Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

"Open Plan Office", Ruang Kantor Sehat Membuat Staf Lebih Produktif

5 November 2018   12:30 Diperbarui: 13 September 2023   00:35 6451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ruang kerja. (Dok IKEA Business via kompas.com) 

Tren area kantor tak bersekat kini semakin meluas. Sejumlah kantor kini mengaplikasikan open plan office atau ruang bekerja terbuka yang diadopsi dari tata letak coworking space. Konsep open plan office ini dirasa membuat hubungan antar staf atau karyawan menjadi lebih dekat sehingga kolaborasi makin meningkat.

Tata letak ruang kerja terbuka punya sejumlah kelebihan, yang utama adalah efisiensi ruangan.  Dari sisi investasi juga lebih rendah dibandingkan dengan membangun kubikal atau ruang-ruang untuk area bekerja karyawan. Bagi perusahaan baru atau startup, investasi kantor cenderung ditekan serendah mungkin karena pada umumnya mereka lebih banyak bekerja menggunakan komputer atau laptop.

Penataan ruang kerja ala open plan office terbilang simpel dan praktis. Cukup menyediakan satu atau beberapa unit meja (sesuai kebutuhan) yang menghampar di sebuah ruangan. Satu meja bisa dipakai untuk empat, enam atau delapan orang atau bahkan lebih tergantung kebutuhan dan luas ruangan yang ada.

Aksesori tambahan cukup beberapa colokan kabel power sesuai kebutuhan dan wifi hotspot. Selebihnya adalah penataan interior yang bisa dikerjakan secara mandiri atau menggunakan jasa desainer interior. Mulai dari penataan meja dan kursi, penambahan rak-rak, penataan lampu dan sebagainya. Kadang warna tertentu yang menjadi bagian dari identitas perusahaan diaplikasikan pada desain interior kantor.

Jika Anda pernah mengunjungi suatu coworking space, Anda akan melihat suasana seperti itu dimana sejumlah orang yang awalnya tidak saling mengenal bekerja bersama dalam satu ruangan yang cukup besar yang cukup nyaman karena biasanya ruangan ber-AC.

Anda bisa melihat mereka bekerja bersama di meja tersebut tanpa pembatas atau penyekat. Selain common area atau area kerja terbuka, ada coworking space yang menyediakan satu meja tunggal atau malah satu bilik ruangan terutama bagi individu yang pekerjaannya menuntut konsentrasi lebih tinggi. Jika Anda tidak sempat mengunjungi lokasi suatu coworking space, sejumlah tayangan videonya tersedia di YouTube.

Pernah mengunjungi gerai kopi Starbucks? Sebenarnya gerai kopi ini tidak hanya menjual kopi enak serta aneka makanan yang lezat. Starbucks sudah lama menjadi tempat coworking space yang ideal bagi terutama bagi para pekerja lepas. Kopinya enak, juga minuman lainnya berbasis kopi serta kue-kuenya tak kalah enak.

Gerai kopi asal Seattle, Amerika Serikat, ini menyediakan furnitur meja dan kursi yang nyaman. Beberapa gerai menyediakan satu meja besar yang menghampar di tengah ruangan untuk bekerja. Selain itu, ambience yang melegakan dengan musik Top40 yang diputar nonstop dengan suara yang tidak terlalu kencang, semuanya membuat betah bagi siapapun yang berada di sana untuk ngopi, bekerja, atau diskusi dengan klien misalnya.

Suasana bekerja ala coworking space lambat laun mengubah lingkungan bekerja kantoran yang konvensional menjadi usang. Kantor open plan office direpresentasikan sebagai kebersamaan, kolaborasi, atau kerjasama. Semua staf berbaur bekerja dalam satu meja baik staf, supervisor, manajer atau bahkan direktur sekalipun.

Karena terdengar positif, perusahaan global seperti Facebook menerapkan ruang kerja open plan office dimana para karyawan bekerja dalam satu ruang besar. Kabarnya, Mark Zuckerberg, sang CEO perusahaan yang nilai kapitalisasi pasarnya kini USD 438,1 milyar itu bekerja membaur dengan ribuan stafnya dalam satu atap. Hal ini agar ia bisa lebih dekat dengan para timnya.

Perusahaan lain yang menerapkan open plan office adalah JPMorgan Chase &Co., Bank of America Corp, Johnson & Johnson dan banyak lagi. David Burkus dalam bukunya "Under New Management" (Boston: Houghton Mifflin Harcourt, 2016, hlm. 151) menyebutkan sebanyak 70 persen kantor-kantor di Amerika Serikat kini menerapkan konsep ruang kerja open plan office

Bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Walau belum banyak, kantor berkonsep open plan office mulai tumbuh. Misalnya GameLoft yang bermarkas di Jogjakarta mengadopsi model markas Google ataupun Alphabet yang juga berkonsep open plan office, termasuk kantor Google Indonesia. Kantor Gojek, Tokopedia juga membuat ruang kantor open plan office dengan semangat kolaborasi. Demikian pula dengan kantor Nutrifood Indonesia juga punya ruang kerja seperti ini.

***

Walau penerapan ruang kantor open plan office punya banyak sisi positif, ternyata di sisi lain ada sejumlah ulasan kontradiktif sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Bernstein dan Turban yang berjudul "The impact of the 'open' workspace on human collaboration". Laporan penelitian mereka dipublikasikan dalam jurnal Philosophical Transactions of the Royal Society B edisi 19 Agustus 2018, volume 373, issue 1753.

Hasil penelitian Bernstein dan Turban menemukan bahwa konsep ruang kerja open plan office justru menurunkan tingkat interaksi antar staf. Bagi sebagian staf yang tidak menyetujui konsep bekerja seperti ini akan berupaya mengisolasi dirinya sedapat mungkin (misalnya mengenakan headphone besar atau berlagak sibuk). Anda bisa membaca laporan penelitiannya secara lengkap pada tautan ini.

Dalam Burkus (2016:148-150) pendiri dan pemilik perusahaan periklanan TBWA/Chiat/Day, Jay Chiat pernah menggagas penerapan open plan office di perusahaannya pada tahun 1990an. Ia mengubah kantornya menjadi open plan office dengan menyingkirkan semua dinding-dinding, kubikal, termasuk semua meja kerja dan komputer desktop.

Singkat cerita, walau terdengar bagus, konsep open plan office yang ia terapkan malah menuai sejumlah keluhan. Para staf merasa tidak puas dengan atmosfer baru kantor mereka. Suasana bekerja di kantor menjadi tidak kondusif alih-alih membangun kolaborasi. Beberapa waktu kemudian konsep itu pun buyar. Perusahaan terpaksa mendesain ulang ruang kerja baru. Itu berarti ada pemborosan ekstra hanya untuk menata ulang kantor.

Tetapi lepas dari hal negatif yang muncul, fenomena open plan office ini di Amerika Serikat justru semakin populer. Apa yang terjadi di kantor TBWA/Chiat/Day nampaknya tidak banyak diketahui oleh pihak luar. Justru sejumlah pemimpin perusahaan kelas kakap ingin mengaplikasikan konsep open plan office ini, misalnya Ernst & Young, juga Sprint dan Cisco Systems yang merancang virtual office.

Perkembangan signifikan nampaknya terjadi antara tahun 2000 hingga 2008 ketika terjadi resesi ekonomi. Ruang kerja open plan office dipandang jauh lebih rendah dari sisi investasi dan menjadi opsi menarik bagi sejumlah korporasi.  Tetapi nampaknya tetap saja suara-suara kontra mengiringi.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jungsoo Kim dan Richard de Dear dari University of Sydney Australia pada tahun 2013 dengan judul "Workspace satisfaction: The privacy-communication trade-off in open-plan offices" sepertinya cukup obyektif dalam memandang fenomena open plan office ini.

Perlu untuk diketahui, Kim dan de Dear melakukan observasi yang cukup masif, yaitu 42.764 sampel dari 303 gedung perkantoran! Penelitian ini bertujuan untuk menemukan tingkat kepuasan atas ruang kerja tertutup (enclosed private offices) dan ruang kerja terbuka (open plan offices).

Parameter yang mempengaruhi tingkat kepuasan staf bekerja di kedua environment tersebut dilihat dari antara lain: level kebisingan (noise level), privasi suara (sound privacy), kemudahan dalam berinteraksi (ease of interaction), kenyamanan perabot (comfort of furnishing), kualitas udara (air quality) hingga tingkat paparan cahaya (amount of light).

Hasil penelitian mengungkap tingkat kepuasan karyawan yang tinggi terhadap ruang kerja tertutup dan tingkat kepuasan terendah terhadap ruang kerja terbuka. Hal yang paling membedakan diantara kedua environment tersebut adalah dalam hal privasi visual (visual privacy), privasi suara, jumlah ruang kerja (amount of space) dan tingkat kebisingan. Secara lengkap, Anda dapat membaca laporan penelitian Kim dan de Dear tersebut pada tautan ini.

Nah, penelitian tentang konsep ngantor yang ideal tersebut cukup memberikan gambaran bagi perusahaan yang ingin menerapkan kantor open plan office atau enclosed private offices. Tapi sesungguhnya konsep ruang bekerja open plan office ini menarik. Saya hendak membagikan pengalaman pribadi mengenai salah satu perusahaan tempat saya pernah bekerja yang juga mengadopsi konsep open plan office.

Secara mendasar, alasan utama mungkin dari sisi investasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan membangun kubikal dan ruang-ruang kerja. Sewa ruang kantor di lokasi premium dan strategis menantang kreativitas manajemen perusahaan dalam mengambil langkah efisiensi termasuk dalam urusan ngantor.

Dengan jumlah personil yang cukup banyak hingga ratusan orang, perusahaan menghendaki berada di lokasi strategis (dengan konsekuensi biaya sewa office space yang tinggi), tapi tetap mengakomodasi semua karyawannya agar dapat bekerja dengan baik. Konsep open plan office menjadi opsi terbaik hingga akhirnya diterapkan di perusahaan tersebut.

Dengan sejumlah meja menghampar dalam satu ruangan, semua level karyawan berbaur bekerja bersama-sama. Para manajer nampak biasa saja duduk satu meja dengan para stafnya. Tidak ada rasa canggung atau sungkan karena masing-masing fokus pada pekerjaannya. Untuk menyimpan berkas dokumen atau barang pribadi lainnya, setiap karyawan diberi satu unit locker yang menempel pada dinding kantor.

Oh ya, dalam konsep open plan office sebenarnya setiap karyawan bebas merdeka memilih meja dan kursi kerjanya sesuka hati. Karena masing-masing staf dibekali satu unit laptop, mereka juga bebas bekerja di meja mana saja. Tapi kadang ada staf yang sudah merasa nyaman di salah satu kursi malah enggan pindah ke tempat lain.

Tetapi berkat kemajuan teknologi informasi, bekerja secara mobile pun menjadi mungkin, dan itu juga diterapkan di perusahaan tempat saya pernah bekerja di sana. Jadi, perusahaan tersebut menerapkan dua konsep ngantor yaitu open plan office dan mobile working. Maka, sebagian karyawan selain dapat bekerja di kantor juga dapat bekerja di rumah, di kafe atau dimanapun mereka mau sepanjang tersedia koneksi internet. Alhasil, ruang kantor tidak selalu penuh dengan para staf.

Nah, berangkat pada penelitian dari Kim dan de Dear di atas, serta pengalaman saya yang pernah bekerja di sebuah perusahaan yang menerapkan konsep open plan office, saya hendak membagikan pandangan saya ketika perusahaan Anda atau perusahaan tempat Anda bekerja mempertimbangkan untuk menerapkan konsep open plan office (dan sekaligus mobile working).  

Pertama, area kerja yang memenuhi standar kenyamanan staf dalam bekerja. 
Misalnya memperhatikan luas meja dan luas ruangan dengan seksama. Hal ini berkaitan langsung dengan kenyamanan dan mobilitas staf. Untuk itu perlu memperhatikan kapasitas orang per meja demi kenyamanan bekerja staf.

Jika meja kerja terlalu besar dan penataan kursi terlalu berdekatan, bahkan cenderung berhimpitan. Hal itu akan mempersulit mobilitas karyawan. Jangan sampai memilih meja yang terlalu tinggi atau rendah, atau kursi kerja yang dari segi tampilan stylish namun tidak nyaman diduduki. Alih-alih efisiensi malah membuat staf tidak nyaman dalam bekerja.

Penataan ruang bekerja open plan office juga perlu memperhatikan aspek anthropometry atau dimensi tubuh yang antara satu staf dengan staf lainnya yang pasti berbeda. Namun bukan berarti staf berbadan besar memiliki area yang lebih besar daripada staf yang berfisik kecil atau kurus.

Untuk itu staf atau desainer interior yang diberi tugas merancang ruang kerja open plan office dapat mengacu pada referensi tertentu. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran (tautan) dapat menjadi referensi utama dalam merancang ruang kerja berkonsep open plan office.

Staf atau desainer interior yang ditugaskan merancang ruang kantor open plan office juga dapat membaca buku yang berkaitan dengan ergonomi misalnya "Office Ergonomics Handbook"(tautan) yang disusun oleh Occupational Health Clinics for Ontario Workers sebagai salah satu referensi.

Buku lain yang disusun oleh Panero, Julius and Zelnik, Martin berjudul "Human Dimension & Interior Space" (link) (New York: Whitney Library of Design, 1979) juga patut dibaca. Dalam buku ini, disebutkan bahwa kebutuhan minimal area kerja per individu adalah 152-183 x 152-213 sentimeter persegi.

Salah satu peraturan yang juga bisa menjadi bahan rujukan adalah "Government of Canada Workplace 2.0 Fit-up Standards" yang diterbitkan oleh Public Works and Government Services Canada pada tahun 2012 yang telah diperbarui pada tahun 2017. Anda dapat membaca dokumen tahun 2012 di tautan ini.

Saya yakin ada banyak publikasi yang dapat menjadi referensi dalam membangun atau merenovasi kantor berkonsep open plan office. Tim desainer interior pasti memahami sejumlah referensi baik regulasi ataupun referensi lainnya. Oh ya, tidak ada salahnya melibatkan tim K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) internal perusahaan dalam perancangan open plan office agar konsep open plan office yang diharapkan dapt terwujud lebih optimal.

Kedua, aspek kesehatan ruangan penting demi kesehatan para staf.
Penting memperhatikan sirkulasi udara dalam ruangan. Ruangan kantor open plan office dengan sirkulasi udara yang baik akan membuat staf nyaman bekerja dan membuat para staf tetap sehat. Ruangan dengan banyak jendela biasanya disarankan oleh para desainer interior.

Jendela yang dapat dibuka berfungsi untuk menggantikan udara di dalam ruangan kantor sehingga ruangan menjadi lebih sehat. Selain berfungsi untuk sirkulasi udara juga memungkinkan cukupnya paparan cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan kantor. Penerangan alami ini dapat menghemat tagihan biaya listrik kantor.

Fasilitas pendingin udara atau AC dengan PK (paard kracht) yang cukup dapat membuat nyaman staf yang bekerja. Tetapi pengontrolan terhadap kondisi kelembaban udara ruang juga perlu dilakukan. Sebaiknya kantor open plan office memasang termohigrometer di ruang kerja dan ruang rapat atau ruang lain sesuai kebutuhan untuk mengetahui tingkat suhu dan kelembaban udara.

Bila perlu, ruangan bisa dipasang dehumidifier agar kelembaban udara terjaga dengan baik. Dehumidifier dengan fitur anti bakteri dan anti jamur selain membuat udara nyaman juga aman bagi pernafasan.

Selain fungsi sirkulasi udara, adanya jendela dalam ruang kerja open plan office berkaitan dengan kesehatan mata staf. Karena lebih sering menatap layar komputer, melihat pemandangan di luar jendela dapat membantu melenturkan otot-otot mata yang penat setelah lama menatap layar komputer.

Sekadar informasi, ada suatu rumus untuk menghindari lelah mata selama jam kerja. Sejatinya mata itu perlu istirahat setelah beraktivitas cukup lama terutama setelah menatap layar komputer atau gadget. Rumus itu adalah 20-20-20 yaitu mengistirahatkan mata setiap 20 menit untuk melihat titik lain yang berjarak 20 kaki (kira-kira enam meter) selama 20 detik. Jika ingin tahu lebih jauh mengenai rumus ini, Kompas pernah mengulas tentang hal ini di tautan ini.

Jendela dengan pemandangan halaman yang dipenuhi tanaman hijau dan bunga-bunga selain membantu proses relaksasi mata juga membuat hati menjadi adem. Apalagi jika terdengar suara gemericik air dari kolam artifisial atau hujan yang menciptakan ambience tertentu di ruang kerja berkonsep open space. Adu argumentasi hebat dalam rapat atau tingkat stres para staf mungkin bisa luruh dengan sendirinya.

Jendela ruang kantor yang berada di gedung pencakar langit yang menampilkan hamparan gedung-gedung bertingkat juga tidak masalah. Yang penting rumus 20/20/20 itu diterapkan oleh para staf demi menjaga kesehatan mata. Pemilik usaha atau owner atau direksi juga sebaiknya meng-encourage atau memberikan himbauan tentang rumus tersebut kepada para staf.

Ketiga, rasa aman bekerja menciptakan kenyamanan yang berdampak pada kinerja.
Staf akan bekerja dengan tenang jika merasa aman, termasuk keamanan barang-barang pribadinya. Hal ini bisa dilakukan dengan misalnya menyediakan locker atau drawer (tempat penyimpanan kecil dengan laci) untuk keperluan menyimpan dokumen-dokumen dan barang pribadi milik staf.

Meskipun para staf bekerja secara berbaur dalam satu meja kerja, hak menyimpan barang pribadi mereka juga perlu dihormati. Locker atau  drawer sebaiknya dilengkapi dengan kunci untuk memastikan keamanan.

Fasilitas locker atau drawer untuk staf dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan misalnya pencurian barang pribadi staf. Hal ini bukan berarti berprasangka buruk terhadap staf. Tetapi bukankah tindakan pencegahan lebih baik dilakukan sebelum terjadi? Penyediaan fasilitas tersebut akan membuat perasaan aman dan nyaman bagi para staf sehingga lebih konsentrasi dalam bekerja.

Penempatan fasilitas ini bisa di dalam ruang kerja atau ruangan terpisah yang berdekatan dengan ruang kerja. Akan lebih baik jika fasilitas ini diletakkan di ruangan terpisah untuk mengurangi potensi distraksi. Misalnya seorang staf yang sedang mencari-cari barang pribadinya di area kerja berpotensi mengganggu atau mungkin memancing distraksi staf lain yang bekerja.

Saya perlu membagikan satu hal yang kerap dianggap sepele -- sehingga terkadang perusahaan mengabaikannya,  yaitu tentang parkir kendaraan staf. Meski terkesan sepele, hal ini perlu menjadi perhatian perusahaan tempat staf bekerja.

Idealnya perusahaan menyediakan area parkir yang cukup untuk menampung semua kendaraan para staf baik mobil, sepeda motor atau sepeda. Jika kantor menempati suatu gedung perkantoran, biasanya tersedia area parkir yang cukup menampung kendaraan staf para lessee.

Jika area parkir tidak mencukupi, pilihannya hanya memarkir kendaraannya di luar gedung kantor, misalnya di tepi jalan. Bila terpaksa harus parkir di tepi jalan, sebaiknya dipastikan area jalan tersebut dapat digunakan untuk parkir. Jika tidak, maka staf harus mencari alternatif lain misalnya di gedung perkantoran tetangga atau area parkir umum yang lokasinya dapat dijangkau.

Sekadar berbagi informasi, saya pernah bekerja di sebuah perusahaan yang menyewa space di sebuah gedung perkantoran. Gedungnya cukup besar tetapi sayangnya area parkir kendaraannya kurang memadai. Sebagian staf di perusahaan tersebut terpaksa memarkir kendaraannya di sebuah pusat perbelanjaan yang terletak di seberang kantor yang jaraknya kira-kira 200 meter dari gedung kantor.

Walau cukup jauh, parkir di properti tetangga memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan memarkir kendaraan di tepi jalan misalnya. Walau hanya selemparan batu dari gedung kantor, parkir di tepi jalan dirasa kurang aman.

Tetapi jika kendaraan staf terpaksa diparkir di tepi jalan di sekitar kantor, alangkah baiknya jika kantor memiliki tim security atau petugas parkir khusus untuk mengawasi kendaraan para staf. Karena jika tidak, staf akan diliputi perasaan cemas. Apalagi insiden curanmor kerap menjadi berita di media massa. Jika staf merasa cemas atau was-was, maka hal itu kurang kondusif terhadap kinerja staf.

***

Dalam membangun konsep kantor open plan office, perusahaan perlu melihat berbagai aspek agar tujuan awal ketika membangun konsep ini tidak meleset, sebagaimana pengalaman Jay Chiat ketika harus merombak ulang kantornya ke kondisi semula.

Konsep ruang bekerja open plan office memang menarik. Tetapi jika perusahaan serius berniat membangun atau merenovasi ruang kerja stafnya, perencanaannya harus dilakukan dengan matang. Akan lebih baik bila para staf juga dimintai pendapatnya atau dilibatkan dalam perancangannya. Bagi perusahaan start-up sah sah saja membangun environment tersebut dari awal namun tetap perlu perencanaan matang.

Baik perusahaan yang telah eksis ataupun start-up, yang utama adalah menjaga sustainable bisnis perusahaan. Tapi tidak ada salahnya menerapkan ruang kantor open plan office tanpa sekat yang sehat agar para staf menjadi lebih dekat. 

Koordinasi tim pun dapat dilakukan secara melekat agar kolaborasi antar staf makin meningkat sehingga produktivitas meningkat. Ujung-ujungnya, bukan tidak mungkin profit bisnis pun berlipat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun