Tanah basah diguyur hujan semalaman. Pagi hari langit terlihat mendung, rintik hujan pun masih bersahabat. Hari ini Zeni tidak pergi sekolah, karena kakeknya sakit. Dia minta izin untuk membantu kakeknya jualan sayur. Â Zeni harus pergi ke pasar untuk menjajakan sayuran kakeknya.Â
Biasa kakeknya yang pergi menjual sayur-sayuran di pasar. Karena sakit, Zeni yang harus pergi ke pasar untuk membantu kakeknya jualkan sayur. Zeni biasanya ikut juga kakek berjualan sayur dipasar, setiap kali ada hari libur sekolah.Â
Zeni dan kakek hanya tinggal berduaan saja. Sudah lama ayah dan ibunya pergi merantau di luar Negeri. Sejak usia 5 tahun dia sudah ditinggal kedua orang tuanya pergi merantau. Kini dia sudah menginjak usia 11 tahun. Zeni duduk di SMP kelas VII. Kakeknya yang membiayai semua kehidupan dan memenuhi semua kebutuhan sekolahnya, hanya dari hasil berkebun.Â
Zeni berdiri di dekat jendela sambil memandang keluar. Sesekali melihat jam dinding yang tergantung di dinding ruang tamu. Dia sudah siap. Tepat pukul 07.30 WIB dia pun harus berangkat, sesuai dengan waktu para pembeli datang mulai pukul 08.00 WIB. Jarak tempuh dari rumah menuju pasar sekitar 10 menit. Dia pun berjalan kaki menuju ke pasar sambil membawah sayur-sayur yang akan dijual.
Cuaca masih terlihat mendung dan sekali-kali terasa rintik hujan. Namun, tidak membuat Zeni mengurungkan niatnya untuk pergi berjualan. Setelah sampai di tempat tujuan. Zeni mulai menyiapkan sayurannya dengan menjejerkan satu persatu di bentangan terpal ukuran 2x2 m.Â
Setiap kali orang melintas dia selalu berharap ada yang mau membeli sayurnya. Tak bosan-bosan dia menawarkan jualan kepada pembeli yang lewat. "Belilah sayurku sedikit." Seru Zeni kepada setiap orang yang lewat. Terkadang orang hanya membolak-balikkan sayurannya kemudian meletakkan kembali tanpa ada yang membeli.Â
Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki berjas putih, menghampiri Zeni. Sepertinya orang kaya terlihat dari penampilannya. Zeni memperhatikan papan nama yang tergantung di sebelah kiri saku baju laki-laki itu ternyata bertuliskan Lui. Sambil memperhatikan sayur yang dijual Zeni, pak Lui mulai mengajak berkomunikasi dengan melontarkan beberapa pertanyaan kepada Zeni.Â
"Nak, kenapa kamu jualan, ini lagi mendung, cuaca di luar ini juga sangat dingin. Ini adalah tugas orang dewasa. Tugasmu hanya belajar. Pulanglah nak, karena sebentar lagi akan turun hujan," kata pak Lui kepada Zeni.Â
"Aku mau membantu kakek, karena sekarang kakek lagi sakit. Aku ingin meringankan beban kakek," kata Zeni.Â
"Apakah waktu belajarmu tidak terganggu?" tanya pak Lui lagi.Â
"Sangat tidak terganggu dengan waktu belajarku om," Â jawab Zeni.Â
"Dimanakah orang tuamu nak?" tanya pak Lui lagi.Â
"Ayah dan ibuku sudah lama bekerja di luar Negeri dan tidak pernah kembali. Aku dan kakek pun tidak pernah tahu kabar mereka. Mereka sudah lama tidak pulang," kata Zeni".
"Kenapa kamu mau jualan?" tanya pak Lui.Â
"Kakek pernah bilang kalau kita mau bekerja keras untuk jualan kita pasti dapat uang," jawab Zeni.Â
"Apakah kamu tidak merasa terganggu dengan pelajaranmu kalau kamu seperti ini? Apakah waktu belajarmu juga tidak banyak terbuang?" tanya pak Lui lagi.Â
"Lalu aku harus bagaimana?" tanya Zeni.Â
"Begini saja, tadi om tidak banyak membawa uang karena terburu-buru keluar, kamu ambil saja uang ini," kata pak Lui. Sambil menyodorkan sekepal uang kepada Zeni.Â
"Tidak...tidak om!" Zeni menolak sambil mendorong dengan kedua tangannya pada uang yang diberikan. Menandakan bahwa dia tidak ingin menerima uang tanpa hasil dari jualannya.Â
"Kakek pernah bilang orang boleh miskin tetapi harus ada harga dirinya, tidak boleh mengambil sembarangan milik orang lain," kata Zeni kepada pak Lui.Â
"Anggap saja aku membeli semua sayur ini," kata pak Lui.Â
"Tetapi sayurku tidak sampai dengan uang sebanyak itu," kata Zeni.Â
"Begini saja, uang ini aku tidak kasih kamu begitu saja, tetapi ada syaratnya," kata pak Lui.Â
"Apa syaratnya?" tanya Zeni.Â
"Syaratnya, kamu harus rajin belajar dan kedepan kamu harus menjadi orang yang berguna. Kalau kamu tidak tepati, kamu kembalikan uang ini 2x lipat," kata pak Lui.Â
"Boleh?" tanya pak Lui lagi.Â
"Baik om aku akan berusaha keras," kata Zeni. Kemudian Zeni pun menerima uang tersebut dari pak Lui.Â
Zeni segera membereskan hasil jualan untuk segera pulang ke rumah. Pak Lui menunggu Zeni yang sedang membereskan sayurannya untuk memastikan Zeni benar-benar pulang.Â
15 tahun kemudian, Zeni sudah menjadi orang sukses, lalu dia berusaha mencari pak Lui diperusahaannya. Dengan modal dari kartu identitas yang diberikan pak Lui waktu itu sampailah ia di kantor yang dituju.Â
"Selamat siang pak, aku ingin menemui pak Lui!" tanya Zeni kepada seorang laki-laki, yang kelihatan lagi sibuk dengan laptopnya. Sontak laki-laki itu pun mendongakkan kepalanya.Â
"Selamat Siang juga?" Dia membalas salam Zeni.Â
"Maaf, Anda mencari pak Lui? Pak Lui sudah pergi dan kantor ini sudah menjadi milikku," Laki-laki itu menjelaskan kepada Zeni.Â
"Apakah Anda tahu dimana dia pergi?" tanya Zeni.Â
"Maaf, aku tidak tahu?" kata laki-laki itu yang merupakan pemilik perusahaan itu.Â
"Baik, kalau begitu aku permisi?" Kata Zeni.
Kemudian Zeni pun melangkah keluar. Baru beberapa langkah kembali terdengar laki-laki itu memanggilnya. Zeni pun menoleh kepadanya. Ternyata dia menunjukkan sebuah kartu identitas milik pak Lui. Akhirnya sekarang Zeni sedikit lega melihat kartu identitasnya pak Lui.Â
Segera dia menuju ke alamat sesuai yang tertera di kartu identitas tersebut. Sampailah di sebuah kantor ternyata di sana dia tidak menemukan pak Lui karena sudah pulang. Dia lanjut mencari pada keesokkan harinya. Namun, tetap saja dia tidak menemukan karena pak Lui lagi bekerja di Luar kantor.Â
Dirinya merasa lelah, seharian dia mencari namun belum menemukan hasil. Langkah demi langkah sambil mengusap dahinya. Dimanakah kamu om? Tuhan tolong temukan aku dengan om Lui, Gumam Zeni. Kemudian, Zeni, memutuskan untuk kembali ke kantornya dan pencarian akan dilanjutkan pada esok harinya lagi.Â
Ketika memasuki kantornya dia mendengar suara orang yang lagi marah dan membentak-bentak. Dia mendekat ke arah ruangan dimana arah suara tersebut. Di salah satu ruangan anak buahnya, dia mencoba masuk dan menemukan anak buahnya sedang memarahi seorang tukang Obe.Â
"Ada apa kalian ribut sekali? Tanya Zeni.Â
"Dia lambat mengantar makanan," Joni mengadu kepada Zeni.Â
"Maafkan aku nyonya, tadi mau naik lewat lift namun satpam tidak mengijinkan. Jadi, aku harus lewat tangga, sehingga membuatku terlambat sampai ke Lantai tiga," kata pak Lui sambil menatap ke arah Zeni.
Seketika itu, sontak Zeni sangat terkejut melihat sosok laki-laki itu, ternyata orang yang sedang dicarinya. Sekarang berada di hadapannya. Perasaan bahagia dan juga emosi meliputi Zeni. Zeni pun memarahi anak buahnya yang sudah berlaku tak sopan pada pak Lui.Â
"Aku membayar kamu hanya untuk berlaku tidak sopan kepada orang lain? Mulai sekarang kamu  aku pecat. Aku tidak ingin mempekerjakan orang yang tidak memiliki sikap yang baik pada orang lain!" Kata Zeni kepada anak buahnya dengan sangat kesal".Â
"Kenapa kamu membela dia, dia hanya seorang tukang obe. Sedangkan aku sudah bekerja dengan baik di sini," kata Joni.Â
"Tidak, hari ini juga kamu harus keluar dari kantorku!" kata Zeni.Â
Joni pun keluar dari kantor. Tinggallah di dalam kantor hanya Zeni dan pak Lui.Â
"Maafkan aku nyonya. Hanya karena aku terjadi masalah ini," kata pak Lui.Â
"Om, ini aku Zeni, seorang anak kecil yang pernah bapak berikan uang pada waktu aku sedang menjual sayuran," kata Zeni mengingatkan.Â
"Aku sudah mencapai janjiku kepada om," kata Zeni.Â
"Oh..., kamu sudah besar, Nak?" tanya pak Lui dan sangat kaget, sambil mengingatnya pada waktu itu.Â
"Kerjalah bersamaku om," kata Zeni.Â
Pak Lui kelihatan berpikir dan tertunduk malu. Kemudian melangkahkan kaki menuju ruang keluar. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar perkataan Zeni.Â
"Om orang baik, biarlah aku membalas kebaikan om, dengan sangat aku meminta om bekerja bersama-sama di perusahaan ini," kata Zeni lagi.Â
Sejenak pak Lui terdiam kemudian pak Lui pun menanggapi dengan menganggukan kepala. Menunjukkan bahwa dia setuju dengan tawaran Zeni.
"Baiklah, aku siap bekerja di sini," jawab pak Lui.
Setelah itu pak Lui pun mengundurkan diri dari tempatnya bekerja sebagai Obe dan kini dia bekerja di kantor bersama-sama dengan Zeni yang merupakan perusahaan milik Zeni. Perusahaan Zeni pun semakin sukses.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H