Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah Investigasi Allan Nairn Bersumber dari Informasi Intelijen?

4 Mei 2017   13:09 Diperbarui: 8 Mei 2017   14:23 2870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selain artikel di atas masih ada sejumlah artikel lainnya yang mirip-mirip dengan isi dari laporan Nairn, seperti “Soal Makar, Apakah DPR Belum Tahu Insiden "Bouazizi"? dan Soal Makar, Kapolri dan Menhan Sama-sama Benar”.

Kemudian Nairn melanjutkan laporannya, “It would look like People Power” — the people gathered by FPI and their allies, but in this case, “with everything paid. The military would just do nothing. They only have to go to sleep” and let the president fall.

The admiral’s description of the movement’s strategy matched that of a dozen top officials I spoke to, some of them still active in the aparat — some for the coup, some against it.

Another possible scenario was described by another large group of officials: that the FPI-led rallies would get out of hand, with Jakarta and other cities tumbling into chaos, and the army stepping in and assuming control to save the state.”

Laporan yang diterima Nairn ini pun sama persis alias sebelas-dua belas dengan sejumlah artikel yang ditayangkan di Kompasiana.

Di antaranya Soal Makar, Kapolri dan Menhan Sama-sama Benar” yang ditayangkan pada 26 November 2016. Dalam artikel tersebut dituliskan, “Di mana-mana dan dari waktu ke waktu makar itu tidak gampang. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Tanpa dipenuhinya syarat-syarat itu kedeta atau makar hanyalah omong kosong belaka.

Syarat pertama, adanya momentum. Kalau pada isu-isu kudeta sebelumnya momentum itu tidak ada, kali ini momentumnya sudah ada. Bukan hanya sudah ada, tetapi juga sudah matang. Kalau disamakan dengan masa 1965-an, bisa dibilang “Ibu Pertiwi sudah hamil tua”.

Momentum itu berawal dari kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok. Sebenarnya kasus ini tidak beda dengan kasus-kasus penistaan agama sebelumnya. Persoalannya, Ahok berbeda dengan pelaku penista agama lainnya. Kalau pelaku lainnya tidak berpredikat sebagai pejabat publik, sebaliknya Ahok adalah Gubernur DKI Jakarta, gubernur ibu kota negara.

Selain itu, kalau peristiwa penistaan agama lainnya tidak terkait dengan kepentingan politik, kasus Ahok sarat akan kepentingan politik. Saat Ahok diduga melakukan penistaan agama, ia berstatus sebagai calon petahana Pilgub DKI 2017 yang diusung oleh 4 parpol penguasa.

Dan, karena momennya bertepatan dengan masa pemilu, maka mau tidak mau kasus ini pun melibatkan masa pendukung masing-masing pasangan calon. Artinya sudah terjadi benturan di tingkat akar rumput.

Benturan di tingkat akar rumput ini bukan saja melibatkan warga Jakarta, tetapi juga warga negara Indonesia lainnya yang tinggal di segala penjuru tanah air. Akibatnya, terjadilah benturan dengan skala besar dan masiv. Benturan antar akar rumput dengan skala besar inilah yang menjadi syarat kedua terjadinya makar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun