Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Seharusnya Jokowi Dukung Fahri Hamzah yang Wacanakan Pembekuan KPK

14 September 2017   09:30 Diperbarui: 15 September 2017   07:01 8524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menariknya, kelompok pro-KPK ini seolah memilah-milah informasi. Mereka seolah menutup pintu pada segala informasi negatif tentang KPK. Dan, karena takut distempel negatif, banyak netizen yang takut memviralkan informasi negatif tentang KPK.

Kelompok pro-KPK ini ngotot kalau KPK adalah emas yang tidak berubah warnanya. Bagi mereka, KPK adalah good cop selama lamanya. Kalau pun ada tahi kambing, tahi kambing itu harus dinikmati seperti coklat.

Perilaku kelompok yang mengaku-ngaku sebagai aktivis anti-korupsi ini sedikit banyak mirip dengan kelompok yang mengaku-ngaku sebagai aktivis HAM. Para aktivis HAM melabeli Pendongeng Hitam kepada siapa pun yang berbeda pendapat dengan mereka dalam kasus pembunuhan Munir.

Tetapi, bagi kelompok masyarakat yang distempeli pro-koruptor, KPK bukanlah emas. KPK tetaplah institusi yang diawaki oleh manusia. Bahkan, karena sistem pemilihan komisionernya, KPK bisa dikatakan juga sebagai makhluk politik.

Dalam kasus BG, KPK-lah yang bermasalah. Sebab, seperti yang diberitakan KOMPAS.COM, "Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) M Nasser menjelaskan alasan Kompolnas memasukkan nama Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan sebagai salah satu calon kepala Polri yang diajukan kepada Presiden Joko Widodo. Nasser mengatakan, Kompolnas sebenarnya pernah meminta data rekam jejak Budi Gunawan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Menurut Nasser, keterangan soal data keuangan tersebut pernah diminta saat Budi diajukan sebagai calon Kepala Polri pada 23 April 2013. Namun, kata Nasser, Kompolnas menyesali sikap KPK dan PPATK yang tidak pernah menanggapi permintaan itu.

"Kompolnas kirim surat ke Komnas HAM, KPK, dan PPATK. Tapi tidak pernah dibalas, cuma Komnas HAM yang balas ke kami. Jadi kami tidak tahu banyak soal profil mencurigakan dari para calon," ujar Nasser dalam diskusi di Kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/1/2015).

Perhatikan tanggalnya. KPK dan PPATK sudah dimintai data keuangan BG  sejak 23 April 2013 atau ketika BG hendak dicalonkan sebagai Kapolri pada masa pemerintahan SBY. Kenapa dalam kurun waktu hampir 2 tahun KPK belum juga menyerahkan data yang diminta Kompolnas?

Dan, tanpa prosedur penindakan yang sewajarnya, tanpa dipanggil apalagi sampai dimintai keterangan, KPK langsung menetapkan BG sebagai tersangka. Akibatnya, pada 16 Februari 2015, dalam sidang pra-peradilan yang diajukan BG, hakim menyatakan penetapan tersangka terhadap BG oleh KPK dinyatakan tidak sah.

Kasus BG mencatatkan rekornya sebagai kasus pertama yang tidak berujung pada pemidanaan. Juga menjadi kasus pertama yang tidak pernah masuk ke tahap penuntutan. Kasus ini berakhir dengan pelimpahan ke kejaksaan.

"Penyelidikan itu dimulai pada Juni 2014 kemudian naik penyidikan pada 12 Januari 2015. Jadi, tidak ada yang terburu-buru," ujar salah satu kuasa hukum KPK, Rasamala Aritonang, usai sidang praperadilan di kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 9 Februari 2015 (Sumber cnnindonesia.com).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun