"Ah, kita sedari tadi ngobrol sampai lupa kenalan..." kata saya sambil mengangsurkan tangan kanan saya. "Saya Cala. Nama lengkap saya Syailendra...". Gadis itu juga segera tersadar, buru-buru meletakkan sendoknya di piringnya.
"Oh.. iya.. Sampai lupa berkenalan. Saya Maya... Maya Sartika. Padahal sudah ngobrol kesana kemari ya, Mas? Hehe..." katanya.
"Waktu kecil ibu saya memanggil saya dengan nama kecil Cala. Sampai sekarang..." kata saya.
"Ibu Mas tinggal dimana?" tanyanya.
"Di apartemen juga, tapi dekat gedung Balai Kota. Ayah dan ibu saya masih sehat walau sudah tujuh puluhan tahun usia mereka. Adik bungsu saya masih tinggal di sana jadi sekalian menjaga mereka. Dia masih kuliah. Saya tinggal di apartemen itu mulai bayi sampai saya memutuskan tinggal sendiri di apartemen saya sendiri."
"Rumah..." tukas Maya meralat.
"Ah, iya.. Rumah.. Kadang saya inkonsisten dengan perkataan saya.." kata saya terkekeh malu.
Maya sudah selesai dengan sarapannya. Tetapi entah mengapa kami masih betah duduk di sana. Tidak terasa tiga puluh menit berikutnya kami berbicara banyak hal. Dari tempat wisata eksotik yang pernah ia kunjungi, bisnis bukunya, sampai koleksi kerudungnya...Tiada habis topik yang ia bicarakan, sementara saya hanya bisa bercerita tentang apartemen dan tempat kerja saya. Sudah, itu saja.
"Tidak pernah kemana-mana, Mas?" tanya Maya penasaran.
"Buat apa? Bagi saya hidup itu ya kerja saja. Seperti orang tua saya kerja sepanjang hidupnya demi keluarganya. Sekarang mereka sudah pensiun dengan bahagia... Setidaknya mereka sehat..." kata saya.
Entah mengapa pandangan Maya mendadak berubah. Mimik wajahnya jadi lebih serius. Saya merasa ada yang salah dengan kata-kata saya. Tapi tidak lama ia tersenyum lagi.