Seingat saya, dua kali bus harus melewati pos pemeriksaan. Supir kami mengenakan masker. Para penumpang terutama yang duduk di kursi depan juga mengenakan masker. Sehingga personel border crossing dan militer Israel dari luar bisa melihat jelas, bahwa penumpang bus ini persiapannya cukup baik dalam mengantisipasi wabah Virus Corona. Semoga begitu, doa saya dalam hati.
Pos pertama berlalu sudah. Di pos kedua, entah apa yang dibicarakan antara supir bus dengan petugas border crossing dan juga sejumlah perseonel militer Israel. Alot juga kelihatannya. Sementara dari atas bus, kami hanya bisa melihat gerak-gerik diskusi tanpa bisa mendengar apa yang dibicarakan antar mereka. Doa makin nge-gas dipanjatkan.
Harapannya satu saja, jangan sampai kendaraan kami ditolak masuk ke wilayah Israel dan diwajibkan putar balik kanan alias pulang lagi ke Yordania. Ya Allah, beri kami kemudahan dan kesabaran menghadapi aparat Israel ini.
Cukup lama juga dialog supir dengan petugas jaga perbatasan di luar bus. Sampai akhirnya supir kami kembali naik dan menjalankan kendaraan maju perlahan-lahan.Â
Setelah dirasa cukup aman, sang supir akhirnya menyampaikan kepada kami, bahwa bersyukur walhamdulilah kendaraan diperbolehkan melewati pos jaga border crossing dan diwajibkan untuk menuju ke semacam ruang (hall) kedatangan.
Sebelum sampai di hall, supir menjelaskan, personel militer Israel biasanya selalu naik ke atas bus untuk memeriksa seluruh paspor penumpang satu per satu. Tidak peduli memakan waktu berapa lama, tapi itu prosedur umum yang biasa dilakukan. Tapi perlakuan kali ini beda. Karena, petugas border crossing dan personel militer Israel memilih emoh naik ke dalam kendaraan kami untuk memeriksa paspor dan segala sesuatu yang mencurigakan.
Alasannya? "Mereka takut terinfeksi Virus Corona," kata supir bus kami sambil tertawa lega.
Saya dan penumpang kendaraan yang menyimak penuturan supir pun ikut berderai tawa. Lepaslah ketegangan. "Ternyata, militer Israel yang berseragam dan bersenjatakan lengkap itu takut masuk ke bus, takut sama Corona," seru salah seorang penumpang lain di bus.
Sebelum turun dari kendaraan, saya melihat jam digital di atas kursi supir. Waktu menunjukkan hampir jam 9 pagi, dengan suhu udara 13 derajat celsius. Cukup dingin untuk ukuran border crossing Allenby Bridge yang dikelilingi pebukitan batu dan berpasir gersang. Tak ada pohon rimbun, kecuali sejumlah bendera Israel dua garis biru dan Bintang Daud yang ditancapkan di beberapa puncak bukit.