Anwar menggulung untuknya. Kedua lainnya sudah menyulut. Godad pun langsung menyulut. Menghisap dalam. Bus. Asap dihembuskan dari tiga anak yang menemani Anwar. Membumbung ke udara. Kemudian lenyap ditiup angin kamis pagi. Seketika kamis pagi yang suram bagi Godad ikut terbawa asap yang ditiup angin. Ke empat anak sekolah di kebun kopi itu telah berlagak seperti Ayam kena flu burung. Matanya merah dan kelihatan menahan kantuk. Tapi hati tenang kayak melayang terbang ke tempat-tempat impian. Kamis pagi menjadi indah bagi Godad.
Dari kebun kopi mereka tak lagi ke sekolah. Mereka benar-benar berpesta. Entah berapa pukul** ekor tupai masing-masing mereka habiskan. Godad yang masih kayak Ayam flu burung tidak dibiarkan Anwar pulang ke rumahnya. Akhirnya Godad diboyong ke rumah Anwar.
***
Godad terbangun dari tidurnya. Ia baru sadar dan baru tau kalau ia di kamar Anwar. Jam weker di kamar itu menunjukkan angka enam. Hari sudah mulai gelap. Anwar masuk kamar. Baru beli rokok, katanya.
Godad hendak pulang. Tapi, ia masih telanjang dada.
Rupanya, sesampainya di kamar Anwar ia langsung buka baju dan membuang sekenanya. Setelahnya berbaring dan pulas diatas kasur. Anwar menyantolkan bajunya di gantungan. Bersama bajunya. Godad meraih seragam putih itu. Matanya terpaku pada kotak pensil yang menyembul separuh dari saku seragam Anwar. Sambil memakai baju ia terus menatap.
"Bawa aja. Masih ada dua pukul." Anwar tau maksud Godad.
Tepat di halaman rumah, Godad bertemu dengan bapaknya Anwar.
"Eh, pak baru pulang?"
"Iya. Kemana? Pulang?"
"Iya pak. Udah mau malam ni."