Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Kotak

4 Maret 2017   22:52 Diperbarui: 5 Maret 2017   08:00 2856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: http://www.argos.co.uk/ (4/3/2017)

Mamad dan Mimin tidak terlalu tanggap dengan badai yang dihembuskan Warga. Bagi mereka semua itu sudah biasa. Semacam bumbu kehidupan.

Akhirnya hari yang menjadi tontonan berkelas VIP bagi warga tiba waktunya. Gumpalan-gumpalan angin pagi berhembus memberi kedamaian pagi itu. Matahari pun bersinar terang, membantu memperjelas tontonan. Sebelumnya Mamad dan Mimin telah menyebar undangan lisan. Semua warga memandang dan tersenyum dari kejauhan.

Sesekali mereka mengumpat keinginan konyol keluarga Mamad. Ada yang menyayangkan, ya hanya sebatas itu. Tidak ada keinginan membalut sebuah kelereng pun buat anak Mamad. Banyak bapak-bapak berkopiah lengket menawarkan taruhan. Tentu saja tidak ada yang mau di pihak Mamad.

Heboh betul pagi itu. Kehebohannya mengalahkan acara Maulid Nabi yang setiap tahun dirayakan. Biasanya pada perayaan kelahiran Rasul hampir separuh warga sibuk mungurusi usaha masing-masing. Tak diragukan lagi, bagi warga yang mempunyai watak dagang langsung mencair. Terlihat berjejer dagangan terpampang, ada yang memang rutin dan juga ada musiman. Ada juga penonton berpakaian pegawai negeri, mereka memilih abai tanggung jawab daripada melewatkan momen langka tersebut.

Hari pun semakin meninggi tanda-tanda kedatangan sebuah kotak belum juga tampak. Dagangan yang berjejer mulai kandas. Bahan pembakar paru-paru para bapak-bapak hanya menyisakan satu batang di bungkusnya. Mamad dan Mimin kini berurai air mata. Anaknya mulai mendesak kado untuknya.

“Mana kadonya pak, mana?”

“Mana kadonya Ma, mana?”

Sementara Matahari sudah mulai menyengat. Para warga sudah mulai pulang. Dalam perjalanan mereka mengumpat keluarga Mamad yang berharap. Anak-anak sekolah sudah mulai pulang. Tiba-tiba perhatian warga teralihkan oleh seorang Tukang Pos mengayuh sepeda tua. Tak lama setelahnya berhenti tepat di rumah bernomor 37, rumah Mamad. Bapak tua yang berwajah sudah berkeriput itu mengeluarkan sebuah kotak dari tasnya. Indah sekali kotak itu. Dibungkus kertas penuh warna, dan diikat dengan pita merah muda.

Setelah tukang pos itu pulang, tanpa membawa kotak kembali, para warga bertanya-tanya penasaran. Seorang warga bertanya pada tukang pos.

“Itu kado untuk anaknya.” Jawab tukang pos. Mendengar itu semua warga kaget.

Untuk memenuhi rasa penasaran warga, semua berduyun-duyun ke rumah Mamad. Rumah Mamad yang kecil penuh sesak. Terlihat sebuah kotak belum dibuka dikelilingi warga. Senyum Mamad, Mimin dan anaknya mengembang ke atas awan. Tidak ada warga ketinggalan kumpul, yang tidak muat masuk tidak sabar mengelilingi rumah menunggu antrian. Berhimpit-himpitan. Tua muda dan anak-anak tidak ada yang ketinggalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun