Dolare menatap lampu lalulintas dengan tak sabar. Sekilas dia melihat di samping kanan dan kiri mobil mereka. Ada beberapa sepeda motor yang posisinya nyaris menempel di badan mobil. Di belakang mobil, juga ada motor yang sangat mepet dengan bagasi.
Dolare kembali menatap lampu lalu lintas. Dia tak melihat salah satu pengendara sepeda motor menyentuh mobilnya. Menempelkan sebuah benda kecil berwarna kehitaman di bagian belakang mobil. Sekilas, benda itu berkedip.
Lampu merah berganti hijau. Mobil mereka melaju kembali, membelok ke kanan, memasuki jalan tol.
***
”Semut merah melapor. Kembang gula sudah ditempatkan. Sepuluh menit lagi kita akan melihat kembang api...” Terdengar suara dari balik telepon.
“Bagus. Tetap pantau dari jarak yang aman. Jangan gegabah,” kata lelaki itu. Dia kemudian menutup teleponnya, dan setelah melihat ke kiri kanan, segera membuang ponselnya ke tempat sampah.
Lelaki itu, Gagak Malam, segera memasuki sebuah restoran cepat saji tak jauh dari terminal.
***
Jalan tol terpecah dua. Satu ke arah Puncak, satu lagi menuju Sukabumi. Dolare mengambil arah ke Sukabumi, dimana Rumah Pantai berada.
Rumah Pantai yang mereka tuju bukan rumah yang berada di tepi pantai. Itu rumah yang khusus dibangun untuk kegiatan LIN. Letaknya agak terpencil, jalan masuknya kecil dan agak mendaki.
Rumahnya sendiri tak terlihat terlalu menyolok dari luar. Tapi jika masuk ke dalam, orang akan paham mengapa rumah itu dijuluki Rumah Pantai. Sebab di sana, ada kolam renang yang terletak di halaman dalam rumah, di mana kolam itu dibuat seakan- akan berada di pantai. Lengkap dengan pasir putih yang ada di tepian kolam dan pohon kelapa hias di sana- sini.