Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nyanyi Seirama, Hizbut Tahrir Indonesia dan "Paradoks" Prabowo

30 September 2018   15:28 Diperbarui: 30 September 2018   16:25 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhammad Al-Khathath ketika diperiksa aparat berwajib. (Foto: duta.co/IST)

Membaca alasan HTI mengapa memberi dukungan kepada gerakan #2019GantiPresiden, kembali saya menemukan benang merah dengan apa yang sudah pernah disampaikan Prabowo Subianto. Intinya sama, ya tiga tudingan itu, bahwa pemerintahan yang sekarang berkuasa ini zalim, bohong dan ingkar janji.

Tambang Freeport di Papua. (Foto: tstatic.net)
Tambang Freeport di Papua. (Foto: tstatic.net)
Dalam buku "Pandangan Strategis Prabowo Subianto : Paradoks Indonesia -- Negara Kaya Raya, Tetapi Masih Banyak Rakyat Hidup Miskin", di halaman 44, telak-telak Prabowo menulis, Selama 10 tahun terakhir, setiap saya ada kesempatan untuk memaparkan data-data, saya tanyakan kepada mereka yang menyimak. "Kalian mau saya bicara baik-baik, atau saya bicara apa adanya? Kalian mau saya bicara halus, baik-baik, tapi kenyataannya tidak baik, atau saya bicara apa adanya, saudara-saudara sekalian?

Mereka menjawab, "Bicara apa adanya saja, Pak Prabowo".

Menurut saya, sudah terlalu lama elit Indonesia berbohong. Bohong kepada rakyat, bohong kepada bangsa. Dan juga bohong kepada dirinya sendiri.

Kenapa orang kecil semakin terjepit? Kenapa di Indonesia, yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin? Kenapa petani tidak senyum kalau panen? Bagaimana bisa di negara yang sudah lebih dari 70 tahun merdeka, ada guru honorer yang hanya menerima Rp 200.000 sebulan?

Bagaimana bisa?

Bagaimana bisa, sebagian besar hasil keuntungan kita sebagai bangsa mengalir ke luar negeri, tetapi elit diam saja? Belasan ribu triliun Rupiah yang seharusnya ada di Indonesia, parkir di luar negeri, dan elit Indonesia tidak berjuang keras untuk mengembalikannya ke dalam negeri?

Pahit memang, apa yang saya katakana. Tetapi kalau setiap tahun terus ada net outflow kekayaan nasional kita ke luar, saya kira kita sebagai negara tidak perlu punya rencana pembangunan karena rakyat kita juga tidak akan menikmati.

Uang ini adalah sangat-sangat vital bagi pembangunan masa depan bangsa kita. Bangsa kita tidak bisa lagi kehilangan kekayaan sebesar ini tiap tahun.

Akuisisi saham mayoritas PT Freeport Indonesia oleh Pemerintah, 27 September 2018. (Foto: kompas.com)
Akuisisi saham mayoritas PT Freeport Indonesia oleh Pemerintah, 27 September 2018. (Foto: kompas.com)
Ketika saya menulis ini, persis tiga hari sudah Pemerintah mengakuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Kesepakatannya ditandatangani, 27 September 2018 di Kantor Kementerian ESDM, antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dengan Freeport McMoran selaku induk usaha PTFI.

Ini bukan akuisisi simsalabim apalagi pencitraan seperti di-nyinyir-kan Fadli Zon. Karena, meski jalannya panjang tapi dengan strategi alon-alon nanging mesti kelakon ala Jokowi, maka Indonesia berhasil menguasai mayoritas saham PTFI. Begini kronologisnya, seperti yang dibagikan kepada awak media, pada saat penandatanganan akuisisi saham mayoritas tersebut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun