Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

G20: Blunder Fatal Jokowi Soal Rusia-Ukraina Sulitkan Kominfo

4 Juli 2022   11:05 Diperbarui: 4 Juli 2022   11:30 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Dailybeast.com

"Kominfo Ikut "Disikat", Permintaan SPARTAN Ditunaikan Jokowi". Itulah judul artikel yang diunggah oleh pendiri Ormas Spartan Nusantara Aven Jaman pada 3 Juli 2022 lewat situs Spartannusantara.id

"Sikatan" yang dialamatkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika tersebut terkait dengan pernyataan Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Dedy Permadi, tentang pelaksanaan Presidensi G20 2022 yang akan berlangsung di Bali pada 15-16 November 2022.

Seperti yang dikutip sejumlah media, Dedy mengatakan ""Tentu saja ini kami akan membutuhkan suatu kebijakan yang penuh kehati-hatian. Kita sebagai Presidensi akan merespons seperti apa."

Masih menurut Dedy, "Isu Rusia dan Ukrania saat ini sedang kita dalami, dan kemudian akan kami sampaikan dalam forum lain ketika waktunya sudah sampai."

Terkait konflik Rusia-Ukraina yang diwarnai saling ancam antar kubu, Aven juga menyentil ke Kominfo agar kementerian yang saat ini dipimpin oleh Johnny G Plate tersebut tidak coba-coba lips service dalam mengupayakan kesuksesan KTT G20.

Ancaman yang dimaksud adalah pernyataan Menteri Keuangan AS Janet Yellen yang mendesak Rusia dikeluarkan dari forum ekonomi utama G20. Jika tidak, AS berencana memboikotnya.

Tidak hanya itu, sebelumnya pada 4 April 2022, penulis yang sama juga menyentil Kominfo lewat artikel "Kominfo Jangan Jadi Bumper, KTT G20 (Ekonomi) Bisa Gagal Karena Geopolitik".

Jika dicermati, dua artikel tersebut menarasikan Kominfo yang seolah bersikap acuh tak acuh atas akibat perang Rusia-Ukraina terhadap pelaksanaan G20.

Benarkah Kominfo hanya lip service dalam mengupayakan kesuksesan Presidensi G20 seperti yang dinarasikan oleh pendiri Spartan Nusantara?

Sambangi Putin dan Zelensky, Jokowi "Juru Damai"?

Artikel ini tidak menyinggung tentang Presiden Joko Widodo yang konon melawat ke ke Ukraina dan Rusia sebagai Juru Damai.

Alasannya sederhana, karena tidak adanya bukti bila kunjungan Jokowi tersebut untuk mendamaikan dua negara tetangga yang tengah bertikai tersebut.

Dari situs resmi Kremlin, Ketika menyambangi Presiden Rusia Vladimir Putin, Jokowi hanya mengatakan, "Mr President, is there such a possibility, is there such an approach where there is no security? We also said at the G7 meeting that food and fertilisers are not included in the sanctions."

Selain kalimat itu, tidak ada pernyataan lainnya yang diucapkan Jokowi. Begitu juga ketika Jokowi menemui Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.

Sampai tulisan ini diunggah, sulit menemukan peran Jokowi sebagai Juru Damai ketika bertemu Zelensky di Kyiv pada 29 Juni 2022.

Kunjungan Jokowi disebut hanya untuk membujuk kedua presiden negara yang sedang berperang untuk kembali membuka kran ekspor gandumnya.

Lagi pula, sebelum keberangkatan Jokowi pun sejumlah tokoh sudah meragukannya. Rocky Gerung bahkan menyindir dengan mengatakan, "Mendamaikan harga minyak goreng saja tidak sanggup, apalagi mendamaikan dua negara yang sedang berperang."

Karenanya tulisan ini tidak akan menyentuh lebih dalam tentang Jokowi yang oleh pendukungnya dielu-elukan sebagai Juru Damai.

Namun demikian, langkah Jokowi tersebut patut diacungi dua jempol. Sebab bagaimana pun juga upaya Jokowi membuka jalur distribusi gandum akibat blokade Rusia memang sangat diperlukan. Terlebih setelah India menutup kran ekspor gandumnya pada pertengahan Mei 2022 lalu.

20; Gantikan India sebagai Tuan Rumah, Indonesia Ketiban Sial?

Agresi militer Rusia ke Ukraina pastinya sudah direncanakan jauh hari sebelum amunisi pertama ditembakkan pada 24 Februari 2022.

Sebelum melancarkan serangannya ke negara tetangganya itu, Rusia pastinya telah berkomunikasi dengan negara-negara sahabatnya, setidaknya kepada Chechnya.

Adanya komunikasi Rusia-Chechnya tersebut bisa dibaca dari pengumuman Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov yang menyatakan telah menempatkan pasukannya di Ukraina untuk membantu Rusia. Pengumuman itu dikeluarkan Kadyrov hanya dua hari berselang setelah gempuran pertama Rusia.

Sebagaimana Rusia, Chechnya pun pastinya telah menyiapkan pasukannya jauh hari sebelum hari H.

Besar kemungkinan rencana Rusia tersebut sudah tercium oleh intelijen Amerika Serikat dan sekutunya. Melihat ancaman Rusia terhadap Eropa Timur, Amerika terpaksa menarik pasukannya dari Afghanistan pada Agustus 2022.

Seperti yang diinformasikan, selama 20 tahun bercokol di Afghanistan, Amerika Serikat telah menghabiskan sekitar US$2,26 triliun atau sekitar Rp32.500 triliun untuk memerangi Taliban di Afghanistan. Sementara lebih dari 2.000 tentara Amerika tewas di Afghanistan.

Dilepasnya Afghanistan, menunjukkan bahwa Amerika perlu menggeser kekuatan militernya. Sebagai catatan, pada saat yang bersamaan Amerika tengah meningkatkan kekuatannya di kawasan Laut China Selatan.

Sementara, meskipun menurut laporan National Intelligence Council (NIC) pada 2004  Mapping the Global Future, India merupakan ancaman bagi Amerika Serikat, namun dalam "front" Laut China Selatan, India merupakan sekutu bagi Amerika.

Karenanya, tidak menutup kemungkinan bila India pun telah mendapat pasokan informasi dari Amerika tentang rencana Rusia menyerang Ukraina.

Atas informasi yang didapatkannya itu, India menolak gilirannya sebagai tuan rumah atau Presidensi G20. Jatah India itu kemudian diambil alih Indonesia yang kebetulan pada 2023 menjadi Ketua Asean.

Dengan melempar gilirannya selaku Presidensi G20, India lebih memiliki waktu mengurus persoalan-persoalan di dalam negerinya, khususnya perekonomian India yang merosot akibat pandemi Covid 19.

Sebaliknya, Indonesia kini mau tidak mau dihadapkan pada situasi yang harus disikapi secara bijak. Jika sedikit saja salah membaca situasi, Indonesia bisa saja terimbas dampak konflik Rusia-Ukraina.

Pertanyaannya, apakah Indonesia tidak mencurigai sikap India sebelum menerima lemparan giliran Presidensi G20?

Langkah Indonesia harus lebih berhati-hati lagi karena pada Oktober 2020 Pentagon menuduh China tengah membangun pangkalan militernya di Indonesia. Secara tidak langsung Amerika mengancam Indonesia.

Amerika tidak main-main dengan ancamannya. Pada 3-29 September 2020, Skuadron 29 th Attack menggelar latihan yang melibatkan tiga drone MQ-9 Reaper. Pada badgenya tergambar peta mirip China dan mirip Indonesia. Tidak ada peta yang mirip negara-negara lainnya. 

Badge Skuadron 29th Attack (Kompasiana)
Badge Skuadron 29th Attack (Kompasiana)

Mencermati situasi yang dihadapi Indonesia ini, sikap kehati-hatian Kominfo sebagai bagian dari tim juru bicara Presidensi G20 dalam menjaga posisi Indonesia sudah sangat tepat. Kominfo sebagai representasi negara tidak ingin pihak NATO memandang Indonesia sebagai sekutu China atau Rusia, begitu juga sebaliknya. 

Blunder Jokowi dan Pendukungnya Ancam G20

Blunder Pendukung Jokowi

Di saat Jokowi ingin menunjukkan sikap Indonesia yang tidak memihak dalam konflik Rusia-Ukraina, para pendukung Jokowi justru menyebarluaskan narasi bila Putin memilih dekat dengan Jokowi dan menolak berdekatan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Jika pembuat dan penyebar narasi tersebut adalah akun-akun yang tidak jelas pastinya tidak menjadi masalah. Namun, faktanya, akun yang diketahui dikelola oleh elit partai pendukung Jokowi pun melakukannya.

Postingan-postingan tersebut pastinya tertangkap oleh algoritma Twitter dan platform media sosial lainnya. Celakanya, platform-platform media sosial tersebut memihak Ukraina. 

Akibatnya konten-konten tersebut dapat menurunkan nilai tawar Indonesia yang tengah berupaya membujuk agar kepala negara mau menghadiri perhelatan G20 di Bali pada November 2022 nanti.

Padahal, faktanya, digunakannya meja panjang saat Putin berdialog dengan Macron semata-mata lantaran Presiden Prancis tersebut menolak permintaan Kremlin agar mengikuti tes Covid-19 di Rusia. Sikap Macron tersebut dikarenakan Prancis tidak ingin Rusia mendapatkan DNA milik Presiden Macron. Sebaliknya Jokowi dapat berdekatan dengan Putin karena setibanya di Rusia telah mengikuti tes PCR di Jokowi Four Season Hotel, Moscow.

Padahal, Putin sendiri sampai harus menyimpan dan membawa pulang kotoran dan air seninya setiap lawatan ke luar negeri. Seperti Prancis, Rusia pun tak ingin DNA presidennya diketahui oleh negara lain.

Blunder Jokowi

Celakanya, bukan hanya pendukungnya yang melakukan blunder, Jokowi pun melakukannya.

Pengakuan Jokowi tersebut dibenarkan oleh Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada 1 Juli 2022. Peskov mengonfirmasi pesan dari Zelensky untuk Putin tersebut tidak tertulis.

"Itu bukan pesan tertulis. Hanya itu yang bisa saya katakan kepada Anda," katanya ketika ditanya oleh jurnalis media TASS tentang isi pesan Zelensky. Serhii Nikiforov.

Karena menguntungkan, pihak Rusia tentu saja membenarkan pengakuan Jokowi.

Sekalipun demikian, Rusia tidak menyebut bentuk pesan yang disampaikan oleh Jokowi. Kremlin hanya mengatakan "bukan pesan tertulis".

"Bukan pesan tertulis" bukan berarti pesan lisan, bukan pula berarti pesan digital. 

Sementara Sekretaris Pers Kantor Kepresidenan Ukraina Serhii Nikiforov membantah keras adanya pesan tersebut. Katanya, jika Zelensky ingin mengucapkan sesuatu ke Putin, dia bisa melakukannya secara terbuka dalam pidato harian.

Nikiforov benar. Faktanya, Zelensky memang beberapa kali mengunggah video berisi pernyataan-pernyataannya, bahkan kecaman-kecaman kerasnya kepada Putin.

Selain itu, sangat tidak masuk akal bila seorang kepala negara menitipkan pesan bukan dalam bentuk tertulis untuk kepala negara lain lewat kepala negara ketiga.

Dan lagi, sangat jarang pengirim sebagai pihak yang membantah. Karena biasanya penerimalah yang menyangkal telah menerima kiriman..

Untungnya, di tengah keengganan Biden dan sekutu-sekutunya menghadiri G20, Zelensky tidak menjadikan pengakuan Jokowi tersebut sebagai sebuah skandal diplomasi.

Bahkan, Zelensky sama sekali tidak mencuitkan pertemuannya dengan Jokowi lewat akun Twitter-nya. Zelensky malah memantion pemimpin-pemimpin negara lainnya. Presiden Ukraina ini seolah sama sekali tidak menganggap Jokowi yang datang mengunjunginya.

Muncul pertanyaan, siapa yang membisiki Jokowi bila Zelensky menitipkan pesan?

Putin Bisa Ngamuk seperti di G20 2015 Turki, Kominfo perlu Berhati-hati

Putin dikenal sebagai pemimpin yang blak-blakan. Ketika berpidato dalam KTT G 20 di Turki pada 16 November 2015, Putin mengatakan ada 40 negara pendana ISIS dan beberapa di antaranya tengah menghadiri KTT G 20.

Tidak hanya itu, Putin pun mengungkapkan data intelijen yang didapat dinas rahasianya. Data intelijen itu berupa foto udara yang menunjukkan dengan sangat jelas skala perdagangan ilegal produk minyak oleh ISIS. 

Dalam pidatonya itu, Putin tidak menyebut satu pun negara yang dimaksudnya. Meski demikian pidato Putin tersebut telah membakar pertemuan G20.

Situasi semakin memanas dua hari setelahnya. Pada hari itu jet-jet tempur Rusia menghancurkan iringan-iringan truk yang menyelundupkan minyak Suriah. Jumlah truk yang dihancurkan tidak tanggung-tanggung, ada sekitar 500-an. 

Saat menyampaikan pidatonya itu, Putin jelas tengah membela Suriah, negara Timur Tengah yang telah berdekade bersahabat dengan Rusia.

Bisa dibayangkan betapa panasnya suhu G20 di Bali nanti, jika Putin memanfaatkan pidatonya atau kesempatan-kesempatan lainnya untuk membela negaranya sekaligus menyerang pihak yang dianggap lawannya. Suhu bisa lebih panas lagi bila Zelensky yang juga blak-blakan datang memenuhi undangan Jokowi.

Indonesia sebagai tuan rumah G20 pastinya tidak menginginkan hajatan yang akan digelarnya menjadi berantakan karena rambatan perang Rusia-Ukraina. Karenanya sangat tepat bila Indonesia mengembalikan G20 ke bentuk asalnya.

G20 bernama lengkap The Group of Twenty (G20) Finance Ministers and Central Bank Governors atau Kelompok Dua Puluh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Forum ini dibentuk pada 1999 sebagai forum antar pemerintah yang secara sistematis menghimpun kekuatan-kekuatan ekonomi maju dan berkembang untuk membahas isu-isu penting perekonomian dunia.

Kapasitas Indonesia sebagai tuan rumah, sebagaimana yang diterangkan oleh Dedy Permadi adalah sebagai fasilitator pertemuan negara-negara anggota G20 tanpa terkecuali.

Dalam kapasitasnya itu, Indonesia tentu saja harus menyikapi situasi yang berkembang di Rusia dan Ukraina, termasuk ancaman pemboikotan. 

Ekonomi memang tidak bisa dipisahkan dari politik. Bahkan faktor ekonomilah yang mewarnai kebijakan politik. Bahkan, keputusan perang pun memiliki motif ekonomi di belakangnya.

Namun demikian, membawa masuk perang Rusia-Ukraina ke dalam Forum G20 merupakan sebuah kesalahan.

Karena itulah, sesungguhnya lawatan Jokowi ke Ukraina dan Rusia demi terbukanya lagi jalur distribusi pangan sudah tepat. Sebaliknya, sebuah kesalahan besar jika kunjungan Jokowi yang kebetulan sebagai tuan rumah G20 dikaitkan dengan isu politik kawasan, bahkan perang.

Dan, jika mencermati percakapan antara Jokowi dan Putin maupun Zelensky memang tidak terfokus pada perang, melainkan pangan.

Karena itulah, sekali lagi, timbul pertanyaan, siapa yang menjerumuskan Jokowi dengan menyemburkan isu "Juru Damai"?

Terkait perhelatan G20, Kominfo telah menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo untuk memperkuat komunikasi publik. Untuk itu Kominfo telah membentuk tim juru bicara untuk forum dalam Presidensi G20 Indonesia di mana Kominfo menjadi bagiannya.

Dalam tim komunikasi G20, komunikasi yang umum terkait penyelenggaraan akan dilakukan oleh Johnny G Plate selaku Menkominfo. Sementara untuk isu-isu yang terkait dengan kebijakan presiden dari Istana Presiden dilakukan oleh Kepala Staf Presiden, Pak Moeldoko. 

Sebagai bagian dari kepanitiaan G20, maka Kominfo bukanlah "bemper" bagi instansi-instansi lainnya. Dan, ketika berbicara tentang G20, Dedy Permadi bukan hanya sebagai Staf Khusus Kominfo, melainkan juga juru bicara G20. 

Dengan demikian, pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan Kominfo terkait G20 tidak lepas dari tupoksinya sebagai pengelola komunikasi publik dan kepanitiaan G20.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun