Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerbung: Sekte Laknat Malam Tahun Baru di Hotel Marun Biru (3/3)

5 Januari 2023   12:31 Diperbarui: 5 Januari 2023   12:39 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi: Suhas Rawool / Pixabay)

Biyan tidak jua bergerak. Tapi Sara melihat Biyan masih bernafas, kemungkinan masih belum sadar.

Kemudian pria itu turun dari panggung dengan perlahan, lalu berjalan menuju tiang dimana Biyan dan Sara terikat di sana.

Di tangan kanannya adalah pisau berwarna keemasan yang sepertinya bakal menjadi alat untuk melukai mereka, sedangkan di tangan kirinya adalah sebuah cawan berwarna keemasan pula. Ukuran cawan itu kira-kira sebesar kaleng biskuit berbentuk bundar.

Sara merasa sangat cemas. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah.

Pria itu berhenti di depan tiang dimana Biyan berada. Mulutnya masih komat-kamit, membaca mantera menjelang ritual puncak yaitu penumbalan manusia. Pria itu mengangkat pisaunya dengan tangan kanannya lalu menurunkannya dengan cepat.

Sara memekik dengan memejamkan mata, membuang pandangannya ke pundak kanannya. Ia berusaha menangis sekeras-kerasnya, tetapi lagi-lagi yang keluar dari pita suaranya hanyalah erangan.

Sara mengumpulkan keberaniannya untuk melihat dilakukan pria itu terhadap Biyan. Pria itu menyayat kaki Biyan, tepat di area vena di atas mata kaki bagian dalam. Seketika darah segar mengucur deras dari situ yang kemudian ditampung ke dalam cawan emas. Biyan yang masih dalam kondisi pingsan tentu saja tidak merasa kesakitan.

Ketika cawan itu hampir penuh dengan darah Biyan, pria itu menyiramkannya ke dalam bara api. Di sesi ini, baik pria itu dan seluruh anggota sekte meneriakkan mantera khusus secara bersamaan. Setelah itu, pria itu kembali menampung darah Biyan lalu menyiramkannya ke api.

Sara semakin cemas, nafasnya tersengal-sengal. Ia melihat kobaran api di depannya membentuk sesuatu, seperti sesosok tubuh berukuran besar yang belum begitu jelas wujudnya. Ia menduga begitu ritual selesai seluruhnya, sosok itu akan tampak jelas.

Dalam hati ia mengutuk semua orang yang ada di ruangan itu, termasuk ketiga temannya. Dari mulutnya juga terucap kalimat doa, memohon pertolongan dari Tuhan.

Ia tidak mau mati malam ini. Apalagi mati dengan cara begini, menjadi tumbal bagi sosok gelap yang mereka puja. Tidak...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun