Tetiba terjadi kegemparan yang begitu sangat mengguncang. Gegaranya, tanpa didahului angin apalagi petir, KPK menetapkan Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka pada 10 Januari 2015.
Istana terkejut lantaran 3 hari hari sebelumnya BG diajukan ke DPR RI sebagai calon tunggal Kapolri. Dan ketika itu, DPR RI masih didominasi oleh Koalisi Merah Putih, koalisi partai politik yang menyatakan dirinya sebagai oposisi pasca kekalahannya dalam Pilpres 2014.
Dan, pada 15 Januari 2017, BG dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi III DPR. DPR menetapkan BG sebagai calon Kapolri menggantikan Jenderal Sutarman.
Kompolnas meradang. Pasalnya, sejak beberapa bulan sebelumnya, institusi ini sudah menanyakan kepada KPK tentang nama-nama perwira Polri yang bersih dari korupsi. Tetapi, KPK tidak juga memberikan jawabannya.
Sejumlah orang yang mengaku-ngaku anti-korupsi berteriak lantang mendesak pencalonan BG ditarik lagi. BG dengan dugaan kepemilikan rekening gendut tidak layak menjadi Kapolri. Begitu seru mereka.
Presiden RI Joko Widodo mendapat buah simalakamanya. Jika desakan masyarakat yang mengaku-ngaku sebagai anti-korupsi tidak dituruti maka ia akan berhadapan dengan serbuan opini negatif yang berpotensi menghancurkan kredibilitasnya. Tetapi, jika ia menuruti desakan tersebut maka ia akan berhadapan dengan pemakzulan.
Dengan berbagai pertimbangan dan komunikasi sana-sini, akhirnya Jokowi menarik pengajuan BG sebagai calon tunggal Kapolri. Dan, Jokowi beruntung sebab DPR menyetujui sikapnya.
Saat menjamu makan Kompasianer pada 19 Mei 2015, Jokowi mengungkapkan jika keputusannya itu akhirnya diambilnya meski mantan Walikota Solo itu harus berhadapan dengan  resiko pemakzulan yang tidak diharapkannya.
Entah komunikasi apa yang dilakukan pihak Istana kepada DPR sehingga anggota DPR, termasuk dari PDIP, yang pada awalnya garang menentang penarikan usulan Kapolri mau menerima sikap Presiden.
KPK adalah institusi pemberantas kejahatan, dalam hal ini tindak pidana korupsi. Sebagai pemberantas kejahatan, layaknya jagoan dalam film-film Hollywood, sentimen masyarakat Indonesia terhadap KPK sangat begitu positif.
Sikap kelompok masyarakat pro-KPK tersebut tidak ada bedanya dengan ABG alay kepada selebritis idolanya. Dan, masyarakat pro-KPK ini tidak sungkan-sungkan menstempelnya pengritik KPK sebagai pendukung koruptor, rakyat yang tidak jelas, dan sederet lebel negatif lainnya.