Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Korupsi Tidak Dilakukan oleh Pejabat Saja, Bisa Saja oleh Orang Biasa

17 Desember 2019   14:24 Diperbarui: 17 Desember 2019   14:23 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: Kosova.info)

Korupsi ibarat salah satu penyakit negeri ini. Bak mati satu tumbuh seribu, korupsi nampaknya enggan pergi. Banyak sudah pejabat dibui gegara korupsi. Anehnya, sebagian dari mereka malah diberi grasi. Oalah Gusti...

Bicara tentang korupsi, ternyata perilaku korupsi tidak hanya dilakukan oleh pejabat pemerintah atau petinggi suatu perusahaan. Mungkin karena sudah menduri dalam daging, perilaku korupsi itu sebetulnya banyak terjadi di sekitar kita. Bahkan mungkin saja diri kita juga pernah melakukan korupsi tanpa kita sadari.

Korupsi tidak selalu berkaitan dengan uang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

KBBI juga menambahkan pengertian yang serupa bila kata "korupsi" disandingkan dengan kata lain. Misalnya "korupsi waktu" artinya adalah penggunaan waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi.

Sementara itu KBBI juga menambahkan kata kerja "mengorupsi" memiliki arti menyelewengkan atau menggelapkan (uang dan sebagainya). Tentu saja untuk keuntungan pribadi.

Jadi dari pengertian korupsi yang dijelaskan oleh KBBI tersebut, kita memahami bahwa korupsi adalah perilaku penyelewengan atau penyalahgunaan sesuatu (uang, waktu, aset, material dan sebagainya) yang dimiliki oleh negara atau perusahaan atau institusi lainnya, demi keuntungan pribadi.

Perilaku ini jelas merugikan. Bila konteksnya negara, akan merugikan negara. Misalnya pejabat yang mengorupsi dana desa. Bila konteksnya perusahaan juga sama saja, berpotensi merugikan perusahaan.

Seperti yang dikatakan di bagian awal tulisan ini, korupsi tidak hanya dilakukan oleh pejabat pemerintahan. Tapi juga orang yang bukan pejabat pemerintahan, misalnya direktur perusahaan, pegawai kantoran, pekerja mandiri atau karyawan toko. Beberapa contoh berikut mungkin akan membuka mata kita.

Oknum pemborong atau tukang yang mengambil sebagian material

Beberapa kali saya mendengar cerita oknum pemborong atau tukang bangunan yang menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh seseorang yang sedang membangun atau merenovasi rumahnya.

Ternyata ada oknum pemborong atau tukang yang berperilaku koruptif. Saya mendengar biasanya mereka mengambil sebagian material bangunan seperti semen, pasir, cat, batu bata, peralatan pertukangan dan lain.

Salah seorang kerabat pernah merenovasi rumahnya lumayan besar-besaran. Seorang pemborong mengerjakan renovasi tersebut. Awalnya nampak baik-baik saja, tetapi kemudian terasa ada yang janggal.

Beberapa kali terjadi penambahan biaya pembelian material yang tidak kecil. Kerabat saya itu orang yang sibuk sehingga tidak punya waktu untuk mengecek pembelian material secara detail. Ia mempercayakan pekerjaan itu sepenuhnya kepada sang pemborong.

Di suatu kesempatan, keluarga kami bersilaturahmi ke rumah sang pemborong yang nampak baru direnovasi total. Terdengar kasak kusuk dari keluarga kami, apakah ia menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh salah seorang kerabat kami? Hmm, bisa jadi.

Tidak satu dua kali saya mendengar perilaku koruptif yang dilakukan oknum pemborong / tukang seperti itu. Mungkin itu yang membuat tetangga saya selalu mengawasi tukang-tukang yang melakukan pekerjaan renovasi rumahnya.

Ada juga tetangga lainnya yang mengawasi pekerjaan tukang secara detail. Mungkin agar tidak terjadi penyalahgunaan material. Sebagai informasi, suatu keluarga yang membangun atau merenovasi rumahnya pasti memiliki bujet yang terbatas. Sudah terbatas, kok masih diakali oleh oknum pemborong / tukang.

Perilaku oknum pemborong atau tukang itu tidak terpuji. Bisa membuat orang yang menggunakan jasanya tidak percaya atau tingkat kepercayaan kepada mereka menjadi rendah. Mungkin berkaca dari orang lain, tetangga saya jadi ikut mengawasi pekerjaan perbaikan atau renovasi rumah mereka.

Padahal seharusnya pemborong atau tukang itu bekerja secara merdeka tanpa perlu diawasi. Rasanya tidak ada orang yang suka diawasi ketika bekerja. Yang penting hasil pekerjaannya sesuai dengan spesifikasi yag disepakati dengan pemilik rumah, termasuk material yang digunakan sudah disetujui pemilik rumah.

Karyawan kantor korupsi. Korupsi apaan?

Korupsi juga dilakukan oknum karyawan. Stereotip penampilan karyawan kantor umumnya rapi jali, rambut klimis, kadang berdasi. Yakin mereka tidak korupsi? Hmm.., ternyata sebagian dari mereka suka berperilaku koruptif. Di setiap kantor, sepertinya ada saja karyawan yang memiliki perilaku koruptif.

Apa yang mereka korupsi? Ada korupsi waktu, korupsi barang atau aset kantor, korupsi fasilitas kantor, dan lain-lain. Tetapi rasanya paling sering adalah korupsi waktu.

Karyawan yang datang terlambat atau sering tidak di tempat selama jam kantor itu adalah contoh perilaku korupsi yang dilakukan oleh karyawan kantor. Karyawan datang terlambat karena problem transportasi mungkin bisa dimaklumi, misalnya KRL ada masalah, atau ban sepeda motor / mobil bocor.

Tetapi kalau gegara bangun kesiangan karena malam sebelumnya misalnya begadang maraton drakor atau nonton konser musik hingga tengah malam, itu adalah alasan saja. Sudah datang terlambat tapi pulang on time jam 4 atau 5 sore, fix dia korupsi waktu.

Ada juga yang ketika kembali dari istirahat makan siang tidak tepat waktu. Bisa 15 menit, 30 menit bahkan lewat satu jam dari batas jam istirahat makan siang. Cerita seorang rekan staf sebuah kantor, sebagian stafnya tidak mematuhi jam kerja yang telah disepakati bersama.

Jam kerja di kantor tersebut adalah jam 08.00 pagi hingga 17.00 sore. Jam istirahat adalah jam 12.00 hingga jam 13.00 siang. Saya rasa banyak perusahaan yang memiliki jam kerja demikian. Tetapi sebagian staf di kantor itu sering, atau lebih tepatnya punya kebiasaan datang terlambat. Kadang jam 9an, jam 10an, bahkan ada yang datang jam 11an.

Menjelang istirahat makan siang, sebagian karyawan ada yang sudah bersiap-siap hendak makan siang. Ada yang berangkat jam 11.30, ada yang on time jam 12.00. Nah, ketika jam lunch break usai, mereka sering terlambat balik kantor. Ada yang jam 13.15, ada yang 13.30, ada yang jam 14.00 bahkan ada yang baru balik menjelang jam 15.00! Padahal cuma istirahat makan siang.

Salah seorang kawan di sebuah grup Whatsapp yang saya ikuti curhat tentang staf di kantornya yang belum jua kembali ketika batas waktu jam istirahat usai. Ketika diselidiki, ternyata staf itu tidur di sebuah tempat di area kantor.

Ini mirip dengan apa yang pernah terjadi di sebuah perusahaan tempat saya pernah bekerja sebelumnya. Ada fenomena sejumlah karyawan suatu departemen yang sering menghilang beberapa jam sebelum jam kerja usai. Beberapa manajer yang terheran-heran dengan fenomena itu pun sepakat menelusuri keberadaan mereka.

Setelah mencari dengan seksama, ternyata mereka semua ditemukan di sebuah ruangan dalam kondisi sehat walafiat dan dalam kondisi tertidur pulas. Grookk, grookkk, begitu mungkin suara dengkurannya. Hehe.. Sungguh mencengangkan sekali kelakuan mereka. Alhasil, para manajer pun murka di lokasi. Sepertinya para karyawan sableng itu terkena sanksi. Ini termasuk korupsi waktu dimana jam kerja malah dipakai untuk tidur.

Sekadar mengingatkan, bukankah setiap karyawan yang bekerja di suatu perusahaan sudah menandatangani surat perjanjian kerja? Biasanya di dalam surat perjanjian kerja memuat informasi hari kerja, jam kerja dan jam istirahat.  

Setelah seorang karyawan menandatangani perjanjian tersebut, otomatis ia sepakat dengan hari kerja, jam kerja dan jam istirahat kantor, bukan malah tidak mematuhinya. Ketika pelanggaran jam kerja digunakan untuk kepentingan pribadi, itu sama saja dengan korupsi yaitu korupsi waktu.

Korupsi lainnya yang dilakukan karyawan adalah korupsi barang kantor. Kadang seorang staf kantor tidak menyadari bahwa ia melakukan korupsi ini. Tetapi kadang ada juga staf yang menyadari dan karena bukan termasuk pelanggaran berat maka menjadi kebiasaan.

Kadang staf menggunakan fasilitas laptop dari kantor untuk kepentingan pribadi, misalnya untuk bisnis sampingannya atau untuk menikmati hiburan di tempat kos atau rumah. Penyalahgunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi sebenarnya merupakan salah satu bentuk korupsi juga, korupsi barang atau aset kantor.

Korupsi di kantor lainnya misalnya menggunakan kertas untuk penggunaan pribadi. Ditambah jika menggunakan printer kantor. Plus memakai staples kantor. Nampak sepele tetapi tetap saja artinya sama, korupsi barang kantor.

Misalnya, seorang staf kantor menggunakan kertas kantor dan printer untuk keperluan bisnis sampingannya, atau untuk mencetak undangan kegiatan di kampungnya. Bila ada banyak staf yang punya perilaku seperti ini, berapa banyak kerugian yang dialami kantor?

Hal seperti ini pernah terjadi juga di sebuah tempat bekerja saya sebelumnya. Jadi mantan atasan saya, seorang petinggi perusahaan, pernah memergoki salah seorang karyawan suatu departemen yang menggunakan printer kantor untuk mencetak sesuatu yang tidak berkaitan dengan pekerjaannya. Jumlah lembarnya cukup banyak.

Mungkin ada staf lain yang melaporkan hal itu dan sampai ke telinga mantan atasan saya. Dalam suatu kunjungan mendadaknya, aksi oknum karyawan nakal itu pun caught in the act (dipergoki secara langsung).

Saya tidak mengenal karyawan itu. Seingat saya tidak lama oknum karyawan itu pun diberhentikan. Duh, sayang sekali ia sudah melewati masa seleksi yang cukup panjang, gegara perilaku koruptif ia diberhentikan seketika.

Saya pernah mendengar bisik-bisik korupsi yang dilakukan oleh mantan rekan kerja di kantor yang berbeda. Modusnya adalah pembelian suatu aset kantor dimana sebagian aset yang dibeli ia kuasai untuk kepentingan pribadinya.

Apa yang ia lakukan itu sangat bertentangan dengan kode etik dan termasuk tindakan korupsi. Saya tidak habis pikir dengan kelakuannya yang terbilang nekat itu. Entah ia mengetahui atau tidak, suatu saat kantor tersebut pasti akan diaudit. Auditor pasti akan menemukan keganjilan suatu transaksi ketika tidak nampak wujud asetnya.

Beberapa waktu setelah saya pindah bekerja di kantor lain, saya mendengar mantan rekan kerja saya itu sudah tidak bekerja di kantor tersebut. Sepertinya ada seorang whistleblower yang membuat aksinya terbongkar. Kabarnya, beberapa orang terdekatnya juga tidak lagi bekerja di sana.   

Karyawan toko atau rumah makan yang tidak memberi nota / bukti pembayaran

Ketika membeli barang atau membeli makanan / minuman, pernahkah Anda melihat pemberitahuan yang dipasang di dekat meja kasir yang kalimatnya kurang lebih seperti ini: "Tidak menerima struk, pembelian Anda gratis". Sering kan ya?

Pemberitahuan itu dipasang sebagai jaminan bahwa setiap transaksi di gerai tersebut tercatat. Atau mungkin pernah terjadi seorang karyawan mengorupsi uang dari satu atau beberapa transaksi yang tidak tercatat di mesin kasir.

Suatu kali saya dan keluarga makan di sebuah booth kuliner di sebuah mal. Setelah kami selesai makan, saya pun menuju kasir. Saya heran, ada mesin kasir tetapi kok petugas kasirnya menghitung dengan kalkulator? Ketika saya meminta struk, baru petugas kasir menggunakan mesin kasir dan memberikan selembar struk kepada saya. Hmm, jadi kerja dua kali.

Saya jadi berpikiran negatif jangan-jangan oknum petugas kasir itu punya niat korupsi. Bila oknum kasir itu memang berniat korupsi, saya senang bisa mencegahnya walaupun sebetulnya struk itu akhirnya saya buang juga.

***

Nah, ternyata perilaku koruptif itu ternyata ada di sekitar kita. Sharing di atas adalah sebagian contohnya. Masih ada banyak contoh lainnya, misalnya korupsi uang arisan, korupsi uang pendaftaran multi level marketing, korupsi pembelian properti, dan sebagainya.

Oleh karena itu kita perlu waspada dengan perilaku ini. Kita juga perlu waspada terhadap diri kita sendiri agar kita tidak berperilaku koruptif di tempat kerja kita atau di lingkungan tempat tinggal kita. Sebisa mungkin kita menghentikan celah korupsi. Karena korupsi itu merugikan, menjadi benalu dalam kehidupan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun