Membaca alasan HTI mengapa memberi dukungan kepada gerakan #2019GantiPresiden, kembali saya menemukan benang merah dengan apa yang sudah pernah disampaikan Prabowo Subianto. Intinya sama, ya tiga tudingan itu, bahwa pemerintahan yang sekarang berkuasa ini zalim, bohong dan ingkar janji.
Mereka menjawab, "Bicara apa adanya saja, Pak Prabowo".
Menurut saya, sudah terlalu lama elit Indonesia berbohong. Bohong kepada rakyat, bohong kepada bangsa. Dan juga bohong kepada dirinya sendiri.
Kenapa orang kecil semakin terjepit? Kenapa di Indonesia, yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin? Kenapa petani tidak senyum kalau panen? Bagaimana bisa di negara yang sudah lebih dari 70 tahun merdeka, ada guru honorer yang hanya menerima Rp 200.000 sebulan?
Bagaimana bisa?
Bagaimana bisa, sebagian besar hasil keuntungan kita sebagai bangsa mengalir ke luar negeri, tetapi elit diam saja? Belasan ribu triliun Rupiah yang seharusnya ada di Indonesia, parkir di luar negeri, dan elit Indonesia tidak berjuang keras untuk mengembalikannya ke dalam negeri?
Pahit memang, apa yang saya katakana. Tetapi kalau setiap tahun terus ada net outflow kekayaan nasional kita ke luar, saya kira kita sebagai negara tidak perlu punya rencana pembangunan karena rakyat kita juga tidak akan menikmati.
Uang ini adalah sangat-sangat vital bagi pembangunan masa depan bangsa kita. Bangsa kita tidak bisa lagi kehilangan kekayaan sebesar ini tiap tahun.
Ini bukan akuisisi simsalabim apalagi pencitraan seperti di-nyinyir-kan Fadli Zon. Karena, meski jalannya panjang tapi dengan strategi alon-alon nanging mesti kelakon ala Jokowi, maka Indonesia berhasil menguasai mayoritas saham PTFI. Begini kronologisnya, seperti yang dibagikan kepada awak media, pada saat penandatanganan akuisisi saham mayoritas tersebut: