau akan puas. Tapi tidak, malah membuatmu sedih.

"Wah," helamu berkabung. "Padahal... saya jauh-jauh datang ingin menikmati manisnya segelas teh yang dijanjikan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun