Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Pagi di Hari Pemilu

16 April 2019   13:29 Diperbarui: 16 April 2019   13:57 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kompas.com

"Eh.. Biasa lah si Anto mau nyari action figure kesukaannya. Ada satu toko di kota yang jadi langganan kalo dia lagi nyari action figure terbaru. Nah, katanya ada karakter baru apa gitu aku gak tau.." kata Sandra.

"Oh gitu... Karakter Shazam kali, ya? Itu kan superhero baru yang lagi trending sekarang ini, Ndra. Eh tapi dengar-dengar ada yang pengin nambah koleksi sepatu branded nih..." kata Dina terkekeh.

Wajah Sandra memerah mendengarnya. Tahu dari mana si Dina kalau tujuannya ke Surabaya sebenarnya memang ingin mencari sepatu? Ia memang sudah lama mengincar sepasang sepatu branded berhak tinggi berwarna jingga. Sepatu itu hanya dijual di sebuah gerai fashion di sebuah mal besar di kota Surabaya.

Wajah Sandra yang memerah perlahan berubah. Urat kesal mulai nampak di sana. Kebohongannya yang awalnya hanya basa-basi belaka terbongkar di depan Dina. Sandra malu bercampur marah. Ia berusaha menarik nafas panjang untuk mendapatkan mood-nya kembali. Kalau bukan karena Pemilu, ia ingin hengkang saja dan segera kabur ke kota bersama Anto.

Kini matanya kerap menatap jam dinding besar yang dipasang di belakang bilik suara. Jam dinding yang sehari-hari dipasang di pendopo desa itu digantungkan dengan tali yang ditambatkan di sisi atas tenda.

Sandra tidak sabar TPS segera dibuka. Ia menatap jarum pendek jam itu, menatap lebih detail ke gerakan jarum panjangnya. Begitu terus, sambil sesekali mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana. Ia ingin waktu berputar dengan cepat...

Bagian 3: Pak Beno dan Pak Rahmat
"Bagaimana kabarnya Pak Rahmat?" tanya Pak Beno yang duduk di kursi nomor antrian 6. Sosok yang ia sapa, Pak Rahmat, duduk di kursi antrian nomor 7.

"Kabar baik Pak Beno." Jawab Pak Rahmat.  "Bagaimana kabar Pak Rahmat. Kabar anak-anak bagaimana?"

"Saya baik-baik saja Pak Rahmat. Anak-anak saya sekarang semuanya tinggal di Bekasi. Terakhir si bungsu yang tadinya tinggal di Bandung kini juga sekeluarga pindah ke Bekasi. Katanya ingin dekat sama kakak-kakaknya." jawab Pak Beno dengan penuh kebanggaan.

Semua orang tahu keempat anak Pak Beno sukses meniti karir di Jakarta. Ada yang menjadi dosen, ada yang menjadi petinggi sebuah perusahaan. Salah satu anaknya bahkan menjadi direksi termuda salah satu perusahaan pelat merah yang tahun ini kabarnya akan membagikan dividen cukup besar.

Pak Beno sendiri seorang duda. Ia pensiunan salah satu perusahaan BUMN. Istrinya sudah lama tiada. Sehari-hari ia hidup sendiri saja dan tidak menjadi masalah baginya. Tapi ia tidak sepenuhnya sendiri. Sesekali ada pasangan suami istri warga desa tetangga yang datang membersihkan rumah dan areal kebunnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun