Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah Investigasi Allan Nairn Bersumber dari Informasi Intelijen?

4 Mei 2017   13:09 Diperbarui: 8 Mei 2017   14:23 2870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebenarya , tidak ada yang salah kalau militer lebih memilih untuk mengikuti “arah angin”. Seperti dalam “Mungkinkah Militer Indonesia Kudeta? “Dari berbagai pengalaman yang terjadi, termasuk Arab Spring, militer selalu memihak kepada “arah angin”. Ketika Hosni Mubarak masih kuat, militer Mesin berbaris rapat di belakangnya, tetapi begitu gelombang masa membesar, militer Mesir berbalik dan mendukung penurunan Mubarak.

Demikian pula dengan yang terjadi di Indonesia pada 1998. Militer yang awalnya kompak mendukung Soeharto mulai memihak gerakan reformasi ketika gerakan tersebut membesar. Hal ini terbukti dengan dukungan TNI AL dan TNI AU kepada gerakan reformasi sehari sebelum Soeharto menyatakan lengser.

Sikap militer yang mengikuti arah angin itu sama sekali tidak salah. Sebab kalau militer mencoba melawan arah angin, maka dapat menimbulkan perang saudara yang tentu saja mengakibatkan kerusakan yang jauh lebih besar. Militer akan saling berhadapan seperti yang terjadi di Libya dan Suriah,

Militer tidak seperti yang disebut Nairn dalam laporannya “.. And the army stepping in and assuming control to save the state”. TNI memang tidak boleh (terang-terangan) terlibat dalam politik praktis. Dan, jika situasi keamanan sudah tidak lagi sanggup dikendalikan oleh Polri, TNI pastnya akan mengambil alih “komando”. Jika tidak, situasi pasti akan terus memburuk. Jadi, langkah TNI tidaj bisa dikatakan TNI seolah-olah menganbil alih kendali untuk menyelamatkan negara.

Ada keresahan pada personel TNI atas situasi yang terjadi di tanah air memang benar.  Panglima TNI sendiri sempat mengungkapkannya di sela Seminar Nasional Bela Negara yang digelar di Hotel Sheraton Makassar pada 12 Desember 2015.

"Masyarakat Indonesia saat ini memiliki budaya yang berbeda, mereka lebih suka marah-marah, parahnya itu semua dipelopori oleh politikus yang dikendalikan dari luar oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab ,” ujar Gatot seperti dikutip Tribunnews.

Tidak jelas, siapakah politisi yang dimaksud oleh Gatot. Pastinya, Gatot tidak mungkin sevulgar Kolonel (AU) Adjie Suradjie saat mengritik pola kepemimpinnya Presiden SBY lewat artikelnya yang diberi judul “ “Pemimpin, Keberanian, dan Perubahan”.Kerasahan Gatot sangat wajar mengingat situasi saat ini yang begitu mencemaskan dan rentan akan terjadinya konflik horisontal.

Kalau diperhatikan, dalam laporan nya Nairn berupaya membangun opini jika gerakan makar terkait dengan kepentingan PT Freeport Indonesia. Opini yang dicoba dibangun oleh Nairn ini tidak salah kalau melihat rumor tumbangnya Presiden Libya Moamar Khadafi yang disebabkan oleh konsesi ladang minyak. Mungkin saja opini Nairn tersebut ada benarnya. Tetapi, seberapa kental kepentingan Freeport dalam rencana makar? Dan pertanyaan terpentingnya, apakah tanpa adanya kepentingan Freeport isu makar tidak akan berhembus?

Dengan demikian, laporan investigasi Nairn bisa dibilang sudah jadi barang rongsok yang seharusnya tidak perlu lagi diperdebatkan. Bukan hanya isu adanya keterlibatan militer aktif dalam rencana makar, tetapi juga keterkaitan antara Presiden AS Donald Trump dengan sejumlah tokoh di tanah air. Bukahkah kedekatan Trump dengan Hary Tanoesoedibyo sudah menjadi konsumsi publik. Pertanyaannya, apakah kedekatan orang nomor satu di AS dengan sejumlah tokoh tanah air itu merugikan bangsa Indonesia atau tidak?

Laporan investigasi Nairn bukan hanya sudah basi, tetapi juga kurang lengkap. Karena faktanya seruan gerakan people power yang terkait dengan isu Ahok sudah berhembus sejak Juni 2016. Ketika itu dunia maya, khususnya Twitter, diramaikan oleh #PeoplePower.

Tagar ini muncul sebagai ungkapan kekecewaan atas sikap KPK yang menyatakan tidak menemukan adanya tipikor dalam jual-beli lahan RS Sumber Waras (SW). Tetapi, ketika itu tidak mungkin terjadi gerakan people power seperti yang ditulis di "People Power" untuk Gulingkan Jokowi, Memangnya Bisa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun