Jelas, dalam pidatonya itu Gatot menekankan pembangunan yang tidak terputus atau berkelanjutan.
Tempo kemudian menulis (penebalan oleh penulis) "Menurut Gatot, terpilihnya Jokowi sangat penting untuk melanjutkan program pembangunan yang sekarang ini sedang dijalankan. Apalagi dia menilai Indonesia sebagai negara yang aneh karena tidak mempunyai rancangan pembangunan jangka panjang.
"Rancangan sepuluh tahunaja enggak ada. Adanya rencana lima tahunan dan diserahkan pada presiden," ujarnya.
Karena itu, menurut dia, tatanan yang sekarang sudah berjalan di bawah Presiden Jokowi penting untuk berlanjut, sehingga pembangunan bisa terwujud.
"Setelah itu ganti lagi enggak masalah. Ini karena sistem kita seperti ini," kata Gatot Nurmantyo
Diberitakan juga jika Gatot menuturkan ketidakadaan rencana itu terbilang ironis. Panglima mengibaratkan seorang bapak saja pasti memiliki rencana jangka panjang untuk anaknya.
"Bangsa Indonesia nggak ada rencana sepuluh tahunan, nggak ada, yang ada rencana lima tahunan yang diserahkan presiden terpilih, gila nggak?" kata Gatot dalam pidatoonya.
Mungkin, kerena menangkap pernyataan Gatot sebagai dukungan kepada Jokowi untuk meneruskan pemerintahannya, kader NasDem menyorakinya.
"Dia sepakat sama kita, kalau panglima bilang dua periode ya berarti senafas dengan NasDem, NasDem tentu mengapresiasi itu," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem Surya Paloh yang telah menyatakan partai yang dipimpinnya mendujung Jokowi untuk mempertahankan jabatannya sebagai Presiden RI (Sumber: Tribunnews.com).
Memang, logikanya, jika Gatot Nurmantyo menghendaki pembangunan yang berkelanjutan, pastinya Gatot mendukung kelanjutan pemerintahan Jokowi hingga 2 periode.
Kalau benar pernyataan tersebut sebagai dukungan kepada Jokowi yang rencananya akan maju sebagai capres petahana pada Pilpres 2019, itu sama saja Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo telah melakukan politik praktis berupa dukung-mendukung dalam pemilu. Artinya, Gatot tertangkap basah off side.