"Syukurlah Kak Sara selamat. Papa dan Mama akan datang sebentar lagi," kata Lala.
"Ohh Tuhan, terima kasih Tuhan...," ucap Sara dengan suara lirih dan bergetar. Sara merasa Tuhan telah mendengar doanya.
"Ta.. tapi, ba.. bagaimana ka... kamu?" tanya Sara kepada adiknya dengan terbata-bata.
Lala segera menyahut, menjelaskan kronologi bagaimana ia bisa menyelamatkan kakaknya
"Pas kita video call, aku merasa heran kenapa Kakak meloncat ke ranjang hotel. Aku melihat posisi Kakak tengkurap. Aku pikir Kakak nggak beneran tidur, mungkin sedang merasa rileks dengan posisi begitu. Jadi aku tunggu aja beberapa menit. Lama-lama aku merasa Kakak sudah tertidur, karena mungkin Kak Sara terlalu lelah."
Sara menghela nafas panjang. Ia ingat belum sempat mematikan sambungan video dengan adiknya.
"Aku sudah mau mencet tombol off, tiba-tiba aku terkejut melihat beberapa orang laki-laki mendatangi ranjang Kakak dan mengangkat tubuh Kakak. Aku berusaha diam dengan menutup mulutku dengan tanganku. Aku berusaha tidak berteriak, lalu buru-buru aku menutup kamera ponselku dengan kertas putih agar wajahku tidak tampak di layar ponsel kakak," lanjut Lala.
"Bersamaan dengan itu, aku juga gercep merekamnya. Lalu aku cepat-cepat menghubungi telepon darurat 112. Setelah tersambung, aku juga meminta nomor Whatsapp petugas yang berbicara denganku supaya aku bisa kirim videonya. Dia sempat susah menghubungi polisi yang bertugas. Malam tahun baru, kan... Tapi syukurlah akhirnya ada tim polisi yang segera meluncur ke hotel itu," kata Sara menutup penjelasannya.
Sara tersenyum. Ia membayangkan bagaimana nasibnya bila mereka tidak berkomunikasi lewat video? Pada waktu itu daya ponselnya juga cuma sepertiga karena baru beberapa menit diisi ulang.
Lalu suasana hening selama beberapa saat.
"Biyan... Biyan... Biyan dimana, La?" tiba-tiba Sara bertanya dengan mimik kebingungan.